Imam ash-Shadiq as berkata : “Allah SWT befirman kepada ‘Isa putera Maryam : ”Wahai ‘Isa berzikirlah kepada-Ku dalam dirimu, maka Aku akan berzikir kepadamu dalam diri-Ku. Berzikirlah kepada-Ku dalam majelismu sehingga Aku akan berzikir kepadamu dalam suatu majelis yang lebih baik daripada majelis manusia. Wahai ‘Isa! Lembutkanlah hatimu untuk-Ku dan berzikirlah kepada-Ku banyak-banyak dalam kesendirianmu. Ketahuilah bahwa Aku senang kalau kamu melakukan tabashbush *) kepada-Ku. Dan hiduplah disitu, jangan mati!” (Imam Khomeini, Empat Puluh Hadits dari Al-Kafi bab Do’a)
APAKAH ‘UZLAH DAN APAKAH KHALWAT ITU?
‘UZLAH ada dua macam : Pertama, ‘Uzlah Jasmani, menjauh dari pergaulan manusia. Kedua, ‘Uzlah Kalbu, menjauhkan hati dari selain Allah, sehingga hati hanya berisi ilmu tentang Allah semata.
Niat ‘Uzlah ada tiga macam. Pertama, menjauhkan diri dari keburukkan perangai orang lain. Kedua, menjaga diri agar keburukkan diri tidak mempengaruhi (menulari) orang lain. Ketiga, menjauhkan diri dari diri sendiri (nafs – ego) agar hanya ada Tuhan saja dalam hati dan pikirannya. Puncak dari kondisi ‘Uzlah adalah Khalwat (kehampaan). Khalwah adalah ‘uzlah di dalam ‘uzlah. Hasil dari khalwat lebih kuat daripada uzlah pada umumnya. 39]
Bagi seseorang yang ingin melatih (riyadlah) dan menerapkan disiplin ruhani, menyendiri dari keramaian dan pergaulan manusia sangat diperlukan untuk mencapai kondisi tertentu di dalam tahapan-tahapan (maqam) ruhani. Khalwat sendiri merupakan sebuah persiapan untuk menerima pancaran Tuhan (fayd-e Ilahi) di mana semua rintangan dan halangan telah disingkirkan.
KEUTAMAAN BERZIKIR DI DALAM KHALWAT
Di dalam hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Tujuh macam orang yang mendapat naungan (perlindungan) Allah, …orang yang ke tujuh adalah orang yang (senantiasa) berzikir kepada Allah di dalam khalwat dan matanya senantiasa meneteskan air mata (karena takut kepada-Nya)” 40]
Imam Muhammad al-Baqir as berkata,“Di dalam kitab Taurat tertulis : “Wahai Musa! Berzikirlah kepada-Ku di dalam khalwatmu dan di saat engkau bergembira dengan kelezatan-kelezatanmu, maka Aku akan ingat kepadamu di saat lalaimu” 41]
RINTANGAN RINTANGAN DI DALAM KHALWAT
Rintangan terbesar yang menghalangi sang hamba dari pancaran kesempurnaan-Nya adalah kesenangan-kesenangan yang mengalihkan perhatian jiwa kepada yang selain Allah sehingga membuat dia tidak terfokus kepada tujuannya yang hakiki. Kesenangan-kesenangan ini ada dua macam.
Yang pertama adalah kesenangan yang berhubungan dengan obyek-obyek inderawi di dalam asumsi-asumsi batin. Hal ini terkait dengan kemampuan-kemampuan naluri manusia atau berhubungan dengan pikiran yang bersifat ilusi. Gangguan ini berbentuk rasa cinta , rasa benci, rasa senang yang berlebihan atau rasa sedih karena memiliki kekurangan yang besar, atau kesusahan, ketentraman, kenangan tentang masa lalu atau pikiran-pikiran duniawi, seperti mendambakan kekayaan atau kedudukkan dan status sosial.
Yang kedua adalah kesenangan yang berhubungan dengan indera eksternal seperti ketertarikan terhadap bentuk-bentuk keindahan yang mengasyikkan, suara-suara yang menyejukkan telinga atau pun aroma, rasa dan sentuhan yang menyenangkan.
Khalwat bertujuan untuk membebaskan diri dari keinginan-keinginan untuk memperoleh sesuatu kesenangan di dunia maupun di akhirat sehingga sang hamba tidak terpalingkan dari tujuan yang sebenarnya.
Kesenangan duniawi sifatnya hanya sementara saja dan akan cepat berlalu, sedangkan kesenangan akhirat hanyalah keinginan ego dan hawa nafsu yang sangat tersembunyi. Karena itu di dalam khalwat ada prinsip-prinsip yang mesti dilakukan demi terbebaskan dari gangguan-gangguan seperti itu.
DELAPAN PRINSIP MENJALANKAN KHALWAT
PRINSIP PERTAMA, adalah duduk sendirian di dalam kamar kosong, menghadap kiblat, kaki bersila dan tangan diletakkan di paha. Sebelumnya seorang pezikir harus melakukan mandi besar (ghusl) dengan niat seperti mayat yang sedang dimandikan.
Selanjutnya masuk ke dalam kamar yang seolah-olah masuk ke dalam liang kubur. Pezikir hanya boleh keluar kamar apabila ingin berwudhu, buang air dan shalat wajib. Kamar yang digunakan haruslah kecil dan gelap dan diberi tirai agar cahaya dan suara tidak masuk ke dalam kamar, sehingga mata, pendengaran, mulut, dan kaki tidak berfungsi sehingga Ruh tidak terganggu oleh indera, dapat bersatu dengan dunia diluar penginderaan.
Dengan indera-indera yang tidak lagi mengganggu ini, maka hijab dan gangguan yang memasuki Ruh melalui pintu lima indera ini dapat dihilangkan (sementara) melalui zikir sehingga menghilangkan bisikan-bisikan jiwa (khawatir). Ketika indera tidak lagi mengganggu, maka Ruh mengalami kedekatan dengan Dunia di luar indera, dan hubungan dengan manusia dipalingkan.
PRINSIP KEDUA, yang perlu selalu dijaga adalah selalu dalam keadaan suci (berwudlu’), sehingga sang pezikir memiliki senjata dan Setanpun tidak dapat menggodanya. “Kesucian (wudlu’) adalah perisai orang beriman” (Hadits).
PRINSIP KETIGA, adalah senantiasa berzikir mengucapkan : “Laa ilaha illa Allah”. Allah SwT berfirman : “Orang-orang yang berzikir kepada Allah sambil berdiri, duduk dan berbaring” (QS 3 : 191). Ayat ini merupakan petunjuk agar dzikrullah diamalkan setiap saat.
PRINSIP KEEMPAT, adalah selalu menolak bisikan-bisikan jiwa (khawatir). Pikiran apapun yang menghinggapi, yang baik maupun yang jelek, hendaknya dihilangkan dengan ucapan “Laa ilaha”, seakan-akan orang yang mengucapkannya mengatakan, “Aku tidak menginginkan apa pun kecuali Allah!” Al-Qur’an menyatakan,“Apa saja yang kamu lahirkan atau kamu sembunyikan, Allah akan meminta pertanggung jawaban atasnya” (QS 2 : 284), yang menunjukkan pentingnya menafikan pikiran…Hingga cermin hati menjadi bersih dan suci dari semua hal yang menjadi penghalang dari menerima bentuk-bentuk dunia di luar indera atau ilmu yang ditanamkan langsung oleh Allah, atau menerima cahaya langsung dari Zikir dan Ilham Ruhani.
PRINSIP KELIMA, adalah selalu berpuasa (pada siang hari)…Puasa ini sangat efektif untuk menghilangkan sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia…
PRINSIP KEENAM, adalah selalu diam. Imam Ali al-Ridha as berkata: “Sesungguhnya diam itu merupakan salah satu pintu hikmah. Dan diam itu akan membuahkan kecintaan serta akan jadi petunjuk setiap kebaikan” (Al-Bihar 78 : 335). Imam Muhammad al-Jawad as berkata : “Diam itu cahaya” (A’yan al-Syi’ah 2 : 35). Sang pezikir menggerakkan lidahnya hanya untuk berzikir.
PRINSIP KETUJUH, adalah mengkonsentrasikan hati. Tawassul kepada Rasulullah saww dan para Imam yang suci sangat membantu terbukanya Hijab sehingga ia dapat melihat dunia di luar dunia inderawi sehingga Rahmat Allah akan tercurahkan ke dalam hatinya.
Pada awalnya mata batin sang pezikir tertutup oleh beberapa hijab dan umumnya manusia terbiasa dengan dunia inderawi (Alam Syahadah atau Alam Nasut) sehingga ia tidak cukup mampu untuk merasakan Kehadiran Yang Tercinta. Namun jika sang pezikir bersungguh-sungguh, ia akan siap untuk memusatkan perhatiannya pada zikirnya.
Tawassul sang pezikir kepada Rasulullah saww dan para Imam yang suci akan mendatangkan pertolongan dari mereka dengan menghadirkan cahaya ke dalam hati sang pezikir. Pertolongan demi pertolongan akan ia terima dengan rasa seperti air sejuk yang mengalir di tenggorokkan orang yang kehausan. Ia seolah menerima minuman dari tangan Rasulullah saww, atau dari Imam Ali as, atau dari Imam-imam suci lainnya.
Ini akan dirasakan terus menerus sampai (secara bertahap) ia naik pada tingkatan dimana ia akhirnya mampu menerima Rahmat tersebut secara langsung dari Allah SwT. “Tuhan mereka akan memberi mereka minuman dari arak murni.” (QS 76: 21)
PRINSIP KEDELAPAN, adalah meninggalkan semua bentuk permintaan kepada Tuhan atau kepada Ahlul Bait. Sikap ini sebagai bukti rasa terpuaskan (qana’ah) atas apa yang telah dianugerahkan oleh Sang Terkasih kepada sang pezikir. Baik itu berupa kebahagiaan ruhaniah, suka atau duka, sakit atau sehat, kesempitan atau kesempatan.
Sikap ini adalah sikap penyerahan secara total (taslim) kepada Dia semata, tanpa berpaling dari-Nya. Dan tentu saja selalu menjaga istiqamah (Konsisten). Pada tataran ini sang pezikir harus meninggalkan keangkuhan intelektual dan ego-nya. Ia mesti menafikan akalnya yang picik dan semata-mata tunduk kepada-Nya tanpa berargument dan tanpa reserve lagi.
SESEORANG yang berorientasi kepada dunia spiritual memerlukan masa-masa meditasi, doa dan khalwat. Tak ada seorang Nabi pun yang mencapai maqam kenabian tanpa khalwat berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun di gua-gua atau tempat-tempat yang jauh dari keramaian manusia. Imam Ja’far ash-Shadiq as berkata, “Tiada seorang Nabi atau Wali (Kekasih Allah) yang tidak memilih untuk mengasingkan diri pada masa hidupnya, entah pada awalnya atau pada akhir masa hidupnya.” 42]
Imam Ja’far ash-Shadiq as juga mengatakan : “Barangsiapa melakukan ‘uzlah (mengasingkan diri) dari dunia ini, akan dikuatkan Tuhan dan dilindungi dengan penjagaan-Nya.” 43]
ORANG yang menyendiri untuk senantiasa berzikir disebut juga kaum al-mufarridun. Sebagaimana pernah ditanyakan kepada Rasulullah saww : “Siapa mufarridun itu wahai Rasulullah?”, Jawab Rasul, “Yaitu mereka yang gemar berzikir kepada Allah. Zikir tersebut melenyapkan semua beban yang ada sehingga mereka datang pada Hari Qiyamat dalam keadaan ringan.” 44]
Ada yang membaca dengan mufarridun dan ada pula yang membacanya dengan mufridun. Keduanya sama-sama bermakna menyendiri atau memisahkan diri. Namun, yang dimaksud dengan istilah tersebut di sini adalah mereka yang memisahkan diri untuk berzikir pada Allah. Ada yang berpendapat bahwa mufarridun adalah orang-orang yang ditinggalkan oleh generasi mereka sementara mereka masih tetap hidup dalam kondisi berzikir kepada Allah.
Menurut al-Qadhi ’Iyadh dalam kitab al-Masyariq dan Ibn al-‘Arabi, seseorang disebut mufarrid jika ia paham, memisahkan diri dari orang-orang, lalu menyendiri untuk menjaga perintah dan larangan Allah. Menurut al-Azhari, mereka adalah orang-orang yang menyendiri berzikir pada Allah tanpa mencampur adukkan dengan selain-Nya.
Ada yang berpendapat, mufarridun adalah golongan ahli tauhid yang hanya mengingat Allah. Mereka mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah. Sementara yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah mereka yang menghabiskan hidupnya dalam taat kepada Allah. Artinya ia senantiasa taat walaupun telah memasuki usia renta dan lemah. (Bersambung : Zikir, Khalwat & Penyingkapan)
Catatan Kaki:
Tabashbush adalah perbuatan anjing yang mengibas-ibaskan ekornya, karena takut atau berharap dan ini menggambarkan hasrat yang penuh dan kerendahan hati.
Sumber : qitori
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar