8. ORANG ORANG YANG MENGIKUTI RASUL
Allah SwT berfirman,”Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali Imran [3] ayat 31)
Sekadar bertemu atau mendengar dari Nabi belumlah cukup untuk mengubah seseorang menjadi tercerahkan dengan iman yang sempurna kepada Allah: ada banyak kemunafikan dan kejahatan, meskipun Nabi hadir di tengah-tengah mereka. Ibn Abbas berkata, “Begitu banyak ayat diturunkan mengenai para sahabat yang munafik sampai-sampai kami mengira tak seorang pun dari sahabat yang terbebas dari kemunafikan”. Nasib mereka tergantung pada keimanan dan komitmen mereka kepada Allah dan Rasul.
Allah berfirman, jika orang beriman mencintai Allah tentu ia ingin mengetahui Allah, karena pengetahuan didasarkan atas kecintaan akan kebenaran. Orang beriman tidak dapat mengikuti jalan Allah secara terpisah: jalan yang utuh adalah “risalah dan rasul”.
Seorang pencari ilmu harus mengikuti rasul dan apa yang dibawa rasul, yang pada dasarnya tertulis di dalam hati. Kedalaman hati seseorang harus dicapai agar gaung Muhammad bisa menggema di dalam dirinya. Gema ini kemudian diterjemahkan ke dalam perbuatan, yang dikenal sebagai perbuatan yang diberikan petunjuk atau sesuatu yang disenangi Allah. Hati tidak akan memantulkan inspirasi ketuhanan dan nilai-nilai yang lebih tinggi kecuali jika ia melepaskan kebodohan dan rasa takutnya. Tak ada kesempurnaan yang dapat diraih kecuali senantiasa memelihara cermin hati dari berbagai noda. 116]
Rasulullah saww bersabda,”Syirik itu lebih tersembunyi daripada biji sawi yang ada di padang pasir pada malam gelap gulita. Syirik yang paling kecil adalah mencintai sesuatu karena terpaksa dan membenci sesuatu justru karena keadilan. Bukankah agama itu tidak lain adalah cinta dan benci kaena Allah? Allah berfirman,“Sekiranya kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mencintaimu”(QS 3 : 31)” 116b]
9. ORANG ORANG YANG BERPERANG DI JALAN ALLAH
Allah SwT berfirman, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur” (QS Al-Shaff [61] ayat 4)
Bagaimana dapat tercipta kedamaian batiniah dan lahiriah tanpa memerangi iblis-iblis batiniah dan lahiriah itu? Manusia yang baik memang tidak menyukai perang, namun tanpa perang, kehidupan beragama yang damai tidak akan tercipta. Dalam penciptaan, seseorang tidak dapat menjalani suatu keadaan tanpa menjalani kebalikannya.
Sesungguhnya, kunci ke segala keadaan itu adalah melalui kebalikannya, yaitu di mana terletak intinya. Jadi, cinta damai itu berakar dari kebencian terhadap kelaliman, kemunafikan, dan kekacauan. Kedamaian akan muncul jika lawannya, baik dalam tataran individu maupun dalam tataran sosial, itu dikurung. Satu-satunya cara untuk menciptakan kedamaian adalah dengan memenangi perang melawan lawan dari kedamaian itu. Melalui pengetahuan tentang Allahlah kita dapat mengetahui mana yang betul-betul baik untuk kita (contohnya mana yang baik bagi jiwa kita). 117]
Imam Ja’far al-Shadiq as berkata, ”Ada dua macam perang (al-Qital), memerangi orang-orang kafir sampai mereka tunduk, dan memerangi orang-orang durhaka sampai mereka kembali ke naungan (pemerintahan Islam)” 117b]
Pintu dan kunci pengetahuan tentang Zat Yang Maha Pengasih, pengetahuan menyeluruh tentang Zat Yang Maha Pemurah, adalah pengakuan atas berkah (barakah)-Nya. Ke manapun manusia menghadap, ia akan selalu melihat berkah Allah. Jika pengalamannya baik, maka itulah berkah. Jika pengalamannya pahit, maka itu pun juga berkah. Jika ada perdamaian, maka itulah berkah. Jika ada perang, maka itulah berkah.
Bagaimana mungkin bisa ada perdamaian tanpa perang? Bagaimana mungkin ada kesehatan tanpa penyakit? Bagaimana mungkin ada Islam tanpa musuh-musuhnya yang bermukim di suatu daerah. Ada daerah Islam (dar al-Islam) dan juga daerah kekafiran (dar al-kufr).
Tidak ada yang satu tanpa yang lain. Bagaimana mungkin kehidupan dihargai dan dinilai secara maksimal tanpa ada kematian? Bagaimana mungkin ada kesadaran tanpa kebekuan, sebagaimana dialami dalam kehidupan ini seperti keterjagaan dan tidur? Dua keadaan itu adalah rahmat dan berkah dari Allah. 118]
Bahaya yang ditimpakan kepada orang-orang berirnan sangatlah dibuat-buat karena orang-orang kafir tidak memiliki pegangan. Orang-orang kafir berpegang teguh tanpa daya kepada kehidupan ini, karena mereka tidak percaya kepada akhirat.
Jika orang-orang kafir itu memerangi orang-orang beriman, maka orang-orang beriman harus mengetahui bahwa orang-orang kafir akan goyah dalam pendiriannya; karena mereka menginginkan kehidupan ini dan lari dari sakaratul maut.
Orang-orang kafir tidak memahami keadaan orang beriman sejati. Orang beriman tidaklah, sebagaimana mereka sangka, bunuh diri secara membabi buta dalam perang. Ia adalah orang yang secara ikhlas percaya bahwa tujuan hidup ini adalah mempersiapkan kehidupan akhirat, dan jika kesempatan untuk mempersiapkan diri tidak memungkinkan baginya dan masyarakatnya, maka ia mau melepaskan hidupnya di dunia ini dalam upaya mencapai akhirat. Ia bukanlah seorang teroris.
Orang-orang yang melakukan aksi teror sesungguhnya tidaklah beragama Islam, meskipun mungkin mereka terlahir sebagai muslim. Orang muslim menghormati hidup dan menghargai pentingnya kehidupan, asalkan hidup tersebut dijalankan dalam keadaan ibadah. 119]
Mengenai hal ini, bukan tempatnya untuk kita bahas lebih jauh. Namun demikian perlu kiranya saya, Anda maupun kaum muslimin untuk mendalami hal ini (al-Qital) lebih jauh agar tidak ada kesalah pahaman terhadap prinsip-prinsip Islam yang sesungguhnya.
10. MEREKA YANG TIDAK SUKA MENGELUARKAN KATA KATA
KEJI, BERPIKIR MANDIRI, SABAR DAN RAJIN MELAKUKAN SHALAT MALAM
IMAM al-Baqir as berkata, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang yang (apabila) bersenda gurau tidak mengeluarkan kata-kata yang keji, yang berpikir mandiri, selalu bersabar (apabila) sendirian, dan suka melakukan shalat malam” 120]
11. HATI YANG SENANTIASA SEDIH NAMUN TETAP BERSYUKUR KEPADA ALLAH
IMAM Ali Zainal ‘Abidin as berkata, ”Sesungguhnya Allah mencintai setiap hati yang selalu merasa sedih, dan setiap hamba yang selalu bersyukur” 121]
Ketika Rabi’ ibn Khutsaym ditanya mengapa dia bersedih, dia menjawab, ”Sebab aku mempunyai tuntutan terhadap diriku sendiri. Di sebelah kanan adalah perasaan berdosa yang mendalam dan di sebelah kiri adalah kediaman. 122]
Rasa syukur (kata syukur sendiri berasal dari kata syakara yang artinya berterima kasih; atau asykuru) adalah buah dari pengalaman zikir seseorang yang bersifat sangat pribadi. Seseorang masuk ke dalam kehangatan dan kebahagiaan yang bertolak dari kepuasan batin, kepuasan yang berasal dari netralisasi hasrat dan pengharapan. Syukur adalah ekspresi lahiriah dari keadaan batiniah semacam itu. Jika rasa syukur itu tulus dan ikhlas, maka orang itu berada dalam keadaan yang puas dan rida.
Dalam keadaan bersyukur, seorang individu terbebaskan dari godaan hasrat dan pengharapan. Dia hanya akan berpaling kepada Allah, yang mana keberpalingannya itu tidak dipenuhi dengan keragu-raguan lagi. Kondisi syukur melahirkan penerimaan batiniah terhadap firman Tuhan. Ketika kita mampu menerima takdir kita dengan lapang dada, kita dapat melihat betapa sempurnanya firman Tuhan itu.
Rasa syukur menimbulkan kepuasan yang memungkinkan seseorang, tanpa terusik oleh hawa nafsunya, memandang dunia sebagai suatu keadaan yang selaras.
12. ORANG MEMILIKI SIFAT MALU (AL HAYAA’) DAN SANTUN (AL HILM)
IMAM al-Baqir as berkata, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang yang memiliki sifat malu, dan orang yang senantiasa bersikap santun (al-halim)” 123]
Rasulullah saww bersabda, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang yang memiliki sifat malu, orang yang senantiasa santun, orang yang selalu menjaga kesucian dirinya (‘afif) , dan orang yang enggan berbuat keji (muta’afiffah)” 124]
13. RAJIN SHALAT MALAM, BERSEDEKAH, DAN TIDAK TAKUT MATI DI JALAN ALLAH
RASULULLAH saww bersabda : ”Tiga macam orang yang Allah ‘Azza wa Jalla mencintai mereka laki-laki yang senantiasa bangun di malam hari (untuk mengerjakan shalat malam) lalu ia membaca Kitab Allah (al-Qur’an), laki-laki yang bersedekah dengan tangan kanannya sambil menyembunyikannya dari tangan kirinya, dan laki-laki yang mengalahkan dan mengusir musuhnya dalam perang sementara kawan-kawannya menyerahkan diri kepada musuh” 125]
14. SALING MENCINTAI DI JALAN ALLAH, BERSILATURRAHIM, DAN BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
Di dalam hadits Mi’raj diriwayatkan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman, ”Wahai Muhammad! Wajib bagi-Ku mencintai orang-orang yang saling mencintai di jalan-Ku, dan wajib bagi-Ku mencintai orang-orang yang saling berkasih sayang di jalan-Ku, dan wajib bagi-Ku mencintai orang-orang yang suka bersilatur-rahim di jalan-Ku, dan wajib bagi-Ku mencintai orang-orang yang senantiasa bertawakkal kepada-Ku…” 126]
15. MENCINTAI AMAL YANG DIWAJIBKAN ALLAH KEPADANYA
Allah Tabaraka Ta’ala berfirman, ”Tiada yang lebih Aku cintai dari seorang hamba-Ku daripada kecintaan sang hamba kepada apa yang telah Aku wajibkan baginya” 127]
16. YANG MAMPU MEREDAM KEMARAHANNYA DENGAN SANTUN
Rasulullah saww bersabda, ”Wajiblah kecintaan Allah atas orang yang marah tetapi ia mampu meredam kemarahannya dengan santun” 128]
17. YANG BANYAK MENGINGAT MATI
Rasulullah saww bersabda, ”Barangsiapa yang banyak mengingat kematian niscaya Allah mencintainya” 129]
Sebab, dengan banyak mengingat mati, seseorang akan banyak berbuat amal shalih untuk membekali dirinya di akhirat.
18. MENCINTAI APA YANG DICINTAI ALLAH DAN RASULNYA DAN MEMBENCI APA YANG DIBENCI ALLAH DAN RASULNYA
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saww, ”Aku ingin sekali menjadi orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”. Rasulullah saww pun berkata, ”Cintailah apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, dan bencilah apa yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya” 130]
Kembalilah kepada sejatimu, wahai hati!
karena jauh di dalam dirimu, wahai hati!
engkau akan menemukan jalan
menuju Tuhanmu Tercinta
(Rumi, Diwan i Syams : 6885)
Laa hawla wa laa quwwata illa billah
Catatan Kaki :
116. Syekh Fadlullah Haeri, Tafsir al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 31.
116b. Allamah Thaba’thaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, ayat QS 3 : 31.
117. Syekh Fadlullah Haeri, Tafsir al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 216
117b. Al-Shaduq, al-Khishal 1 : 60.
118. Syekh Fadlullah Haeri, Tafsir al-Qur’an, Surat Al Rahman ayat 78.
119. Ibid, Tafsir Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 111.
120. Bihar al-Anwar 71 : 325
121. Al-Kafi 2 : 99
122. Imam Ja’far al Shadiq, Misbah al-Syari’ah, hal. 190
123. Al-Kafi 2 : 112
124. Ibid
125. Kanz al-‘Ummal hadits ke 43256
126. Bihar al-Anwar 77 : 21
127. Ibid, 71 : 196
128. Kanz al-‘Ummal hadits ke 5826
129. Bihar al-Anwar 75 : 126
130. Kanz al-‘Ummal hadits ke 44154
Sumber : qitori
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar