Di dalam sebuah riwayat, Imam Ali bin Abi Thalib as telah berkata, “Tidak ada orang yang lebih buruk dari orang yang buruk batinnya, walau indah lahirnya” (Imam ‘Ali as, Mizan al-Hikmah 4:22)
Ada beberapa hal yang dapat merusak ibadah kita, antara lain adalah : riya’, ‘ujub, al-fatrah, dan dosa.
APA ITU RIYA’?
Allah Ta’ala berfirman,”Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia” (QS 4 : 142)
Riya’ berasal dari akar kata : ra’aa – yara’u – ra’yan yang artinya melihat, berpendapat dan bisa juga berarti bermimpi. Adapun kata riya’ itu sendiri secara literal bermakna ingin dilihat atau pamer.
Menurut istilah, riya’ merupakan sikap pamrih agar dapat mengangkat gengsi seseorang di mata manusia, misalnya : dengan menampilkan tindak ketaatan kepada Allah Ta’ala. Perbuatan seperti ini tentu saja membuat ibadah menjadi tertolak, karena hakikat dan tujuan ibadah adalah demi memperoleh kasih dan cinta Tuhan semata.
Rasulullah saww berwasiat kepada sahabat Ibnu Mas’ud ra,” Wahai Ibnu Mas’ud! Janganlah kamu menampakkan kekhusyu’an dan kerendahan hatimu di hadapan manusia, padahal antara engkau dan Tuhanmu di batasi maksiat dan dosa, karena itu Allah SWT berfirman,”Allah Maha Tahu akan mata yang khianat dan apa-apa yang kamu sembunyikan di dalam dadamu!” (QS:40:19) 129]
Diriwayatkan bahwa Luqman al-Hakim berwasiat kepada anaknya, “Wahai anakku! Janganlah kamu memperlihatkan dirimu kepada manusia bahwa kamu takut kepada Allah padahal hatimu lacur” 130]
Rasulullah saww mengecam orang-orang yang menampakkan keshalihan, padahal jiwanya kotor penuh cinta akan dunia,”Celakalah orang-orang yang menutupi kecintaanya pada dunia dengan agama dan dia mengenakan pakaian bulu domba di hadapan manusia serta melembut-lembutkan kata-katanya. Kata-katanya lebih manis daripada madu padahal hati mereka laksana hati srigala. Allah berfirman: “Bagaimana dia bisa tertipu?” 131]
Rasulullah saww juga bersabda,”Sesungguhnya nanti di hari Qiyamat, orang-orang yang berbuat riya’ itu dipanggil: “Hai pendosa! Hai pengkhianat! Hai pelaku riya’! Telah sesat amalmu dan telah batal pahalamu! Pergilah kamu mengambil pahalamu kepada orang yang kamu telah beramal untuknya” 132]
Imam Khomeini rahimahullah telah membahas riya’ sedemikian lengkap termasuk tingkatan-tingkatan, jenis dan bahaya-bahayanya di dalam bukunya Empat Puluh Hadits. Bagaimana pun, tingkatan riya’ dari yang paling halus (ringan) sampai yang paling buruk, semuanya dapat merusak ibadah.
Imam al-Shadiq as berkata,”Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,“Aku adalah sebaik-baik sekutu. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku di dalam amal perbuatannya, maka tidak kuterima amalnya, kecuali yang ditujukan dengan ikhlas hanya kepada-Ku” 133]
Imam al-Shadiq as juga berkata,(di dalam hadis Qudsi) ”Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,“Barangsiapa yang beramal untuk-Ku dan untuk selain-Ku, maka amalnya untuk selain-Ku (bukan untuk-Ku)” 134]
Di dalam sebuah riwayat lainnya, Rasulullah saww bersabda,”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menerima amal yang di dalamnya ada seberat debu (dzarrah) saja dari riya’” 135]
Di dalam al-Qur’an, Allah SwT berfirman,”Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada-Nya” (QS 18:110), Imam Ja’far ash-Shadiq as menjelaskan: bahwa seseorang lelaki beramal bukan dengan niat mencari ‘wajah’ (keridhaan) Allah dari amalnya itu, tetapi dia mengharapkan pujian manusia dan ia malu jika ia mendengar manusia mencemoohkannya. Hal seperti ini adalah syirik di dalam peribadatan kepada Tuhannya” 136]
Imam Ali as berkata,”Ketahuilah! Bahwa riya’ itu syirik!” 137]
Di dalam riwayat lainnya, Imam al-Baqir as berkata,”Ditanyakan kepada Rasulullah saww tentang tafsir ayat QS:18:110, beliau menjawab: “Barangsiapa shalatnya ingin dilihat manusia, maka ia menjadi musyrik!…barangsiapa yang mengamalkan perintah-perintah Allah tetapi ingin dilihat manusia, maka ia telah menjadi musyrik!” 138]
Imam al-Shadiq as juga berkata,”Barangsiapa yang shalat, berpuasa, atau memerdekakan seorang budak atau pergi hajji, tetapi ingin dipuji manusia maka dia telah syirik di dalam amalnya, walaupun perbuatan ini merupakan syirik yang dapat diampuni” 139]
Rasulullah saww bersabda, “Barangsiapa membaca al-Qur’an tetapi ingin perbuatannya itu diketahui orang, maka dia akan menjumpai Allah di hari Qiyamat dengan wajah tanpa daging dan al-Qur’an akan memukul tengkuknya sampai ia masuk ke neraka dan tersungkur ke dalamnya bersama amalnya itu” 140]
Di dalam hadits lainnya, diriwayatkan bahwa Rasulullah saww bersabda,”Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili di hari Qiyamat adalah seseorang yang merasa telah mati sebagai syahid (martir). Maka ia datang, karena ia mengetahui besarnya pahalanya. Allah berfirman kepadanya,”Apa yang telah kamu perbuat di dunia?” Lelaki itu menjawab,”Aku telah berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid” Allah mengecamnya,”Kamu berdusta! Kamu berperang hanya ingin dikenal sebagai pemberani dan kamu telah memperoleh julukan itu!”. Akhirnya lelaki itu diseret dan dimasukkan ke neraka” 141]
Imam al-Shadiq as berkata,”Seseorang datang kepada Allah di hari Qiyamat dan berkata,”Wahai Tuhan, aku telah melakukan shalat demi mengharapkan “wajah”-Mu (keridhaan-Mu)” Maka dikatakan kepada orang itu,”Bahkan kamu shalat supaya dipuji-puji orang. Shalat orang ini tidak baik! Pergilah kamu dengan amalmu itu ke neraka!” 142]
Juga diriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Nabi saww, “Wahai Rasulullah! Amal yang bagaimana yang diterima (Allah)?” Jawab Nabi,“Bahwasanya engkau tidak beramal dengan ketaatan kepada Allah (hanya) karena menginginkan (balasan) dari manusia” 143]
Diriwayatkan dari Syaddad bin Aus, bahwa dia telah berkata, “Aku melihat Rasulullah saww menangis, maka kutanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkan engkau menangis?”
Nabi menjawab,”Sungguh aku tidak takut jika umatku berbuat syirik! Karena mereka tidak akan lagi menyembah patung, matahari, atau bulan, tetapi aku takut mereka berbuat riya’ di dalam amal (shaleh)nya” 144]
Pada intinya, semua amal ibadah yang dilakukan dengan riya’ akan merusak amal-amal ibadah tersebut. Ada pun tanda-tanda riya’ itu ada empat, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ali as,”Orang riya’ itu mempunyai empat tanda: (1) Malas beramal (ibadah) jika sendirian, (2) Rajin jika di hadapan manusia, (3) Menambah-nambah amal jika dipuji, (4) Mengurang-ngurangi amal jika tidak mendapat pujian” 145]
HAKIKAT RIYA’
Dari Zararah dari Abu Ja’far (al-Baqir) as, dia berkata,”Aku bertanya kepada beliau tentang seorang lelaki yang berbuat kebaikan supaya dilihat orang untuk diteladani orang lain. Imam menjawab,”Tidak apa-apa, jika seseorang menampakkan perbuatan baiknya kepada manusia, kecuali jika ia berbuat itu untuk memperoleh sesuatu (dari selain Allah)” 146]
Ditanyakan kepada Rasulullah saww,”Aku melihat seorang laki-laki yang melakukan amal kebaikan lantas manusia memujinya?”, Nabi menjawab: “Itu adalah kesenangan bagi seorang mu’min, yaitu kesenangan yang segera (‘ajilah), kesenangan dunia. Adapun kesenangan akhirat, Allah SWT berfirman,”Pada hari ini ada berita gembira untukmu, yaitu surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai” 147]
APA ITU ‘UJUB?
‘Ujub juga merupakan salah satu perkara yang dapat merusak ibadah.
‘Ujub adalah perasaan nikmat dan senang ketika seseorang melakukan perbuatan baik atau amal shalih, yang mana ia meyakini bahwa perbuatan baik itu sudah merupakan sifatnya dan dialah pelaku perbuatan baik tersebut, lalu ia mengagung-agungkannya dan menyukainya, serta memandang dirinya bebas dari seluruh kekurangan, sehingga ia merasa seolah-olah telah memberi kebaikan kepada Allah dengan perbuatan itu.
‘Ujub juga didefinisikan sebagai perasaan puas diri. Imam Ali as berkata, “Hati-hatilah kamu dari rasa bangga diri, karena yang demikian itu mengakibatkan kemurkaan (Allah) atasmu!” 148]
“Rasa bangga akan dirimu (yang berlebihan) merupakan salah satu yang dapat merusak akalmu” 149]
Karena perasaan seperti ini membuat seseorang merasa telah mencapai kesempurnaan diri, sehingga ia merasa tak perlu lagi memperbaiki dirinya, padahal sejatinya, kesempurnaan tak memiliki batas, sebagaimana perjalanan menuju Tuhan tidaklah memiliki ujung.
Dengan demikian seseorang mesti selalu dan selalu memperbaiki dirinya. Ia mesti senantiasa dalam keadaan sedang memperbaiki diri dan amal ibadahnya. Ketika seseorang merasa sempurna dan puas akan keadaannya, maka saat itu juga ia seperti sebuah pesawat terbang yang telah terbang tinggi lalu tiba-tiba mesin pesawat berhenti, maka sejak saat itu ia mulai turun dan menukik meluncur ke derajat ruhani yang paling rendah dan paling hina.
DUA JENIS ‘UJUB DAN BAHAYA BAHAYANYA
Secara garis besar ‘ujub ada dua jenis : ujub terhadap diri (al-nafs) dan ‘ujub terhadap pendapat atau pikirannya sendiri (ra’yihi), sebagaimana hadits yag diriwayatkan dari Imam al-Shadiq as, bahwa beliau berkata,”Barangsiapa yang ‘ujub (kagum dan bangga) akan dirinya pasti celaka! Dan barangsiapa yang ‘ujub pada pendapatnya (merasa paling benar) pasti celaka! Sesungguhnya (Nabi) ‘Isa putera Maryam as telah berkata,”Aku telah mengobati banyak orang sakit dan mereka semua sembuh dengan ‘izin Allah. Aku juga telah menghidupkan orang yang mati dengan seizin Allah. Akan tetapi (ketika) aku mencoba mengobati penyakit ahmaq, aku tak sanggup menyembuhkannya” Seseorang bertanya kepada Isa as,”Wahai Ruhullah (gelar Nabi Isa as), apakah itu penyakit ahmaq?”
Beliau menjawab, “(yaitu) orang yang ‘ujub pada pendapatnya dan menganggap karunia (Tuhan) seluruhnya adalah miliknya, tidak ada yang lebih unggul dari dirinya. Ia (juga) menganggap kebenaran seluruhnya hanya miliknya. Itulah penyakit ahmaq, yang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya” 150]
Allah SwT telah berfirman, “Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik amalnya yang buruk lalu dia meyakini amal itu baik” (Quran Surah 35 :
Al-Faidh al-Kasyani, di dalam tafsirnya al-Shafi, mengutip sebuah hadits dari kitab al-Kafi, yang diriwayatkan dari Imam al-Kazhim as, bahwa beliau ditanya tentang ‘ujub yang dapat merusak amal (ibadah), lalu beliau menjawab bahwa ‘ujub itu bertingkat-tingkat, di mana sang hamba menganggap baik amal buruknya, lantas ia menjadi bangga (‘ujub) akan amalnya tersebut, lalu dia meyakini amalnya itu baik…” 151]
Imam al-Shadiq as bercerita, “2 orang lelaki memasuki masjid. Salah seorang dari keduanya adalah ahli ibadah dan yang satunya lagi adalah seorang fasiq (gemar berbuat maksiat). Ketika keduanya keluar dari masjid, yang fasiq menjadi shiddiq (benar) sementara si ahli ibadah berubah menjadi fasiq. Yang demikian itu karena ketika si ahli ibadah memasuki masjid, ia bersandar pada ibadah-ibadahnya, begitulah yang ada dalam benaknya. Sedangkan si fasiq menjadi sadar akan ke-fasiq-kannya, lalu ia menyesalinya dan memohon ampun atas dosa-dosanya kepada Allah (selama ini)” 152]
Sang ahli ibadah telah ‘ujub terhadap amal-amal ibadahnya sehingga ia menjadi tercela dan jatuh ke jurang kefasikkan, sementara si fasiq dengan sungguh-sungguh bertaubat dari dosa-dosanya sehingga ia terangkat dan diampuni Tuhan.
Sedemikian halus dan liarnya gerak hati dan pikiran-pikiran kita, sehingga teramat penting bagi kita untuk senantiasa memperhatikannya dan mewaspadai akibat yang bisa ditimbulkan oleh penyakit-penyakit hati seperti ini, karena ‘ujub juga dapat merusak agama seseorang, sebagaimana hadits dari Imam al-Shadiq as: ”Yang dapat merusak agama adalah dengki (al-hasad), ‘ujub, dan congkak (al-fakhr)” 153]
Diriwayatkan bahwa Imam al-Shadiq as berkata,”Seseorang dari Bani Israel telah beribadat kepada Allah selama empat puluh tahun, tetapi tidak diterima amal ibadatnya, hingga akhirnya ia mencela dirinya sendiri. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya,”Celaanmu kepada dirimu sendiri itu adalah lebih baik daripada ibadatmu (yang kamu lakukan) selama 40 tahun” 154]
Di kalangan kaum sufi ada sekelompok orang yang menamakan diri mereka sebagai kelompok al-Malamatiyyah, yaitu orang-orang yang senantiasa mencela diri mereka sendiri. Mereka menganggap kecil ketaatan mereka dan senantiasa merasa berdosa, walau pun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang sangat taat dan shalih.
Imam Muhammad al-Baqir as juga diriwayatkan telah berkata, “Dengan menganggap kecil ketaatanmu yang banyak kepada Allah, itu sudah merupakan celaan terhadap dirimu sendiri dan yang demikian itu dapat membuka pintu pengampunan” 155]
Di riwayatkan dari Imam al-Shadiq as, bahwa Iblis telah berkata kepada bala tentaranya, “Jika kalian berhasil menundukkan Keturunan Adam dalam 3 hal, maka jangan pedulikan lagi apa pun yang mereka perbuat (setelah itu), karena semua perbuatan baiknya takkan diterima (oleh Allah) : (1) yaitu apabila ia berbuat baik lalu ia menganggap telah banyak berbuat amal shalih, (2) melupakan dosa-dosanya dan (3) dimasuki sifat ‘ujub (kagum kepada dirinya sendiri)” 156]
Ke-3 hal ini menjadi senjata paling ampuh bagi tentara setan untuk melumpuhkan manusia dan menjadikannya sebagai kawan-kawan mereka kelak di neraka. (na’udzu billah).
Imam Ali as berkata, “Tawa seseorang yang sadar akan dosanya adalah lebih baik ketimbang tangis seseorang yang merasa telah memberi keuntungan kepada Tuhannya (dengan ibadahnya)” 157]
Diriwayatkan bahwa (suatu waktu) Nabi ‘Isa al-Masih as bersabda kepada pengikut-pengikut setianya, “Wahai Hawariyun! Berapa banyak lampu yang padam akibat tiupan angin dan berapa banyak hamba-hamba Allah yang binasa akibat ‘ujub!” 159]
APA ITU AL FATRAH?
Rasulullah saww bersabda, “Yang merusak ibadah adalah al-fatrah” (Al-Bihar 77:61). Al-fatrah adalah sikap angin-anginan, yaitu kadang ia melakukan ibadah wajib, kadang ia meninggalkannya. Sikap seperti ini menunjukkan kurangnya pengenalan (ma’rifat) kepada Allah SwT. Oleh karena itu, kita wajib terus mengadakan pengenalan terhadap diri kita sendiri dan terhadap Tuhan, demi mencapai totalitas penghambaan kepada-Nya.
Dosa
Rasulullah saww bersabda,”Jauhkanlah dirimu dari menyeru kepada ketaatan sementara dirimu bermaksud kepada maksiat. Takutlah kamu akan kehancuranmu, karena sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman: “Wahai Manusia! Bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu dan takutlah kamu akan suatu hari yang seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak juga tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun” (QS:31:33) 160]
Ibadah seseorang dapat rusak akibat dosa yang dilakukannya, karena jika saja ia menganggap kecil dosanya, niscaya ia telah tertipu.
Imam al-Kazhim as berkata,”Sesungguhnya (Nabi) Isa al-Masih as telah berkata kepada al-Hawariyun (para sahabat dan muridnya yang setia): “Sesungguhnya menganggap kecil dosa dan meremehkannya adalah sebagian dari tipu daya Iblis. Dijadikanlah (oleh Iblis) (dosa-dosamu) remeh dan kecil dalam pandanganmu sehingga engkau kumpulkan dan memperbanyaknya sampai dosa-dosa itu meliputi dirimu” 161
Rasulullah saww bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaraka Ta’ala apabila menghendaki kebaikan bagi seorang hamba maka dijadikanlah dosa-dosanya selalu terbayang didepan matanya hingga dosanya ia rasakan berat dan ia selalu teringat (akan dosanya itu). Sebaliknya apabila Dia menghendaki keburukkan bagi seorang hamba maka dijadikanlah dia lupa akan dosa-dosanya” 162]
Imam al-Shadiq as berkata, “Takutlah kamu dari meremehkan dosa-dosa, karena yang demikian itu tidak terampuni!”, Ditanyakan kepada beliau: “Apa yang dimaksud meremehkan dosa?” Jawab Imam, “Seseorang yang telah berbuat dosa tetapi berkata: “Untung aku tidak melakukan (dosa) yang selain itu” 163] Ditanyakan kepada Amirul Mu’minin (Ali) as, “Apakah dosa yang paling besar dari dosa-dosa besar?” Beliau menjawab,”Merasa aman dari rencana (makar) Allah, dan putus asa dari rahmat Allah” 164]
Mungkin saja Anda tidak melakukan kesalahan atau dosa, akan tetapi merasa aman dari makar Allah merupakan pemikiran yang jelas-jelas keliru.
Di dalam sebuah hadits Qudsi, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman kepada nabi dan sahabat karib-Nya (khalilihi), Ibrahim as, “Apa yang membuat engkau sedemikian takut hingga gemetar?” Ibrahim menjawab,”Duhai Tuhan, bagaimana aku tidak gentar dan takut, sedangkan Adam, ayahku (nenek-moyangku) saw dulu berada dalam kedekatan dengan-Mu, dan dia Engkau ciptakan langsung dengan “tangan”-Mu, dan Engkau tiupkan ke dalam jasadnya Ruh-Mu, dan Engkau perintahkan para malaikat untuk sujud kepadanya. Namun hanya karena satu pembangkangan (maksiat) saja yang dia lakukan, maka Engkau keluarkan dia dari sisi-Mu”
Maka Allah pun mewahyukan kepadanya, “Wahai Ibrahim, tidakkah kau tahu, bahwa pembangkangan kekasih (al-habib) terhadap kekasihnya (al-habib) itu amat berat?” 165]
Bagaimana pun, hakikatnya, menurut kaum ‘urafa, tidak ada satu pun dosa yang kecil, semua dosa adalah besar, karena semua dosa adalah pembangkangan kepada Sang Khaliq, yang telah begitu banyak mengaruniai kita nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya, sebagaimana Rasulullah saww bersabda,”Allah mewahyukan kepada ‘Uzair as: “Jangan engkau pandang kecilnya dosa, tetapi pandanglah kepada siapa engkau melakukan dosa” 166]
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
Sumber : qitori
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar