Tafakur

Kenapa tak henti-hentinya dirimu melupakan Alloh?, Padahal sedetikpun Dia tak pernah melupakanmu, Kenapa tak henti-hentinya kau puja cinta yang tak sebenarnya?, Sedangkan Sang Maha Cinta tak pernah melepaskan Cinta-Nya darimu.

Menu

Berlangganan

Dapatkan Artikel Terbaru Sufizone

Masukkan Alamat Email Kamu:

Delivered by FeedBurner

Visitor

andromeda_galaxy_blog.jpg

Wahai Manusia! Beribadahlah kamu kepada Tuhanmu,

yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu

agar kamu bertaqwa”
(al-Qur’an Surah al-Baqarah [2] ayat 21)

Menurut penulis kitab Lisan al-‘Arab, ibadah bermakna ketaatan atau kepatuhan. 1]. Sedangkan menurut penulis kitab Majmu’ al-Bahrain, ibadah bermakna suatu ketekunan atas perbuatan yang diperintahkan dengannya. 2]

Dalam bahasa Indonesia, kata ibadah kerap diterjemahkan dengan penyembahan. Di dalam penyembahan, kata Murtadha Muthahhari, terdapat konsentrasi dan penyucian (taqdis). Rasa syukur dan pujian terhadap kesempurnaan juga sifat atau atribut aksidental dari ibadah. 3]

Penyembahan berarti keluar dari angan-angan sempit yang bersifat sementara kepada hal yang tiada batas. Dalam penyembahan terdapat sikap bertumpu kepada Allah semata. Dalam ibadah juga terdapat sejenis permintaan tolong dan permohonan kekuatan dari Sang Pencipta. Itulah maksud taqarrub atau mendekatkan diri yang sebenarnya. Di dalam niat shalat, kita menyebutkan qurbatan ila Allah, tidak untuk basa basi. Pada saat shalat, manusia benar-benar keluar dari impian-impian sepele dan kekanak-kanakan kepada al-Haq yang tiada batas dan Maha Sempurna. 4]

Semua makhluk, secara sadar atau tidak, selalu memuja atau menyembah sesuatu. Setiap orang memiliki tujuan dalam hati yang mengarahkan tindakannya. Satu-satunya yang penting dan nyata adalah yang meliputi dan memelihara dunia, yaitu Tuhan Sang Maha Pemelihara (rabb) yang diturunkan dari kata “rabb” yang memiliki arti memelihara. Jika kita tidak menyembah realitas puncak, maka kita tidak akan mengetahui makna takwa yang sebenarnya. Dan jika kita tidak mengetahui makna takwa, kita tidak tahu batasan-batasan kita, yaitu kapan keamanan berakhir dan kesusahan dimulai. Ibadah adalah salah satu ajaran terpenting yang disampaikan oleh para nabi dan utusan-utusan Tuhan. Ibadah juga merupakan salah satu ciri dari ajaran-ajaran seluruh para nabi mana pun.

LEBIH JAUH TENTANG MAKNA IBADAH
Untuk menjelaskan makna ibadah, dan untuk mendefinisikannya dengan benar, perlu disebutkan dua hal sebagai pengantar.

1. Ibadah terdiri atas perkataan dan perbuatan. Perkataan terdiri atas serangkaian kata dan kalimat yang kita baca, seperti memuji Allah, membaca Al-Qur’an atau membaca zikir atau doa yang lazim dibaca ketika melakukan salat, dan mengucapkan “Labbaik” selama haji. Sedangkan yang perbuatan adalah seperti berdiri, rukuk dan sujud ketika menunaikan salat, tawaf mengitari Ka’bah dan berada di Arafah dan Mahsyar ketika haji. Kebanyakan tindak ibadah, seperti salat dan haji, terdiri atas perkataan dan perbuatan sekaligus.

2. Perbuatan manusia ada dua macam. Sebagian perbuatan tidak memiliki tujuan yang jauh. Perbuatan seperti ini dilakukan bukan sebagai simbol sesuatu yang lain, melainkan dilaku­kan untuk mendapatkan efek alamiahnya sendiri. Misalnya, seorang petani melakukan kegiatan bertani untuk mendapat­kan hasil wajar dari kegiatannya itu. Kegiatannya tersebut dilakukan bukan sebagai simbol, bukan untuk mengungkapkan perasaan. Begitu pula dengan seorang penjahit yang melakukan kegiatan jahit-menjahit. Ketika kita melangkah ke sekolah, yang ada dalam benak kita tak lain adalah sampai di sekolah. Dengan perbuatan ini kita tidak bermaksud membawa tujuan lain atau makna lain.

Namun ada perbuatan yang kita lakukan sebagai simbol dari beberapa objek lain atau untuk mengungkapkan perasaan kita. Kita menganggukkan kepala sebagai tanda setuju, kita menunduk kepada seseorang sebagai tanda hormat kepada orang tersebut. Kebanyakan perbuatan manusia tergolong jenis pertama, dan hanya sedikit yang tergolong jenis kedua. Namun demikian, ada perbuatan yang dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kita atau untuk menunjukkan maksud lain. Perbuatan ini dilakukan menggantikan kata-kata, untuk mengungkapkan maksud.

Berdasarkan dua hal di atas, maka dapat kita katakan bahwa ibadah, baik yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata maupun tindakan, merupakan perbuatan yang memiliki makna. Melalui dedikasinya, manusia mengungkapkan suatu kebenaran. Juga, melalui perbuatan seperti rukuk, sujud, tawaf dan seterusnya, manusia ingin menyampaikan apa yang diucapkannya ketika membaca bacaan ibadah.

APA ITU ‘UBUDIYYAH?

Ibn ‘Athaillah qs mengatakan,”Perjanjian dari penghambaanmu adalah bahwa engkau mesti menjadi seorang hamba-Nya, tidak menjadi yang selain itu, dan engkau mengetahui bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini adalah hamba-Nya, sebagaimana Dia Yang Maha Tinggi berfirman, ”Tidak ada seorang pun baik di surga mau pun di bumi, melainkan datang kepada Sang Pengasih sebagai seorang hamba” 5]

Menurut al-Raghib al-Isfahani di dalam Mufradat al-Qur’an-nya, makna al-‘ubudiyyah adalah izhar al-tadzallul atau menampakkan kehinaan. Sedangkan ‘ibadah yang sesungguhnya merupakan manifestasi dari ‘ubudiyyah itu sendiri.

Menurut al-Fairuz Abadi, di dalam Qamus al-Muhith-nya, kata ‘abd, ‘abudah, dan ‘ubudiyyah memiliki satu makna, yaitu : ketaatan.

Di dalam al-Shihah-nya, al-Jauhari mengatakan bahwa akar ‘ubudiyyah adalah : al-khudlu’ dan tadzallul, yang artinya : ketundukkan dan kehinaan.

Sebagian ahli bahasa mengartikan al-‘ubudiyyah dengan makna : keridhaan atas apa yang Tuhan perbuat. 6]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketaatan memiliki dua makna yang mendasar yaitu : (1) Ketundukkan dan kehinaan, serta (2) Ketaatan.

Makna yang kedua merujuk kepada hadits, yang mana Imam al-Shadiq as telah berkata,”Barangsiapa yang taat kepada seseorang berarti ia telah menghamba kepadanya” 7]

Di dalam riwayat lainnya, Imam ‘Ali al-Ridha as berkata,”Barangsiapa yang mendengarkan seorang pembicara (al-Naathiq), sesungguhnya ia telah menghamba kepadanya, karena itu jika orang yang berbicara itu berbicara dengan pembicaraan dari Allah, berarti yang (mendengarkan dan mengikutinya) telah menghamba kepada Allah. Sebaliknya, barangsiapa yang berbicara dengan pembicaraan dari Iblis, maka yang (mendengarkan dan mengikutinya) telah menghamba kepada Iblis” 8]

Jadi, yang paling mendasar dari penghambaan (ibadah) adalah ketundukkan dan kepatuhan.

DUA TIPE IBADAH

Ada 2 tipe ibadah :

1. Ibadah karena paksaan atau tekanan.

Ini adalah maqam dari segala sesuatu dalam hubungannya dengan Sang Pencipta. Hal ini sangat alami dan kebutuhan semua hamba kepada Allah dalam term-term dari penciptaan dan penopang ibadahnya.

2. Ibadah karena pilihan.

Sebagaimana ‘ubudiyyah, hal ini pun memiliki berbagai tipe yang bervariasi, termasuk:

a) Seseorang yang secara legal adalah seorang budak [Itu berarti tidak bebas atau tidak merdeka].

b) Seseorang hamba dalam term eksistensinya. Penghambaannya ini hanya diperuntukkan kepada Allah [Dan ini merupakan esensi realitas dari seluruh penciptaan]

c) Seorang hamba yang menyembah dan melayani. Dalam hal ini, di sana ada yang menghamba kepada Allah dengan ikhlash, dan penghambaannya itu merupakan hasil pertimbangan hidupnya sendiri. 9]

Ibn ‘Athaillah qs mengatakan,”Tidak mungkin pengetahuan ma’rifat dapat muncul di dalam hati dan dapat dicapai oleh seseorang dengan berbagai cara kecuali dengan mentaati Tuhan, mencintai-Nya, dan beribadah kepada-Nya. Pengetahuan ma’rifat mesti dicari demi memperoleh ridha dan cinta-Nya, bukan dengan alasan selain itu, atau bukan dengan sekedar melakukan ketaatan-ketaatan lahiriah, yang terwujud disebabkan ketertarikan seseorang kepada materi (duniawi), atau pun karena mengharapkan pujian dan penghargaan orang lain, karena yang demikian itu adalah sikap munafik. 10]

IBADAH DAN KERENDAHAN HATI

Allah SwT berfirman,”Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (wijhah)(masing-masing). Yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam) kebaikan” (QS al-Baqarah ayat 148)

Menurut Raghib al-Isfahani, kata wijhah pada ayat di atas meliputi banyak hal, tidak hanya bermakna arah tetapi bahkan bermakna seluruh syari’at. Oleh karena itu, menurut al-Raghib, maksud ayat al-Qur’an di atas adalah bahwa setiap agama memiliki syari’at yang mengandung ciri dan keunikannya masing-masing. Ada perbedaan kata yang digunakan al-Qur’an untuk peribadatan atau ‘íbadah. Salah satu derivasinya adalah kata ‘ubudiyyah, yang berarti ungkapan kerendahan hati atau pengakuan rasa bersalah. Namun kata ‘ibadah sendiri memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar kerendahan hati. Walau pun demikian kerendahan hati menjadi dasar segala perwujudan ‘ibadah. Jadi, konsep ‘ibadah di dalam Islam berimplikasi pada kerendahan hati. Implikasi ini merupakan bagian yang paling esensial dari ajaran akhlaq Islam. Oleh karena itu, sikap sombong, congkak dan angkuh bertentangan dengan peribadatan dan akhlak Islam.

Beberapa kali al-Qur’an mencela sifat dan sikap sombong (istikbar) dan kebalikannya memuji perasaan lemah (‘istidl’af) dan ‘ubudiyyat.

Di dalam al-Qur’an, Fir’aun dan Setan mendapat sebutan mustakbir, orang yang congkak atau orang yang merasa besar diri. Hal ini mengimplikasikan langsung bahwa orang yang congkak atau merasa besar (mustakbir) serupa dengan Fir’aun atau Setan. Sebaliknya seorang hamba Tuhan sejati adalah seorang yang memiliki kerendahan hati dan percaya bahwa hanya Allah sajalah yang Maha Besar (Allahu Akbar). Ini merupakan rumusan yang paling mendasar dari penghambaan atau peribadatan dalam Islam. Siapa pun yang merasa memiliki kekuasaan atau pun kekuatan dalam dirinya, di mana ia menganggap kekuasaan mau pun kekuatannya dimilikinya secara mandiri, maka ia takkan pernah dapat mengekspresikan secara utuh penghambaannya kepada Tuhan. Seorang penghamba atau pelayan Tuhan sejati tidak memiliki sifat sombong dan egois dalam hatinya, walau sebutir debu sekali pun. Ini merupakan implikasi penting lainnya.

Konsep ini menolak kekuasaan mutlak seseorang atas manusia lainnya dan menciptakan semangat kesetaraan martabat manusia. Sebagaimana dikatakan dalam al-Qur’an,”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam!”( QS 17:70)

Sekali kita menyatakan bahwa hanya Allah saja Yang Maha Besar, maka hal ini berimplikasi langsung dengan pernyataan lainnya bahwa semua manusia adalah hamba-Nya yang rendah tanpa pembedaan derajat, warna kulit, keyakinan, atau pun ras. Allah SwT sendiri telah berfirman,“Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu”(QS 49 : 13).

Ini merupakan pernyataan yang sangat penting dari al-Qur’an dan merupakan pondasi dari konsep penghambaan dan peribadatan dalam Islam.

Semua manusia adalah sama dalam pandangan Tuhan, dari mana pun ia berasal dan ternyata perbedaan itu merupakan tanda pengenal antara satu dengan yang lainnya, sehingga tidak patut satu dengan lainnya saling berbangga atas dasar kebangsaan atau pun kesukuan. Kebanggaan seperti inilah yang dikatakan sebagai kebanggan jahiliyyah (‘ashabiyyah jahiliyyah).

Imam al-Shadiq as berkata,”Barangsiapa mempraktekkan ‘ashabiyyah, niscaya Allah lilit dia (‘ashabahu) dengan lilitan (‘ushbah) dari api neraka” 11]

Dalam pandangan Allah SwT, kemuliaan manusia dilihat dari besar kecilnya ketaqwaan seseorang. Semakin tinggi keketaqwaannya semakin mulia-lah ia di mata Tuhan. Siapa pun dari kalangan muslimin yang mengandalkan suku, keturunan, bangsa, atau pun kekayaannya menunjukkan kedangkalan pemahamannya tentang penghambaan (‘ibadah) kepada Allah. Karena, bagaimana pun juga sikap seperti itu bertentangan dengan konsep ‘ibadah dan ‘ubudiyyah yang sesungguhnya dalam Islam, sehingga tak seorang pun yang lebih tinggi atau lebih rendah dengan dasar suku, bangsa atau pun keturunannya. 12]

RESPON DARI MENGENAL TUHAN

Ibadah menempati kedudukan yang amat luhur dan tidak dianggap sebagai serangkaian ritual semata yang terpisah dari kehidupan sehari-hari dan hanya terkait dengan alam akhirat. Ibadah dalam Islam ditempatkan dalam konteks kehidupan dan merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari filsafat kehidupan Islam. 13]

Mengetahui bahwa Allah itu Esa, Zat Yang Maha Sempurna, memiliki sifat-sifat paling sempurna, tersucikan dari setiap cela atau cacat, dan mengetahui bahwa Dialah yang menciptakan dan memelihara alam dan bahwa Dia Maha Pengasih lagi Penyayang, memunculkan respon pada diri kita yang disebut ibadah. 14]

Allah SwT berfirman,”…dan hendaklah kamu menyembah-Ku (i’buduny), Inilah jalan yang lurus” (QS 36 : 61)

Inilah jalur langsung, garis lurus, ‘jarak’ terdekat antara dua titik, antara apa yang fana yaitu “kita” dengan yang Mahakekal yaitu Allah. Inilah jalan Islam, jalan penyerahan diri yang sejati. Diambil dari bahasa Arab, kata kerja ‘abada, yang diterjemahkan dalam ayat ini sebagai “menyembah”, jika diterapkan untuk jalan, berubah menjadi mu’abbad, yang berarti mulus dan laik pakai. Ketika seseorang beribadah (‘ibadah, dari akar kata yang sama), dalam pemujaan yang sesungguhnya, maka tak akan ada lagi aral rintangan dan jalan menuju Allah menjadi mulus dan mudah. Jadi jalan ini tidak terlihat layaknya sebuah garis meskipun kedua titiknya berhubungan. Kita baru bisa melihat garis ini jika kita menapaki jalan sampingannya, tetapi jika jalan itu sejajar dengan penglihatan mata kita, maka garis itu tidak lagi terlihat lurus. Hanya satu titik yang terlihat, titik itu adalah huruf ba pada bismillah (dengan Nama Allah) karena kita telah percaya kepada Nama Allah, dan Nama itu merupakan tanda panah ke arah tujuan tunggal. 15]

Ketika ibadah sudah mencapai titik puncak, maka tidak akan ada gesekan antara penyembah dengan yang disembah. Jika jalannya lurus (mu’abbad, suatu kata yang juga berakar sama dengan kata ibadah), maka perjalanannya pun akan mulus. Jika ibadah tidak dilakukan dengan mudah atau tidak selaras, maka ibadah itu hanya bersifat takhayul, sesat, dan ritualistis belaka. 16]

Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Sumber : qitori

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc


Related Post



0 komentar

Posting Komentar

Share this post!
Facebook Delicious Digg! Twitter Linkedin StumbleUpon

Share

Share |

Artikel terbaru

Do'a

اللهم إني أسألك إيمانا يباشر قلبي ويقيناً صادقاً حتى أعلم أنه لن يصيبني إلا ما كتبته علي والرضا بما قسمته لي يا ذا الجلال والإكرام

Translation

Artikel Sufizone

Shout Box

Review www.sufi-zone.blogspot.com on alexa.com How To Increase Page Rankblog-indonesia.com blogarama - the blog directory Active Search Results Page Rank Checker My Ping in TotalPing.com Sonic Run: Internet Search Engine
Free Search Engine Submission Powered by feedmap.net LiveRank.org Submit URL Free to Search Engines blog search directory Dr.5z5 Open Feed Directory Get this blog as a slideshow!