Kata uzlah sering sekali kita dengar di dunia tasawuf, uzlah sering diartikan pengasingan, menyepi, menyendiri dari keramaian. Hal itu merupakan suatu pola yang sangat perlu dilakukan oleh seorang murid/salik (orang yang menuju jalan Alloh). Dengan mengasingkan diri dari keramaian-keramaian manusia, dan lebih menfokuskan hati kepada Sang Kholiq. Seorang murid akan lebih mudah mencapai Ma’rifatulloh. Namun hal itu sangat sulit dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mempunyai keyakinan dan niat yang tinggi mendekat kepada Alloh.
Betapa tidak?orang yang uzlah secara otomatis akan meninggalkan seluruh kenikmatan-kenikmatan dunia yang banyak dicari dan dikejar-kejar oleh anak adam, apalagi pada zaman Modern seperti ini. Memang secara hakiki menyendiri (mengasing) tidak harus dengan berpisahnya jasad atau jasmani, melainkan yang lebih dititik beratkan adalah memisahkan hati, fikiran dan konsentrasi dari semua hal selain Alloh.
Dilihat dari segi lahiriyahnya, orang yang uzlah seolah-olah harus menjauh atau memisahkan diri dari manusia. Seorang suami yang menjadi pemimpin rumah tangga akan meninggalkan isteri, anak dan keluarganya. Seorang pemimpin atau imam akan meninggalkan masyarakat dan kaumnya. Seorang siswa atau pelajar akan meninggalkan tugasnya menuntut ilmu, dan lain sebagainya.
Bila kita tinjau dari pengertian tersebut, jelas itu akan terasa berat bagi kita bahkan bisa saja kita berfikiran dengan uzlah kita akan meninggalkan kewajiban-kewajiban syari’ah. Sehingga seolah-olah uzlah kita pandang sangat sulit padahal kita belum berusaha memasukinya.
Dikatakan dalam suatu riwayat, ada seseorang dating kepada Iman al-Jurayri dan menanyakan perhal tentang uzlah. Beliau menjawab “uzlah adalah kamu memasuki komponen-komponen orang banyak tetapi engkau masih menjaga hatimu dari bergumam dan berbaur dengan mereka. Hatimu berkomukasi serta berdialog dengan Alloh SWT”.
Dari situ bisa kita petik kesimpulan bahwa beruzlah tidak selamanya harus memisah dan menjauh dari manusia dan keramaiannya. Tetapi beruzlah adalah menjauhkan segala sesuatu (selain Alloh) dari jiwa kita.
Seorang murid yang sudah mempunyai niat serta keyakinan yang teguh untuk meuju ma’rifatulloh, dan kita harus senantiasa berjaga-jaga dari godaan syetan yang tak pernah berhenti. Selengkapnya bisa dibaca di Majalah SUFIZONE edisi-1 (Oktober 2009).
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Betapa tidak?orang yang uzlah secara otomatis akan meninggalkan seluruh kenikmatan-kenikmatan dunia yang banyak dicari dan dikejar-kejar oleh anak adam, apalagi pada zaman Modern seperti ini. Memang secara hakiki menyendiri (mengasing) tidak harus dengan berpisahnya jasad atau jasmani, melainkan yang lebih dititik beratkan adalah memisahkan hati, fikiran dan konsentrasi dari semua hal selain Alloh.
Dilihat dari segi lahiriyahnya, orang yang uzlah seolah-olah harus menjauh atau memisahkan diri dari manusia. Seorang suami yang menjadi pemimpin rumah tangga akan meninggalkan isteri, anak dan keluarganya. Seorang pemimpin atau imam akan meninggalkan masyarakat dan kaumnya. Seorang siswa atau pelajar akan meninggalkan tugasnya menuntut ilmu, dan lain sebagainya.
Bila kita tinjau dari pengertian tersebut, jelas itu akan terasa berat bagi kita bahkan bisa saja kita berfikiran dengan uzlah kita akan meninggalkan kewajiban-kewajiban syari’ah. Sehingga seolah-olah uzlah kita pandang sangat sulit padahal kita belum berusaha memasukinya.
Dikatakan dalam suatu riwayat, ada seseorang dating kepada Iman al-Jurayri dan menanyakan perhal tentang uzlah. Beliau menjawab “uzlah adalah kamu memasuki komponen-komponen orang banyak tetapi engkau masih menjaga hatimu dari bergumam dan berbaur dengan mereka. Hatimu berkomukasi serta berdialog dengan Alloh SWT”.
Dari situ bisa kita petik kesimpulan bahwa beruzlah tidak selamanya harus memisah dan menjauh dari manusia dan keramaiannya. Tetapi beruzlah adalah menjauhkan segala sesuatu (selain Alloh) dari jiwa kita.
Seorang murid yang sudah mempunyai niat serta keyakinan yang teguh untuk meuju ma’rifatulloh, dan kita harus senantiasa berjaga-jaga dari godaan syetan yang tak pernah berhenti. Selengkapnya bisa dibaca di Majalah SUFIZONE edisi-1 (Oktober 2009).
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar