Rasulullah bersabda:
اَلْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Sesungguhnya dengki (hasad) itu memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.”[46]
Menurut Imâm al-Ghazâlî kedengkian berarti menginginkan hilangnya karunia dari seseorang atau menginginkan turunnya musibah atas diri orang lain. Ini haram hukumnya. Tetapi, jika merasa iri dan ingin meniru seperti orang lain tanpa menginginkan hilangnya karunia dari diri orang tersebut atau turunnya musibah kepadanya, hal ini dinamakan persaingan sehat (munafasah). Dan hal seperti ini tidak dilarang oleh agama. Atau boleh saja mengharapkan hilangnya karunia dari seseorang, jika ternyata karunia tersebut dipergunakan untuk berfoya-foya dan berbuat durhaka kepada Allah. Namun apabila kemaksiatan telah hilang, ia tidak menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang tersebut.[47]
Sebab-sebab timbulnya kedengkian, di antaranya karena adanya sifat sombong, bermusuhan dan keadaan jiwa seseorang yang kotor (khabats al-Nafs), karena munculnya sifat kikir itu menyebabkan keinginan agar pihak lain tidak mendapatkan nikmat Allah, tanpa adanya tujuan yang benar. Menurut Imâm al-Ghazâlî hasud itu merupakan penyakit hati yang paling kronis, dan hanya dapat diobati dengan ilmu dan amal.[48]
Dari segi ilmu, seseorang itu harus menyadari bahwa kedengkian hanyalah akan merugikan diri sendiri, dan sedikitpun tidak akan merugikan orang lain yang telah didengkiin. Bahkan justru sebaliknya akan semakin menguntungkannya. Dikatakan merugikan karena kebaikan orang yang yang dengki akan terhapus dan juga akan mendapatkan murka Allah jika dilihat dari segi agama. Dan jika dilihat dari segi duniawi, orang yang mempunyai sifat dengki akan menderita karena orang yang telah didengki ternyata semakin jaya dan jauh dari kehancuran, yang diharapkan terkena musibah ternyata tidak turun kepadanya dan berbalik menimpa dirinya dengan sejumlah kesedihan dan kegelisahan. Hal ini justru menguntungkan pihak yang di dengki. Karena sesungguhnya karunia itu tidak akan musnah dengan rasa dengki seseorang. Tetapi justru semakin dilipatgandakan kebaikan-kebaikannya. Sebab, setiap waktu kebaikan dari seorang pendengki itu akan dipindahkan pada catatan kebaikan orang didengkinya, sehingga akhirnya merugi. Apalagi jika kedengkian itu disertai dengan cacian, jelas pihak yang didengki termasuk orang yang dizalimi, karena pendengki menginginkan agar pihak yang didengki kehilangan nikmat dunia, maka kelak di akhirat yang didengki justru mendapatkan nikmat akhirat dari perbuatan pendengki. Dalam kaitan ini pendengki jelas mendapatkan siksa dunia dan akhirat.
Orang yang dengki itu ibarat orang yang melempar batu pada musuh dan tidak mengenai sasaran, tetapi justru malah memantul mengenai matanya sendiri hingga buta. Perselingkuhan iblis semakin kokoh di sini. Karena hilangnya nikmat dan ridha Allah. Padahal jika seseorang itu ridha maka akan memperoleh pahala. Apalagi jika dengki itu sasarannya adalah ilmu dan wara’. Maka, bagi pencinta ilmu, pahalanya semakin besar.
Adapun terapi amaliahnya, harus mengetahui dan menyadari hukum dengki serta kata-kata dan perilaku yang menjurus pada perbuatan itu. Dengan mengamalkan sebaliknya, bahwa yang didengki itu mendapatkan nikmat. Sehingga yang didengki justru menjadi teman, rasa dengki menjadi hilang, bahkan bersih dari dosa dengan kepedihannya.
Secara umum sesorang itu tidak akan mau menyamakan kedudukan teman dan musuh. Bahkan dia benci bila salah seorang temannya mendapatkan musibah, tetapi tidak jika menimpa musuhnya. Demikian juga akan merasa gembira ketika salah satu temannya mendatkan nikmat, namun tidak pada musuhnya. Dalam hal ini Imâm al-Ghazâlî memberikan dua cara yang dengannya bisa menyebabkan seseorang itu menjadi bersikap sama antara teman dan musuh: [49]
a. Jangan menampakkan kedengkian terhadap musuh melalui ucapan, gerakan fisik, dan upaya-upaya yang telah umum dilakukan kepada musuh. Kalau perlu perlakukan sebaliknya, dari tindakan itu semua.
b. Hilangkan sifat tidak senang jika melihat nikmat Allah atas hamba-hamba-Nya musnah.
Itulah cara yang diberikan oleh Imâm al-Ghazâlî dalam mengatasi kedengkian.
Posting Komentar