Allah Swt. Berfirman:
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهُمْ (المائدة: ٥٣)
“Allah mencintainya dan mereka pun mencintai-Nya.”
Rasulullah Saw. Bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari yang lainnya.”
Abû Bakr al-Shiddiq r.a. berkata, "Barangsiapa merasakan kemurnian cinta kepada Allah, hal itu mencegahnya untuk mencari kehidupan duniawi dan menjadikan dirinya meninggalkan seluruh manusia."
Hasan al-Bashrî berkata, "Orang yang kenal Allah, pasti Allah mencintainya. Orang yang kenal dunia, la pasti hidup zuhud di dalamnya. Seorang mukmin tidak terkecoh kecuali dia lalai, bila bertafakur la sedih dan pilu."
Menurut Imâm al-Ghazâlî setiap yang lezat, enak, itu digandrungi, disenangi dan dicintai. Maksud dari kata "dicintai atau disenangi" adalah jiwa cenderung kepadanya atau digandrungi oleh jiwa. Kecenderungan yang amat kuat disebut keasyikan cinta. Maksud dari kata "dibenci" adalah jiwa berpaling darinya, tidak menyenanginya, karena menjemukan dan menyakitkan. Rasa benci yang mendalam disebut dendam.
Cinta adalah segala sesuatu yang dirasakan dengan segenap indera dan perasaan bisa selaras dengan perasaan dan itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Sebaliknya, yang bertentangan dengan indera, selera dan perasaan itu adalah sesuatu yang menyakitkan. Atau tidak sesuai, ataupun tidak bertentangan dengan indera, atau selera itu adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak pula menyakitkan. Setiap yang menyenangkan pasti disukai, artinya, jiwa yang terangsang olehnya pasti cenderung dan menggandrunginya. Dan itu tidaklah mustahil. Senang atau enak itu mengikuti indera, sedangkan indera itu terdiri dari dua macam: Indera lahir dan batin.
Indera lahir adalah pancaindera. Sudah barangtentu kelezatan mata itu adalah ketika melihat keindahan-keindahan, kelezatan yang dirasakan oleh telinga ketika mendengarkan alunan melodi yang indah, sedangkan kelezatan rasa dan penciuman adalah ketika merasakan makanan dan bau yang cocok. Sementara, kelezatan yang dirasakan oleh organ-organ tubuh lainnya, ketika mengenakan sesuatu yang halus lagi menyenangkan. Semua itu disenangi jiwa, atau jiwa itu gandrung kepadanya.
Indera batin adalah kehalusan (lathifah) yang terdapat di dalam kalbu. Kadang-kadang disebut akal-budi, kadang-kadang disebut cahaya, dan terkadang pula disebut indera keenam. Misalnya wewangian dan wanita terdapat unsur untuk disentuh, dicium dan dipandang. Sedangkan apa yang terdapat dalam shalat tidak dapat dirasakan atau diindera oleh pancaindera, tetapi hanya dapat dirasakan atau diindera oleh indera keenam yang terdapat dalam kalbu. Apa yang dirasakan dalam shalat tidak dapat diindera oleh orang yang tidak mamiliki kalbu, sebab Allah itu tertutup antara seseorang dan kalbunya.
Apabila seseorang itu mencintai selain Allah, seperti mencintai wanita, mencintai kerabat, negara, pakaian, anak angkat, karya dan ciptaannya, serta setiap yang berasal darinya dan dikaitkan kepadanya. Maka ia melupakan satu hal, yaitu semuanya hal di atas adalah ciptaan Allah Swt. Seluruh makhluk adalah hamba Allah. Jadi, mencintai seorang Rasul identik dengan mencintai-Nya, sebab beliau adalah seorang utusan yang dicintai-Nya dan sekaligus merupakan kekasih-Nya. Lalu, mengapa harus mencintai para sahabat? Karena mereka dicintai oleh Rasulullah Saw. dan mereka pun mencintai beliau. Mereka berkhidmat dan tekun mematuhi beliau. Cinta atau suka terhadap makanan, karena dapat menguatkan tubuh yang dapat mengantarkan kepada orang yang dicintainya. Mencintai dunia, semata karena merupakan bekal menuju Sang Kekasih.
Ketika memandangi bunga-bunga, sungai-sungai, cahaya dan keindahan-keindahan dengan penuh cinta, karena semua itu adalah ciptaan Allah Swt. Semua itu merupakan tanda-tanda keindahan dan kemuliaan-Nya, serta mengingatkan akan sifat-sifat-Nya yang terpuji yang memang dicintai dan disayangi.
Jadi, motivasi cinta (mahabbah) itu hanya dua: Pertama, ihsan dan kedua adalah puncak kemuliaan dan keindahan Allah yang berwujud kesempurnaan kemahamurahan, hikmah, ketinggian, kemahakuasaan dan kemahasucian Allah dari segala bentuk cacat dan kekurangan.
Tiada satu pun bentuk kebaikan dan perlakuan baik, kecuali bersumber dari-Nya. Tidak ada kemuliaan, keindahan dan kesucian kecuali milik-Nya. Seluruh kebaikan dan perilaku baik di alam semesta ini hanyalah satu di antara bentuk kemahamurahan-Nya, yang diarahkan kepada hamba-hamba-Nya dengan satu getaran, yang Dia ciptakan dalam kalbu seorang muhsin.
Jika seseorang itu telah mengetahui wujud cinta di atas maka indikasi antara lain: mendahulukan perintah Allah dari pada hawa nafsu, terwujudnya sikap takwa dan wara’, menjaga aturan-aturan syariat, rasa rindu untuk bertemu kepada Allah, lepas dari rasa takut mati dan ridha terhadap ketetapan Allah.
Posting Komentar