“Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku (berdoa kepada-Ku) maka akan masuk neraka Jahannam
dalam keadaan hina dina”
(al-Qur’an Surah al-Mu’min [40] ayat 60)
Rasulullah saww bersabda, ”Ibadah yang paling utama dari umatku setelah membaca al-Qur’an adalah berdo’a”, lalu beliau membaca ayat (di atas)…lalu sabdanya, ”Tidakkah engkau lihat bahwa berdo’a itu merupakan ibadah?” 1]
Salah satu kriteria orang congkak adalah orang yang merasa tidak membutuhkan Allah ‘Azza wa Jalla sehingga ia menganggap tidak perlu mengemukakan kebutuhan-kebutuhannya kepada-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Karena dia melihat dirinya serba cukup (istaghna)” (QS Al-’Alaq [96] ayat 7)
Salah satu penyebab arogansi kita adalah karena kita merasa sanggup mencukupi keperluan diri kita sendiri. istaghna di sini berarti menganggap diri kita tidak bergantung, kaya, dan mandiri. Keyakinan yang keliru bahwa kita bebas dari tuntutan kebutuhan akan membuat kita terputus, keluar dari tauhid dan terlepas (dari orbit penghambaan). 2]
Di dalam kitab al-Sahifah al-Sajjadiyah Imam al-Sajjad as berkata, ”Tuhanku, berdoa kepada-Mu adalah ibadah dan meninggalkannya adalah kesombongan”. Ini berarti bahwa salah satu kriteria orang yang sombong adalah orang yang tidak merasa butuh kepada Allah SwT dan itu merupakan kesombongan kepada-Nya.
Ibn ‘Atahillah qs mengatakan, ”Hanya orang bodoh yang meremehkan doa. Balasan akhir akan diperoleh di Akhirat, sedangkan doa akan hilang bersama akhir dunia ini. Maka lebih baik menekuni sesuatu yang tak tergantikan. Doa adalah apa yang Dia minta darimu, sedangkan jawaban adalah apa yang kamu minta dari-Nya. Tetapi apa perbandingan antara apa yang Dia minta darimu dengan apa yang kamu minta dari-Nya?” 3]
Doa merupakan ungkapan ibadah dan ekspresi ketaatan seorang pejalan ruhani. Doa juga merupakan pengakuan atas kelemahan dan keinginan kita untuk dapat menyaksikan-Nya. Sudah selayaknya doa dan ibadah-ibadah kita dimaksudkan demi menunjukkan keberhambaan kita dan pemenuhan hak-hak Allah.
KISAH MUHSIN QIRAATI DENGAN SEORANG PEMUDA
Pernah pada suatu hari seorang pemuda datang menemui Muhsin Qiraati, seorang pengajar agama di Iran yang tulus. Pemuda yang baru mempelajari beberapa istilah saja, namun kemudian menjadi sombong dan lupa diri.
Ia bertanya kepada Muhsin Qaraati,”Mengapa salat Subuh hanya dua rakaat?”
Muhsin Qaraati menjawab, “Saya tidak tahu, yang jelas, pasti ada dalilnya. Akan tetapi, kita tidak harus mengetahui dalil yang mendasari seluruh perintah Allah. Apalagi kalau kita rnenginginkan dalil-dalil tersebut diketahui sekarang ini juga.”
Beliau menambahkan, ”Dalam al-Quran, kita membaca bahwa tatkala posisi kiblat kaum Muslimin dipindahkan, Kami hendak mengetahui siapakah di antara mereka (yang setelah perpindahan kiblat itu) masih tetap mengikuti Nabi, dan siapa yang mencari-cari alasan dan membangkang perintah tersebut. Allah SwT berfirman,“Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot”. (QS al-Baqarah [2] ayat 143).
Dan kata beliau lagi, ”Apakah dalam Al-Quran tidak termaktub perintah kepada Nabi Ibrahim as untuk menyembelih puteranya sendiri, Ismail? Berkenaan dengan perintah tersebut, al-Quran mengemukakan bahwa semua itu dilakukan agar diketahui siapakah yang memang bersedia berkorban demi Kami?
“Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik..” (QS ash-Shâffât [37]: 105) 4]
Allah menjadikan pengabdian terhadap-Nya sebagai kewajiban atas diri kita, yang sejatinya adalah demi mengarahkan kita untuk membuat jalan menuju ke Surga-Nya.
Ketaatan kita tidak menguntungkan-Nya sedikit pun, dan kealpaan serta kemaksiatan kita juga tidak merugikan-Nya sedikit pun. Dia menyuruh kita berbuat taat dan melarang berbuat maksiat adalah semata-mata demi kepentingan kita sendiri, bukan untuk kepentingan-Nya.
Kemuliaan-Nya tidak bertambah ketika seseorang mendekatkan diri kepada-Nya dan demikian juga kemuliaan-Nya tidak berkurang ketika seseorang menjauhi-Nya.
Oleh karena itu membangkang kepada-Nya merupakan tindakan dan langkah yang bodoh dan dungu. Bagaimana pun juga berpaling dari penghambaan kepada-Nya adalah keburukkan yang teramat sangat.
Rasulullah saww bersabda, ”Sejelek-jelek seorang hamba adalah hamba yang sombong lagi congkak dan ia melupakan Kebesaran Yang Maha Tinggi” 5].
Di lain riwayat Nabi bersabda, ”Seburuk-buruk hamba adalah hamba yang sombong, melampaui batas, dan menindas dan ia lupa kepada Yang Maha Gagah lagi Maha Tinggi” 6].
Syekh Abdul Jabbar al-Nifari qs mengutip sebuah firman-Nya (dalam hadits Qudsi), ”Laksanakan saja apa yang menjadi perintah-Ku tanpa menoleh ke belakang. Jika demikian keadaanmu, kedudukanmu sama dengan Malaikat-Ku yang berkemauan teguh!” 7]
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
Catatan Kaki :
1] Mustadrak al-Wasail 5 : 159
2] Syaikh Fadlullah Haeri, Tafsir al-Qur’an, Juz ‘Amma, Surah al-‘Alaq ayat 7.
3] Ibn ‘Athaillah, al-Hikam, himkah no. 112
4] Muhsin Qiraati, Mencari Tuhan, Bab Ketauhidan, Ahlul Bayt Digital Islamic Library.
5] Bihar al-Anwar 72 : 201
6] Ibid
7] Syekh Abdul Jabbar al-Nifari, Al-Mawaqif wa al-Mukhathabat, Bab Makna al-Islam, hal. 41.
Sumber : qitori
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar