Quito R. Motinggo
Imam ash-Shadiq as berkata, “Para ahli ma’rifat itu (jasadnya) berada bersama orang-orang, sedangkan hatinya bersama Allah. Jika hatinya melupakan Allah selama sekejapan mata saja, ia akan mati karena merindukan-Nya. Ahli ma’rifat adalah kekasih Allah, penyimpan rahasia-rahasia-Nya, gudang bagi cahaya-cahaya-Nya, bukti belas kasih-Nya kepada ciptaan-Nya, sarana bagi ilmu-ilmu-Nya dan ukuran bagi karunia dan keadilan-Nya. Ia tidak membutuhkan orang atau suatu tujuan, atau dunia ini. Ia tidak mempunyai kawan dekat kecuali Allah, bersama Allah dan dari Allah. Sebab ia sering mendatangi taman kesucian-Nya dan diperkaya oleh karunia-karunia-Nya yang paling mulia untuknya. Ma’rifat adalah sebuah akar dan iman adalah cabangnya” 175]
Para ahli ma’rifat (‘urafa’) bukanlah manusia yang selalu menyendiri dari masyarakat. Mereka adalah orang-orang yang fisiknya menyatu dengan masyarakat manusia, tetapi hatinya menyatu dengan Tuhan. Mereka tidak pernah lalai dari berdzikir kepada Allah. Mereka adalah pencinta-pencinta sejati.
Imam Ali ar-Ridha as berkata, “Seandainya manusia mengetahui keutamaan-keutamaan yang ada di dalam ma’rifat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, niscaya dia tidak akan menujukan pandangannya kepada perhiasan-perhiasan yang Allah berikan kepada musuh-musuh-Nya dari bunga-bunga kehidupan duniawi. Karena dia akan tahu bahwa dunia mereka (musuh-musuh Allah) itu lebih rendah nilainya daripada debu tanah yang melekat di kaki mereka. Dan mereka pasti akan menikmati ma’rifat kepada Allah dengan kenikmatan yang belum pernah mereka rasakan seperti di kebun-kebun Surga bersama para kekasih Allah. Sesungguhnya ma’rifat kepada Allah ‘Azza wa Jalla itu adalah ketenangan di setiap duka dan sahabat disetiap kesendirian dan nur cahaya di setiap kegelapan dan kekuatan disetiap kelemahan dan juga obat bagi setiap penyakit!” 176]
Imam al-Shadiq as, “Jika rasa cinta (al-hubb) kepada Allah merasuki batin seorang hamba Allah, maka rasa itu akan mengosongkannya dari segala keasyikan kecuali ingatan kepada Allah. Orang yang mencintai itu adalah yang batinnya paling tulus tertuju kepada Allah di antara semua orang. Ia adalah yang paling jujur dalam berkata-kata, paling setia kepada janjinya, paling cerdik dalam perbuatan-perbuatannya, paling murni dalam ingatannya, dan paling besar pengorbanan dirinya dalam beribadah. Para malaikat saling bersaing dengan sesamanya untuk dapat berbicara dengannya, dan membual telah bertemu dengannya. Melaluinyalah Allah menjadikan bumi-Nya subur, dan karena menghormatinya, Allah menghormati hamba-hamba-Nya. Allah selalu memberi kepada hamba-Nya jika mereka memohon kepada-Nya, dan menghapuskan kesengsaraan dari hidup mereka dengan belas kasih-Nya. Jika orang-orang tahu bagaimana caranya mereka harus berdiri bersama Allah, mereka tidak akan berusaha mendekati-Nya kecuali melalui debu di kakinya.”
Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Rasa cinta kepada Allah adalah api yang tidak akan melalui sesuatu pun tanpa menghanguskannya. Cahaya Allah tidak akan mendatangi sesuatu pun tanpa menyinarinya. Langit Allah tidak akan mendatangkan awan tanpa menutupi apa pun yang ada di bawahnya. Angin Allah tidak akan meniup sesuatu tanpa menggerakkannya. Air Allah memberi kehidupan pada segala sesuatu, dan dari bumi Allah segala sesuatu tumbuh. Barangsiapa mencintai Allah, akan diberi segala kekayaan dan kekuasaan.”
Nabi saw. Bersabda, “Jika Allah mencintai seorang hamba di antara umatku, Dia memasukkan cinta kepadanya ke dalam hati semua sahabat-Nya, jiwa para malaikat-Nya dan para penjaga ‘Arsy-Nya, sehingga mereka semua mencintainya. Orang yang dicintai itu benar-benar mendapatkan limpahan kebahagiaan, dan akan dapat menjadi perantara kepada Allah di Hari Kebangkitan.” 177]
Muhyiddin Ibn ‘Arabi qs mengatakan, “Cinta adalah sepadan dengan penyingkapan dan penyingkapan adalah sepadan dengan ma’rifat. Jika siapa saja luluh dalam cinta dan otoritasnya dimanifestasikan di atasnya, maka ini adalah cinta alamiah. Bagi ahli ma’rifat sejati, cinta tidak meninggalkan jejak yang terlihat … pecinta ma’rifat itu hidup, abadi, merupakan ruh murni, dia tidak merasakan cinta yang datang kepadanya dengan sifat kemakhlukannya ; karena cintanya adalah ilahiah, keinginannya yang membara adalah ketuhanan, dibimbing oleh Nama-Nya Yang Maha Suci (al-Quddus) dari segala pengaruh kata-kata yang terlihat. Sebagai bukti akan hal ini, (ambil contoh) seseorang yang mencair dan menjadi seperti air : ketika dia tidak berada dalam keadaan cinta, dia tidak berada dalam kondisi ini. Dia adalah seorang pecinta (dalam realitas), tetapi dia tidak mencair sampai ia mendengar kata-kata syaikhnya, dan kemudian cintanya dibangkitkan di dalam dirinya. Cinta tidak mempunyai kekuasaan atas pecinta ini sampai dia dipengaruhi oleh ucapan yang disuarakan – cinta seperti itu adalah (cinta) alamiah, karena ia adalah sifat yang reseptif terhadap transformasi keadaan dan pengaruh … Jika ini Cinta Ilahi, dia tidak akan dipengaruhi oleh kata-kata fisik atau terganggu oleh “selubung” ini … Cinta Ilahi adalah ruh tanpa tubuh, cinta alami adalah tubuh tanpa ruh, cinta spiritual adalah tubuh dan ruh sekaligus. 178]
Imam Ja’far ash-Shadiq as berkata, “Allah adalah wali (kekasih, pelindung, pemimpin) bagi orang yang berma’rifat kepada-Nya dan musuh bagi orang yang menentang-Nya” 179]
Ibn ‘Arabi qs mengatakan, “Orang yang berada dalam cinta (al-habib) menderita dan tersiksa karena dia adalah pecinta, dan gembira karena dia adalah yang dicintai. Orang-orang ahli surga bergembira di dalamnya karena mereka dicintai, sedangkan para nabi di dunia ini menyatukan penderitaan dengan kegembiraan : penderitaan mereka datang karena mereka adalah pecinta, sedangkan kegembiraan mereka adalah karena mereka dicintai. 180]
Penderitaan pada tahapan ma’rifat bukan lagi bersifat fisik tetapi sudah pada taraf ruhani, dimana seorang pencinta sejati mengalami penderitaan yang disebabkan keterpisahannya dari Sang Terkasih. Tujuan kaum ‘urafa adalah pencapaian penyatuan atau kesatuan dengan Sang Terkasih.
Ibn ‘Arabi qs mengatakan, “Pecinta kebingungan di antara dua hal yang berlawanan : pecinta ingin menjadi sesuai dengan Kekasih dan juga ingin menyatu dengan-Nya, sehingga jika Kekasih hendak dipisahkan dari pecinta, maka sang pecinta berada dalam dilema. 181]
Cinta yang tidak menginginkan apa-apa untuk dirinya sendiri ini, barangkali merupakan jenis cinta yang paling sulit dicapai. 182]
Laa hawla wa laa quwwata illa billah
Sumber : qitori
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc



















Posting Komentar