“Pengetahuan tentang keadaan mistik
hanya ada dengan pengalaman aktual,
akal budi manusia tidak bisa merumuskannya,
tidak bisa dicapai dengan pengakuan apa pun oleh deduksi,
sebagaimana juga dalam hal pengetahuan tentang rasa madu,
kegetiran dari kesabaran, kebahagiaan hubungan seksual,
cinta, nafsu, atau keinginan, semuanya tidak mungkin
bisa diketahui kecuali seseorang dengan tepat memenuhi
atau mengalaminya secara langsung.”
(Ibn ‘Arabi, Al-Futuhat al-Makkiyyah I : 31)
MAHABBAH (cinta), diturunkan dari kata hibbat, yang merupakan benih-benih yang jatuh ke bumi di padang pasir. Sebutan hubb (cinta) diberikan kepada benih-benih di padang pasir tersebut (hibb), karena cinta adalah sumber kehidupan sebagaimana benih-benih merupakan asal mula tanaman. Karena, ketika benih-benih disebarkan di gurun pasir, mereka pun tersembunyi di bumi, dan hujan turun pada mereka dan matahari menyinari mereka dan dingin dan panas menyapu mereka, namun mereka tidak rusak oleh perubahan musim, tapi malah tumbuh dan berbunga dan memberikan buah. Demikian pula cinta, bilamana ia ada di hati, ia tidak rusak oleh kehadiran atau ketidakhadiran, oleh senang atau susah, oleh keterpisahan atau persatuan.
Yang lain mengatakan bahwa mahabbat diturunkan dari hubb, yang berarti “sebuah tempayan yang penuh dengan air yang tenang”, karena bilamana cinta berpadu di dalam hati dan memenuhi hati, di situ ada ruang lagi bagi pikiran tentang selain yang dicintai, sebagaimana Syibli mengatakan : “Cinta disebut mahabbat karena ia menghapus (tamhu) dari hati segala sesuatu kecuali yang dicintai. Menurut yang lainnya lagi, mahabbat diturunkan dari kata habb, jamak dari habbat, dan habbat adalah relung hati, di mana cinta bersemayam. Dalam hubungan ini, mahabbat disebut menurut tempat bersemayamnya, suatu prinsip yang banyak sekali contohnya dalam bahasa Arab.
Yang lain menurunkannya dari habab, “gelembung-gelembung air dan luapan-luapannya pada waktu hujan lebat,” karena cinta adalah luapan hati yang merindukan persatuan dengan sang kekasih. Sebagaimana badan hidup karena ruh, begitu pula hati hidup karena cinta, dan cinta hidup karena melihat dan bersatu dengan sang kekasih. Yang lain juga menyatakan bahwa hubb adalah sebutan terhadap cinta murni, karena orang-orang Arab menyebut putih murni mata manusia habbat al-insan, seperti halnya mereka menyebut hitam murni (relung) hati habbat al-qalb. Yang terakhir ini tempat cinta, yang pertama pandangan (penglihatan). Oleh karena itu, hati dan mata adalah lawan-lawan dalam cinta. 1]
Cinta merupakan bagian dari rasa yang muncul dari dalam hati yang paling dalam dan paling rahasia (al-sirr). Hati yang paling dalam ini, selain disebut al-sirr disebut juga al-habb, titik terdalam di pusat hati. Cinta adalah sesuatu yang membuat hati menjadi berenergi dan dinamis. Cinta disebut hubb, karena cinta merupakan sumsum (lubaab) kehidupan. 2]
(Dikutip dari Buku saya : Keajaiban Cinta, Penerbit Hikmah, Grup Mizan)
Sumber : qitori
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar