Penciptaan Allah yang paling sempurna di muka bumi adalah manusia. Di antara anugerah kelengkapan yang diberikan kepada manusia, adalah sebuah perasaan ajaib yang bernama CINTA. Cinta tidak mengenal batas usia, dan bisa datang kapan saja tanpa permisi dan tanpa kompromi. Cinta tidak bisa direkayasa, namun juga tidak tertolak, karena ia tumbuh begitu saja, dari lubuk hati yang paling dalam. Biasanya cinta muncul setelah melalui proses waktu dan proses saling berinteraksi. Meski ada juga orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Di dalam cinta, ada sebuah perasaan yang mengiringi, yaitu benci. Dua perasaan tersebut (baca: cinta dan benci) ibarat dua sisi dalam sekeping mata uang. Kedua-duanya merupakan sumber motivasi untuk melakukan hal-hal yang bersifat positif dan negatif. Dengan perasaan cinta yang membara, orang bisa melakukan hal-hal positif yang luar biasa, namun sebaliknya dengan perasaan benci yang memuncak, orang juga bisa melakukan hal-hal negatif yang luar biasa.
Meski cinta merupakan kelengkapan kodrati yang diberikan Allah, namun sesungguhnya di dalam cinta sarat muatan ujian yang dapat menggelincirkan pandangan hati kita dari-Nya. Karena itu dibutuhkan kemampuan berpikir jernih disertai keimanan yang kuat agar ketika cinta datang melanda, pikiran kita tidak tersumbat, kemudian terhanyut ke dalam pusaran yang akhirnya menenggelamkan kita ke dalam lautan kesesatan. Karena sebagaimana dinyatakan dalam hadis: “Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hamba-Nya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya.” (HR. Al Hakim).
Berarti cinta yang diridlai Allah adalah cinta yang proporsional secara kemanusiaan sekaligus proporsional secara spiritual. Barangkali kita bisa belajar dari Penyair sufi terkenal, Jalaluddin Rumi, yang mengatakan, untuk memahami kehidupan dan asal usul wujud dirinya, manusia mesti menggunakan jalan cinta. Masih menurut Rumi, cinta juga dikatakan sebagai suatu dorongan luhur yang membawa seseorang mencapai hakikat kehidupan yang baqa’. Bila demikian, berarti cinta merupakan jalan indah yang ditawarkan Allah, agar kita mengenal diri dengan baik sehingga pada gilirannya membuat kita semakin mengenal-Nya dan semakin mencintai-Nya.
Sumber : Titian Salikin
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Di dalam cinta, ada sebuah perasaan yang mengiringi, yaitu benci. Dua perasaan tersebut (baca: cinta dan benci) ibarat dua sisi dalam sekeping mata uang. Kedua-duanya merupakan sumber motivasi untuk melakukan hal-hal yang bersifat positif dan negatif. Dengan perasaan cinta yang membara, orang bisa melakukan hal-hal positif yang luar biasa, namun sebaliknya dengan perasaan benci yang memuncak, orang juga bisa melakukan hal-hal negatif yang luar biasa.
Meski cinta merupakan kelengkapan kodrati yang diberikan Allah, namun sesungguhnya di dalam cinta sarat muatan ujian yang dapat menggelincirkan pandangan hati kita dari-Nya. Karena itu dibutuhkan kemampuan berpikir jernih disertai keimanan yang kuat agar ketika cinta datang melanda, pikiran kita tidak tersumbat, kemudian terhanyut ke dalam pusaran yang akhirnya menenggelamkan kita ke dalam lautan kesesatan. Karena sebagaimana dinyatakan dalam hadis: “Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah hendaklah dia mengamati bagaimana kedudukan Allah dalam dirinya. Sesungguhnya Allah menempatkan hamba-Nya dalam kedudukan sebagaimana dia menempatkan kedudukan Allah pada dirinya.” (HR. Al Hakim).
Berarti cinta yang diridlai Allah adalah cinta yang proporsional secara kemanusiaan sekaligus proporsional secara spiritual. Barangkali kita bisa belajar dari Penyair sufi terkenal, Jalaluddin Rumi, yang mengatakan, untuk memahami kehidupan dan asal usul wujud dirinya, manusia mesti menggunakan jalan cinta. Masih menurut Rumi, cinta juga dikatakan sebagai suatu dorongan luhur yang membawa seseorang mencapai hakikat kehidupan yang baqa’. Bila demikian, berarti cinta merupakan jalan indah yang ditawarkan Allah, agar kita mengenal diri dengan baik sehingga pada gilirannya membuat kita semakin mengenal-Nya dan semakin mencintai-Nya.
Sumber : Titian Salikin
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar