Tafakur

Kenapa tak henti-hentinya dirimu melupakan Alloh?, Padahal sedetikpun Dia tak pernah melupakanmu, Kenapa tak henti-hentinya kau puja cinta yang tak sebenarnya?, Sedangkan Sang Maha Cinta tak pernah melepaskan Cinta-Nya darimu.

Menu

Berlangganan

Dapatkan Artikel Terbaru Sufizone

Masukkan Alamat Email Kamu:

Delivered by FeedBurner

Visitor

Mei 17

cinta-penghambaan.jpg

Tidaklah engkau mencintai sesuatu melainkan
engkau menjadi hambanya, tetapi Allah
tidak suka jika engkau menjadi hamba bagi selain-Nya

~ Ibn ‘Athaillah, Hikmah ke 222

Ketika ibadah sudah mencapai titik puncak, maka tidak akan ada gesekan antara penyembah dengan yang disembah. Jika jalannya lurus (mu’abbad juga berarti rata, suatu kata yang juga berakar sama dengan kata ibadah), maka perjalanannya pun akan mulus. Jika ibadah tidak dilakukan dengan mudah atau tidak selaras, maka ibadah itu hanya bersifat takhayul, sesat, dan ritualistis belaka. 140]

Cinta yang agung adalah cinta yang bersifat penghambaan dan pemujaan. Inilah maqam tertinggi dari para pencinta sejati, sebuah ekspresi dan representasi dari kedahsyatan dan kedalaman cinta.

Di dalam penghambaan terdapat kekhusyu’an, penyucian, rasa syukur dan pengangungan terhadap kesempurnaan Yang Dicinta.

Pada tataran ini, seorang pencinta yang telah mampu menanggalkan ‘kedua terompahnya’ (cinta diri dan cinta dunia) sebagaimana yang dilakukan Musa as di lembah Thuwa’, akan mampu menemukan dirinya dalam keterasingan. Kesadarannya yang sedemikian tinggi mampu menangkap hakikat kebergantungannya pada Tuhan, yang dicintainya.

Pengabdiannya pada Tuhan semata-mata karena pemahaman dan kesadarannya akan Cinta dan Kasih Tuhan yang jauh lebih besar dari cinta yang telah ia persembahkan pada-Nya. Dia telah ‘menemukan’ (wajd) ketidak mampuannya untuk mewujudkan cinta yang lebih besar lagi dari Cinta Tuhan kepadanya.

Setelah ia ‘menemukan’ ketak berdayaannya itu, ia mulai menyadari hakikat penghambaan (‘ubudiyyah), seolah ia hendak berkata, “Wahai Kekasih, tak ada lagi ekspresi cinta yang kumiliki yang lebih besar ketimbang penghambaan total kepada-Mu semata, walau itupun masih terlihat kurang dibanding Cinta-Mu kepadaku.”

Sang pencinta telah menyaksikan (syuhud) Sang Kekasih dalam segala manifestasi kebaikan, keluhuran, pengemban segala cinta, cahaya di atas cahaya, kebahagiaan di atas kebahagiaan.

Sang pencinta telah melucuti (takhalla) seluruh sifat-sifat dirinya, rasa takut, sedih dan bahkan kegembiraannya. Ia sepenuhnya telah terserap ke dalam Yang Dicinta.

Sang pencinta menembus (khalla) Yang Dicinta, sementara Yang Dicinta menyerap sang pencinta.

MAQAM KHALIL IBRAHIM AS
Rasulullah saww bersabda,“Tidaklah Allah mengambil Ibrahim sebagai Khalil-Nya, melainkan karena (dua sebab) : beliau suka memberi makan kepada orang yang lapar dan (kedua) beliau senantiasa melakukan shalat malam ketika manusia sedang lelap tertidur.” 141]

Ibn ‘Arabi qs mengatakan, “Ibrahim disebut bersahabat (khalil) dengan Allah karena ia telah takhallala dan menembus (khala) semua sifat esensi Ilahi.” 142]

Takhallala mempunyai makna yang beragam, antara lain : mengosongkan, menyendiri, menetapi, bersandar, bergantung, melepaskan, menyerahkan, membebaskan, atau membersihkan.

Mungkin yang bisa dipahami dari seluruh makna takhallala berkaitan dengan Ibrahim as adalah kegemaran Ibrahim as berkhalwat (menyendiri) hanya dengan Tuhannya dalam suasana sunyi (shalat lail).

Beliau menetapi kebiasaan ini seraya mengosongkan dirinya dari seluruh sifat-sifatnya, melepaskan ketundukkan kepada selain-Nya, hanya bergantung dan bersandar kepada-Nya, sambil membebaskan dan membersihkan dirinya dari seluruh bentuk egoisme, lalu ia berserah (taslim) sepenuhnya kepada Tuhannya.

Ibn ‘Arabi qs mengatakan, “Dengan cara yang sama, warna menembus apa yang diwarnainya, dengan menunjukkan bahwa aksiden dalam hubungan dengan substansinya bukan sebagai sesuatu dan ruang yang ditempatinya.”143]

Ketika zat pewarna menembus air (zat yang diwarnai), kita tidak lagi melihat zat pewarna menempati ruang zat yang diwarnai. Inilah makna kata khalla atau menembus yang dimaksud.

Tidakkah Anda memahami bahwa Realitas tampak melalui sifat-sifat wujud nisbi, ketika Dia memberitahukan kita tentang Diri-Nya, bahkan melalui sifat-sifat kekurangan atau kesalahan?

Tidakkah Anda memahami bahwa wujud ciptaan tampak melalui sifat-sifat Realitas, dari awal hingga akhir, semuanya menjadi tepat, bahkan saat sifat-sifat wujud ciptaan sesuai dengan Realitas? 144]

Kita mengetahui bahwa kapan pun sesuatu menembus yang lain, ia diasumsikan menjadi yang lain. Perantara yang menembus tersamarkan oleh yang ditembus, objek penembusan. 145]

Manusia seperti gambar holografis, yang secara potensial ia bisa menjadi cermin dari Yang Maha Wujud, asalkan ia mau memilih pilihan ini. Holograf merupakan sebuah gambar yang dihasilkan di atas sebuah piring fotosintesis melalui penggunaan sinar laser.

Sebuah gambar holografis tidak hanya mencerminkan objek asalnya, tetapi juga bertingkah laku seolah gambar itu adalah obyeknya sendiri. Kemampuan untuk menjadi cermin Yang Mahawujud tergantung pada tingkat keinginan seseorang untuk tunduk, menyerahkan diri, dan taat kepada Allah. 146]

Ibn Al- Arabi menjadikan penghambaan sebagai kualitas tertinggi dalam diri manusia. Penghambaan sempurna menuntut adanya peniadaan diri secara menyeluruh di hadapan sesuatu yang benar-benar hakiki. Mengklaim sedikit saja derajat ketuhanan, seperti kata Ibn Al- Arabi, berarti menempatkan diri dalam situasi yang sangat berbahaya. 147]

CINTA LEBIH TINGGI DARI TAKUT
Imam Ja’far al-Shadiq as berkata, “(Maqam) Cinta itu lebih utama dari (maqam) takut (al-khauf)148]

Di dalam kitab al-Khishal, Syaikh ash-Shaduuq rahimahullah, meriwayatkan sebuah hadits bahwa Takut itu (al-khauf) ada lima macam : khauf, khasiyah, wajila, rahbah, dan haibah.

Adapun al-khauf itu adalah bagi orang-orang yang berbuat maksiat, sedangkan khasiyah adalah bagi orang-orang yang berilmu (al-‘alimin), al-wajil bagi orang-orang yang tunduk patuh (al-mukhbitin), al-rahbah bagi orang-orang yang rajin beribadah (al-abidin), dan al-haybah bagi orang-orang yang berma’rifat (al-‘arifin).

Mengenai istilah yang pertama, al-khauf, takut yang dikarenakan dosa-dosanya. Dalam hal ini Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Dan bagi orang yang takut akan kedudukkan Tuhannya ada dua surga (untuknya).” (QS 55 : 46)

Untuk istilah yang kedua, al-khasiyah, takut yang dikarenakan melihat kekurangan (beramal ibadah). Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS 35 : 28)

Untuk istilah yang ketiga, al-wajil, takut dikarenakan meninggalkan kekhidmatan (pelayanan yang pantas) kepada Allah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka (karena takut).” (QS 8 : 2)

Istilah yang keempat, al-rahbah, takut dikarenakan merasa kekurangan (ma’rifat kepada Allah). Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Dan mereka memohon (berdo’a) kepada Kami dengan rasa harap dan cemas (takut)” (QS 21 : 90)

Terakhir, yang kelima, al-haybah, yaitu, takut yang dikarenakan penyaksian (syahadah) kepada Allah di saat tersingkapnya rahasia-rahasia (kasyful asrar) – rahasia-rahasia kaum ‘arifin – Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Allah memperingatkan kamu akan diri-Nya (nafsahu)” (QS 3 : 30) 149]

Saya pikir, penjelasan yang diriwayatkan oleh Syekh Shaduuq ini-lah yang paling jelas dan menghapus kontradiksi di dalam istilah al-khauf dalam hadits-hadits yang diriwayatkan dari para Imam Ahlul Bait as.

Dari penjelasan tersebut di atas kita bisa mengetahui bahwa maqam takut (al-khauf) di dalam perkataan Imam Ja’far al-Shadiq as,” ”(maqam) Cinta itu lebih utama dari (maqam) takut (al-khauf)” bisa saja salah satu dari istilah yang pertama sampai istilah yang keempat. Tetapi tentu saja bukan dalam pengertian yang kelima. Karena pada pengertian yang kelima ini, rasa takut di sini berada di atas maqam cinta. 150]

Mengenai takut (al-khauf) pada pengertian kelima ini Rasulullah saww bersabda, “Orang yang paling mengenal Allah adalah orang yang paling takut kepada Allah.” 151].

Inilah maqam takut para ahli ma’rifat. Saya melihat banyak orang yang terkecoh di dalam pengkajian istilah al-khauf ini.

DIANGKAT DARI MAQAM TAKUT KE MAQAM CINTA
Pada pengertian takut yang pertama sampai yang keempat, seorang pejalan ruhani bisa saja diangkat oleh Allah ‘Azza wa Jalla ke maqam yang lebih tinggi, maqam Cinta misalnya, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saww : “Barangsiapa yang penghidupannya dari harta yang haram, maka Allah tidak menerima sedekahnya, tidak menerima amalnya di dalam memerdekakan budak, tidak juga menerima hajji dan umrahnya dan Allah mencatatnya amalnya yang banyak dengan kebatilan dan tiada tersisa amalnya setelah kematiannya sehingga ak­hirnya ia digiring ke neraka. Tetapi jika ia meninggalkan usaha haramnya itu karena takut kepada Allah, niscaya (Allah) masukkan ia ke dalam cinta-Nya dan rahmat-Nya dan diperintah­kan kepadanya untuk masuk ke surga.” 152]

Orang yang berusaha menghindar mencari penghidupan dengan cara yang haram karena takut kepada Allah niscaya Allah angkat ia ke maqam Cinta dan dimasukkan ke dalam rahmat kasih sayang-Nya.

Hal ini dikarenakan sulitnya mencari penghidupan yang halal. Di dalam hadits lainnya, bahkan Rasulullah saww menyebutkan bahwa mencari penghidupan yang halal merupakan sembilan persepuluh dari keseluruhan ibadah.

Rasulullah saww bersabda, “Ibadah itu ada sepuluh bagian, yang sembilan bagian ada pada mencari penghidupan yang halal.” 153]

Juga dalam hadits lainnya, Rasulullah bersabda, “Ibadah itu ada tujuh puluh bagian, yang paling utama adalah mencari penghidupan yang halal.154]

Dengan tegas dan jelas Rasul saww mengatakan bahwa dari tujuh puluh macam ibadah yang ada, mencari penghidupan (rezeki) yang halal-lah yang paling utama dari semuanya.

Pada masa ini banyak orang ramai-ramai beribadah, pergi hajji, bersedekah, berinfak, shalat malam, bahkan banyak ikut berdzikir berjama’ah, tetapi mereka hidup dan makan dari harta haram. Inilah yang terjadi di sekitar kita! Na’udzu billahi min dzalik. Kita berlindung dari hal yang demikian.

Sebaliknya, kita melihat orang-orang yang sedikit beribadah sunnah, atau bahkan hampir tidak pernah melakukan ibadah-ibadah sunnah, tetapi mereka ini adalah pejuang-pejuang keluarga, mencari nafkah dan penghidupan yang halal.

Jumlah yang mereka dapatkan sangatlah minim, tetapi mereka puas dan bahagia karena mereka bersyukur terhindar dari hasrat untuk melakukan korupsi, manipulasi atau pun segala bentuk pencarian atau pun pencurian dari harta-harta yang bukan hak mereka.

Sudah semestinya kita bangga dan kagum atas orang-orang seperti ini. Dan kita berharap dan berdo’a agar termasuk orang-orang yang takut mencari penghidupan dari harta yang haram. Amin ya Ilahi Rabbi!

Kami adalah milik-Nya sebagaimana telah ditunjukkan,
Seperti juga kami adalah milik kami sendiri.
Dia tidak memiliki suatu kejadian selain milikku,
Kami adalah milik-Nya dan kami adalah melalui kami sendiri.
Aku memiliki dua aspek, Dia dan aku,
Tetapi Dia bukanlah aku di dalam aku-ku.
Di dalam aku adalah sandiwara manifestasi-Nya,
Dan kami adalah untuk-Nya sebagai wadah.

(Ibn ‘Arabi, Fusus al-Hikam hal. 128)

Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Sumber : qitori

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc


Related Post

Zona Artikel 2
Zona Tasawuf


0 komentar

Posting Komentar

Share this post!
Facebook Delicious Digg! Twitter Linkedin StumbleUpon

Share

Share |

Artikel terbaru

Do'a

اللهم إني أسألك إيمانا يباشر قلبي ويقيناً صادقاً حتى أعلم أنه لن يصيبني إلا ما كتبته علي والرضا بما قسمته لي يا ذا الجلال والإكرام

Translation

Artikel Sufizone

Shout Box

Review www.sufi-zone.blogspot.com on alexa.com How To Increase Page Rankblog-indonesia.com blogarama - the blog directory Active Search Results Page Rank Checker My Ping in TotalPing.com Sonic Run: Internet Search Engine
Free Search Engine Submission Powered by feedmap.net LiveRank.org Submit URL Free to Search Engines blog search directory Dr.5z5 Open Feed Directory Get this blog as a slideshow!