sufizone : 22. MENYAKSIKAN YANG HAK MELALUI keadaan KEDAMAIAN YANG DATANG dari PELEPASAN SEGALA KEDUNIAAN DAN MELALUI DZAUK.
Nabi s.a.w bersabda, “Satu ilham Ilahi yang memutuskan seseorang dari dunia ini dan karunia atas seseorang akan kenyataan atau cermin sifat-sifat Tuhan, menampakkan kepada seseorang keesaan Ilahi, lebih baik dari pengalaman dunia dan akhirat”. Dan, “Orang yang tidak mengalami dzauq (keghairahan) yang darinya menerima kenyataan ma'rifat Ilahi dan yang hak adalah tidak hidup”.
Banyak ayat-ayat dan hadis-hadis serta perkhabaran dari wali-wali menceritakan keadaan ini.
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun”. (Surat az-Zummar, ayat 22 & 23).
Junaid al-Baghdadi berkata, “Bila ddzauq (keghairahan) bertemu dengan kenyataan Ilahi di dalam diri seseorang, dia itu berada di dalam keadaan samada kelezatan yang amat sangat atau kesedihan yang mendalam”.
Ada dua jenis ddzauq:ddzauq lahiriah dan auk rohaniah. dzauq lahiriah adalah hasil dari ego diri. Ia tidak memberi kepuasan secara rohaniah. Ia dipengaruhi oleh pancaindera. Sering kali ianya kepura-puraan, berlaku agar dilihat atau diketahui oleh orang lain. dzauq jenis ini tidak berharga sedikit pun karena ianya disengajakan, dengan kehendak atau niat: orang yang mengalaminya masih merasakan yang dia boleh berbuat dan memilih (tidak ada fana padanya). Tidak guna menganggap penting pengalaman yang demikian.
dzauq kerohanian, Bagaimanapun, keseluruhannya berbeda, keadaan yang dihasilkan oleh pengaliran tenaga kerohanian yang melimpah ruah. Secara biasa, pengaruh luar – separti puisi yang indah yang dibaca, atau Quran dibaca dengan suara yang merdu, atau keghairahan yang dicetuskan oleh upacara zikir sufi – boleh mengakibatkan peningkatan kerohanian. Ini berlaku karena pada ketika itu penentangan lahiriah seseorang dihapuskan, kehendak dan kekuatan akal untuk memilih diatasi. Bila kekuatan badan dan fikiran sudah dilemahkan keadaan dzauq adalah semata-mata bersifat kerohanian. Meneruskan perjalanan dengan pengalaman yang demikian sangat besar gunanya bagi seseorang.
Banyak ayat-ayat dan hadis-hadis serta perkhabaran dari wali-wali menceritakan keadaan ini.
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun”. (Surat az-Zummar, ayat 22 & 23).
Junaid al-Baghdadi berkata, “Bila ddzauq (keghairahan) bertemu dengan kenyataan Ilahi di dalam diri seseorang, dia itu berada di dalam keadaan samada kelezatan yang amat sangat atau kesedihan yang mendalam”.
Ada dua jenis ddzauq:ddzauq lahiriah dan auk rohaniah. dzauq lahiriah adalah hasil dari ego diri. Ia tidak memberi kepuasan secara rohaniah. Ia dipengaruhi oleh pancaindera. Sering kali ianya kepura-puraan, berlaku agar dilihat atau diketahui oleh orang lain. dzauq jenis ini tidak berharga sedikit pun karena ianya disengajakan, dengan kehendak atau niat: orang yang mengalaminya masih merasakan yang dia boleh berbuat dan memilih (tidak ada fana padanya). Tidak guna menganggap penting pengalaman yang demikian.
dzauq kerohanian, Bagaimanapun, keseluruhannya berbeda, keadaan yang dihasilkan oleh pengaliran tenaga kerohanian yang melimpah ruah. Secara biasa, pengaruh luar – separti puisi yang indah yang dibaca, atau Quran dibaca dengan suara yang merdu, atau keghairahan yang dicetuskan oleh upacara zikir sufi – boleh mengakibatkan peningkatan kerohanian. Ini berlaku karena pada ketika itu penentangan lahiriah seseorang dihapuskan, kehendak dan kekuatan akal untuk memilih diatasi. Bila kekuatan badan dan fikiran sudah dilemahkan keadaan dzauq adalah semata-mata bersifat kerohanian. Meneruskan perjalanan dengan pengalaman yang demikian sangat besar gunanya bagi seseorang.
“Dan orang yang menjauhi berhala-hala dari menyembahnya dan kembali kepada Allah adalah bagi mereka khabar yang menggirangkan. Oleh itu girangkanlah hamba-hamba-Ku. Yang mendengar perkataan lalu menurut yang sebaik-baiknya. Merekalah orang-orang yang dipimpin oleh Allah dan mereka itu ialah orang-orang yang mempunyai fikiran”. (Surat az-Zumar, ayat 17 & 18).
Nyanyian merdu burung-burung, keluhan pencinta, adalah sebahagian dari penyebab luar yang menggerakkan tenaga kerohanian. Dalam keadaan tenaga kerohanian yang demikian syaitan dan ego tidak boleh campur tangan; iblis bartindak di dalam alam kegelapan perbuatan-perbuatan yang muncul dari ego diri dan tidak boleh berbuat apa-apa di dalam alam kemurahan dan keampunan yang bercahaya. Dalam alam kemurahan dan keampunan Allah, syaitan menjadi cair laksana garam di dalam air, sama separti ia hilang apabila dibaca:
“La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim” – Tiada daya dan upaya melainkan dengan Allah Yang Maha Tinggi, Maha Mulia.
Pengaruh-pengaruh yang merangsangkan dzauq kerohanian diterangkan oleh hadis, “Ayat-ayat Quran, puisi yang berhikmah dan ajaib mengenai cinta dan bunyi serta suara kerinduan menyalakan wajah roh”.
dzauq sebenar adalah hubungan cahaya dengan cahaya bila roh insan bertemu dengan cahaya Ilahi. Allah berfirman:
“Yang suci untuk yang suci pula”. (Surat an-Nuur, ayat 26).
Jika dzauq datang dari rangsangan ego dan syaitan tiada cahaya di sana. Di sana hanya ada kegelapan tanpa cahaya, ragu-ragu, penafian dan kekeliruan. Kegelapan menjadi bapa kepada kegelapan. Dalam bahagian roh dan jiwa, ego tidak ada bahagian. Firman Tuhan:
“Yang tidak suci untuk yang tidak suci pula”. (Surat an-Nuur, ayat 26).
Pendzahiran keadaan dzauq ada dua jenis: pendzahiran dzauq lahiriah yang bergantung kepada kehendak diri sendiri dan pendzahiran dzauq kerohanian yang di luar pilihan dan kehendak seseorang. Dalam kes pertama yang nyata ialah disengajakan. Jika seseorang menggeletar, bergoyang dan meraung walaupun bukan di bawah pengaruh kesakitan atau gangguan dalam tubuh, ia tidak dianggap sah. Apa yang sah ialah perubahan yang nyata pada keadaan lahiriah yang tidak disengajakan dan disebabkan oleh keadaan batin seseorang.
Pendzahiran yang tidak disengajakan adalah akibat tenaga kerohanian yang tidak dapat dikawal oleh seseorang. Rohnya yang di dalam dzauq mengatasi pancaindera. Ia adalah umpama keadaan meracau orang yang demam panas, agak tidak mungkin mencegah orang yang demikian dari terketar-ketar, bergoyang dan menjadi kaku di dalam meracau itu karena dia tidak ada kuasa terhadap pendzahiran yang keluar atau berlaku kepadanya itu. Begitu juga bila tenaga kerohanian membesar sehingga mengalahkan kehendak, fikiran dan tubuh badan, dzauq yang lahir dari yang demikian adalah benar, jujur dan bersifat kerohanian. Keadaan dzauq kerohanian yang demikian, yang di masuki oleh para sahabat akrab Allah di dalam melakukan pergerakan dan pusingan pada upacara mereka, adalah cara untuk menimbulkan keghairahan dan dorongan pada hati mereka. Ini adalah makanan bagi mereka yang mengasihi Allah; ia memberikan tenaga di dalam perjalanan mereka yang sukar dalam mencari yang hak. Nabi s.a.w bersabda, “Upacara keghairahan yang dilakukan oleh para pencinta Allah, tarian dan nyanyian mereka, merupakan kewajiban bagi sebahagian, dan bagi sebahagian yang lain adalah harus sementara bagi yang lain pula adalah bidaah. Ia adalah kewajiban bagi manusia yang sempurna, harus bagi kekasih Allah dan bagi yang lalai adalah bidaah”. Dan, “Adalah sifat yang tidak sihat bagi orang yang tidak merasa kelazatan berada bersama kekasih Allah: puisi orang arif yang mereka nyanyikan, musim bunga, warna dan keharuman bunga, burung dan nyanyiannya”.
Orang yang lalai, yang menganggapkan mencari dzauq kerohanian sebagai bidaah, orang yang tidak sihat sifatnya yang tidak dapat menikmati kelazatan yang indah, adalah sakit dan tidak ada penawar untuk penyakit ini. Mereka lebih rendah dari burung dan haiwan, lebih rendah dari keldai, karena haiwan juga menikmati irama. Bila Nabi Daud a.s melagukan suaranya burung-burung terbang di sekelilingnya untuk menikmati kemerduan suaranya. Nabi Daud a.s berkata, “Orang yang tidak mengalami keghairahan tidak dapat merasai agamanya”.
Terdapat sepuluh keadaan dzauq. Sebahagiannya ketara dan tanda-tandanya kelihatan kepada orang lain, separti kesadaran rohani dan berzikir mengingati Allah dan membaca Quran dengan senyap. Menangis, merasai penyesalan yang mendalam, takutkan azab Allah, kerinduan dan kesayuan, malu terhadap kelalaian diri; apabila seseorang menjadi pucat atau mukanya berseri-seri karena keghairahan dari keadaan dalaman dan kejadian di sekelilingnya, membara dengan kerinduan terhadap Allah – semua ini dan semua keganjilan pada lahiriah dan rohaniah yang dihasilkan oleh perkara-perkara tersebut adalah tanda-tanda dzauq atau keghairahan.
Sumber : Madzhab Cinta
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar