Puasa syariat adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari. Puasa kerohanian selain yang demikian ditambah lagi memelihara pancaindera dan fikiran dari perkara-perkara yang keji. Ia adalah melepaskan segala yang tidak sesuai, dzahir dan batin. Rosak sedikit saja niat mengenainya rosaklah puasa rohani. Puasa syariat terikat dengan masa sementara puasa rohani pula berkekalan di dalam kehidupan sementara ini dan kehidupan abadi di akhirat. Inilah puasa yang sebenar.
Nabi s.a.w bersabda, “Ramai orang yang berpuasa tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”. Puasa syariat ada waktu berbuka tetapi puasa rohani berjalan terus walaupun matahari sudah terbenam, walaupun mulut sudah merasakan makanan. Mereka adalah yang menjaga pancaindera dan pemikiran bebas dari kejahatan dan yang menyakitkan orang lain. Untuk itu Allah telah berjanji, “Puasa adalah amalan untuk-Ku dan Aku yang membalasnya”. Mengenai dua jenis puasa itu Nabi s.a.w bersabda, “Orang yang berpuasa mendapat dua kesukaan. Pertama bila dia berbuka dan kedua bila dia melihat”. Orang yang mengenali dzahir agama mengatakan kesukaan yang pertama itu ialah kesukaan ketika berbuka puasa dan ‘kesukaan apabila mereka melihat’ itu ialah melihat anak bulan Syawal menandakan hari raya. Orang yang mengetahui makna batin bagi puasa mengatakan kesukaan berbuka puasa ialah apabila seseorang yang beriman itu masuk syurga dan menikmati balasan di dalamnya, dan kesukaan yang lebih lagi ialah ‘apabila melihat’, yang bermaksud apabila orang yang beriman melihat Allah dengan mata rahasia bagi hati.
Lebih berharga dari dua jenis puasa itu ialah puasa yang sebenarnya (puasa hakikat), yaitu mengelakkan hati dari menyembah sesuatu yang lain dari Zat Allah. Ia dilakukan dengan mata hati buta terhadap semua kewujudan, walaupun di dalam alam rahasia di luar dari alam dunia ini, melainkan kecintaan kepada Allah, karena walaupun Allah menjadikan segala-galanya untuk manusia, Dia jadikan manusia untuk-Nya, dan Dia berfirman:
“Insan adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya”. rahasia itu ialah cahaya dari cahaya Allah Yang Maha Suci. Ia adalah pusat atau jantung hati, dijadikan dari sejenis jisim yang amat seni. Ia adalah roh yang mengetahui segala rahasia-rahasia yang hak. Ia adalah hubungan rahasia di antara yang dicipta dengan Pencipta. rahasia itu tidak cenderung dan tidak mencintai sesuatu yang lain dari Allah.
Tidak ada yang berharga untuk diingini, tiada yang dikasihi di dalam dunia ini dan di akhirat, melainkan Allah. Jika satu zarah saja dari sesuatu memasuki hati selain kecintaan kepada Allah, maka batallah puasa hakikat. Seseorang harus memperbaruinya, menghadapkan segala kehendak dan niat kembali kepada kecintaan-Nya, di sini dan di akhirat. Firman Allah, “Puasa adalah untuk-Ku dan hanya Aku yang membalasnya”.
Nabi s.a.w bersabda, “Ramai orang yang berpuasa tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”. Puasa syariat ada waktu berbuka tetapi puasa rohani berjalan terus walaupun matahari sudah terbenam, walaupun mulut sudah merasakan makanan. Mereka adalah yang menjaga pancaindera dan pemikiran bebas dari kejahatan dan yang menyakitkan orang lain. Untuk itu Allah telah berjanji, “Puasa adalah amalan untuk-Ku dan Aku yang membalasnya”. Mengenai dua jenis puasa itu Nabi s.a.w bersabda, “Orang yang berpuasa mendapat dua kesukaan. Pertama bila dia berbuka dan kedua bila dia melihat”. Orang yang mengenali dzahir agama mengatakan kesukaan yang pertama itu ialah kesukaan ketika berbuka puasa dan ‘kesukaan apabila mereka melihat’ itu ialah melihat anak bulan Syawal menandakan hari raya. Orang yang mengetahui makna batin bagi puasa mengatakan kesukaan berbuka puasa ialah apabila seseorang yang beriman itu masuk syurga dan menikmati balasan di dalamnya, dan kesukaan yang lebih lagi ialah ‘apabila melihat’, yang bermaksud apabila orang yang beriman melihat Allah dengan mata rahasia bagi hati.
Lebih berharga dari dua jenis puasa itu ialah puasa yang sebenarnya (puasa hakikat), yaitu mengelakkan hati dari menyembah sesuatu yang lain dari Zat Allah. Ia dilakukan dengan mata hati buta terhadap semua kewujudan, walaupun di dalam alam rahasia di luar dari alam dunia ini, melainkan kecintaan kepada Allah, karena walaupun Allah menjadikan segala-galanya untuk manusia, Dia jadikan manusia untuk-Nya, dan Dia berfirman:
“Insan adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya”. rahasia itu ialah cahaya dari cahaya Allah Yang Maha Suci. Ia adalah pusat atau jantung hati, dijadikan dari sejenis jisim yang amat seni. Ia adalah roh yang mengetahui segala rahasia-rahasia yang hak. Ia adalah hubungan rahasia di antara yang dicipta dengan Pencipta. rahasia itu tidak cenderung dan tidak mencintai sesuatu yang lain dari Allah.
Tidak ada yang berharga untuk diingini, tiada yang dikasihi di dalam dunia ini dan di akhirat, melainkan Allah. Jika satu zarah saja dari sesuatu memasuki hati selain kecintaan kepada Allah, maka batallah puasa hakikat. Seseorang harus memperbaruinya, menghadapkan segala kehendak dan niat kembali kepada kecintaan-Nya, di sini dan di akhirat. Firman Allah, “Puasa adalah untuk-Ku dan hanya Aku yang membalasnya”.
Sumber : Madzhab Cinta
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar