Dua jenis penyucian: Pertama dzahir, ditentukan oleh peraturan agama dan dilakukan dengan membasuh tubuh badan dengan air yang bersih. Keduanya ialah penyucian batin, diperoleh dengan menyadari kekotoran di dalam diri, menyadari dosanya dan bertaubat dengan ikhlas. Penyucian batin memerlukan perjalanan kerohanian dan dibimbing oleh guru kerohanian.
Menurut hukum dan peraturan agama, seseorang menjadi tidak suci dan wuduk menjadi batal jika keluar sesuatu dari rongga badan. Ini harus diperbarui dengan wuduk. Dalam hal keluar mani dan darah haid mandi wajib diharuskan. Dalam hal lain, bahagian tubuh yang terdedah - tangan, lengan, muka dan kaki - mesti dibasuh. Mengenai pembaruan wuduk Nabi s.a.w bersabda, "Pada setiap pembaruan wuduk Allah perbarui kepercayaan hamba-Nya yang cahaya iman digilap dan memancar dengan lebih bercahaya". Dan, "Mengulangi bersuci dengan wuduk adalah cahaya di atas cahaya".
Kesucian batin juga boleh hilang, mungkin lebih kerap dari kesucian dzahir, dengan sifat buruk, buruk perangai, perbuatan dan sifat yang merosakkan separti sombong, takabur, menipu, mengumpat, fitnah, dengki dan marah. Perbuatan secara sadar dan tidak sadar memberi kesan kepada roh: mulut yang memakan makanan haram, bibir yang berdusta, telinga yang mendengar umpatan dan fitnah, tangan yang memukul, kaki yang membawa kepada kejahatan. Zina, yang juga satu dosa, bukan saja dilakukan di atas katil. Nabi s.a.w bersabda, "Mata juga berzina".
Bila kesucian batin ditanamkan demikian dan wuduk kerohanian batal, membarui wuduk demikian adalah dengan taubat yang ikhlas, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan sendiri, dengan penyesalan yang mendalam disertai oleh tangisan (yang menjadi air yang membasuh kekotoran jiwa), dengan berniat tidak akan mengulangi kesalahan tersebut, berhasrat meninggalkan semua kesalahan, dengan memohon keampunan Allah, dan dengan berdoa agar Dia mencegahnya dari melakukan dosa lagi.
Sembahyang adalah menghadap Tuhan. Berwuduk, berada di dalam keadaan suci, menjadi syarat untuk bersembahyang. Orang arif tahu penyucian dzahir saja tidak memadai, karena Allah melihat jauh ke dalam lubuk hati, yang harus diberi wuduk dengan cara bertaubat. Firman Allah:
"Inilah apa yang dijanjikan untuk kamu, untuk tiap-tiap orang yang bertaubat, yang menjaga (batas-batas)". (Surat Qaaf, ayat 32).
Penyucian tubuh dan wuduk dzahir terikat dengan masa karena tidur membatalkan wuduk. Penyucian ini terikat dengan siang dan malam bagi kehidupan di dalam dunia. Penyucian alam batin, wuduk bagi diri yang tidak kelihatan, tidak ditentukan oleh masa. Ia untuk seluruh kehidupan - bukan saja kehidupan sementara di dunia tetapi juga kehidupan abadi di akhirat.
Sumber : Madzhab Cinta
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar