Kamu harus tahu bahwa manusia termasuk kepada salah satu dari dua golongan, golongan pertama ialah yang berada dalam kedamaian, keimanan, bahagia dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sementara golongan kedua berada dalam keadaan tidak selamat, keraguan dan kerisauan dalam keingkaran terhadap peraturan Tuhan. Kedua-dua nilai, ketaatan dan keingkaran, ada di dalam diri seseorang. Jika kesucian, kebaikan dan keikhlasan lebih menguasai, sifat-sifat mementingkan diri akan bertukar menjadi keadaan kerohanian dan bagian diri yang ingkar akan dikalahkan oleh bagian diri yang baik. Sebaliknya jika seseorang mengikuti hawa nafsu yang rendah dan kesenangan ego dirinya, sifat-sifat ingkar akan menguasai bagian diri yang satu lagi untuk menjadikannya ingkar dan jahat. Jika kedua-dua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat diharapkan yang baik itu boleh menang, sebagaimana yang dijanjikan:
“Barangsiapa kerjakan kebaikan maka baginya (ganjaran) sepuluh kali lipat, dan barangsiapa kerjakan kejahatan maka Tidaklah dibalas dia melainkan sebanyak (kejahatannya) itu, dan mereka tidak akan diniayai. (Surat An’aam, ayat 160).
Dan jika Allah kehendaki ditambah-Nya lagi ganjaran atas kebaikan. Namun orang yang kebajikan dan kejahatannya sama banyak harus lulus perbicaraan pada hari pembalasan. Orang yang berjaya mengubah sifat mementingkan diri kepada tidak mementingkan diri, hawa nafsu yang rendah kepada cita-cita kerohanian, baginya tiada hisab, tiada catatan akan diberikan kepadanya. Dia akan memasuki syurga tanpa melalui huru hara hari kiamat.
“Oleh sebab itu barangsiapa berat (timbangan) kebaikannya maka dia di dalam kehidupan (akhirat) yang sentosa”. (Surat Qari’ah, ayat 6 & 7).
Orang yang kejahatannya lebih berat dari kebaikannya akan dihukum menurut kadar kejahatannya. Kemudian dia dikeluarkan dari neraka, jika dia beriman, dan akan masuk syurga.
Taat dan ingkar bermakna baik dan jahat. Kedua-dua ini ada dalam diri seseorang manusia. Yang baik boleh berubah menjadi jahat dan yang jahat boleh berubah menjadi baik. Nabi s.a.w bersabda, “Orang yang kebaikan menguasainya menemui keselamatan, keimanan dan kegembiraan dan menjadi baik. Orang yang kejahatan lebih menguasai kebaikan, dia menjadi ingkar dan jahat. Orang yang menyadari kesalahannya dan bertaubat dan mengubah haluannya akan mendapati keadaan ingkar akan bertukar menjadi taat dan beribadat”.
Telah menjadi ketentuan bahwa baik dan jahat, kehidupan yang diberkati bagi orang yang taat dan kesengsaraan bagi yang ingkar, adalah keadaan yang setiap orang dilahirkan dengannya. Kedua-duanya tersembunyi di dalam bakat atau keupayaan seseorang. Nabi s.a.w bersabda, “Orang yang bertuah menjadi baik adalah baik ketika di dalam kandungan ibunya, dan orang berdosa yang jahat adalah pendosa di dalam kandungan ibunya”. Begitulah keadaannya dan tiada siapa yang berhak berbincang mengenainya. Urusan takdir bukan untuk dibincangkan. Jika dibiarkan perbincangan demikian ia akan membawa kepada bidaah dan kekufuran.
Lagipun tiada siapa boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk membuang segala ikhtiar, semua perbuatan baik. Seseorang itu tidak boleh mengatakan, ‘Jika aku ditakdirkan menjadi baik maka aku bersusah payah membuat kebaikan sedangkan aku sudahpun diberkati’. Atau berkata, ‘Jika aku sudah ditakdirkan menjadi jahat apa gunanya aku berbuat kebaikan’. Jelas sekali pendirian demikian tidak benar. Tidak wajar mengatakan, ‘Jika keadaan aku sudah ditakdirkan pada azali apa untung atau rugi yang aku harapkan dengan usahaku sekarang’. Contoh yang baik diberikan kepada kita adalah perbandingan di antara Adam a.s dengan iblis yang dilaknat. Iblis meletakkan kesalahan kepada takdir, yang menyebabkan dia menjadi derhaka, maka dia menjadi kafir dan dibuang jauh dari keampunan dan kedekatan Tuhan. Adam a.s mengakui kesilapannya dan memohon keampunan, menerima keampunan dari Allah dan diselamatkan.
Menjadi kewajipan bagi orang Islam yang beriman untuk tidak coba memahami sebab-sebab yang tersimpan di dalam takdir. Orang coba berbuat demikian akan menjadi keliru dan tidak mendapat apa-apa melainkan keraguan. Bahkan dia mungkin kehilangan keyakinan. Orang yang beriman haruslah mempercayai kepada kebijaksanaan Allah yang mutlak. Segala yang manusia lihat terjadi pada dirinya di dalam dunia ini harus ada alasan tetapi alasan itu bukan untuk difahami melalui lojik manusia karena ia berdasarkan kebijaksanaan Tuhan. Di dalam kehidupan ini bila kamu temui pencacian terhadap Tuhan, kemunafikan, keingkaran, penipuan dan lain-lain yang jahat, jangan biarkan perkara-perkara tersebut menggoncangkan iman kamu. Ketahuilah Allah Yang Maha Tinggi dengan kebijaksanaan mutlak bertanggungjawab kepada semua perkara dan Dia lakukan apa yang kelihatan sebagai tidak baik sebagai menyatakan kekuasaan-Nya yang mutlak. Penddzahiran kekuasaan yang demikian mungkin menyebabkan ada orang yang tidak tertahan dan menganggapnya sebagai tidak baik tetapi ada rahasia besar di sebaliknya yang tiada makhluk yang tahu melainkan Rasulullah s.a.w. Ada kisah orang arif berdoa kepada Tuhannya, “Wahai Yang Maha Suci, semua telah diatur oleh Engkau. Takdirku adalah kepunyaan-Mu. Ilmu yang Engkau letakkan padaku adalah milik-Mu”. Ketika itu dia mendengar jawaban tanpa suara tanpa sepatah perkataan, keluar dari dalam dirinya mengatakan, “Wahai hamba-Ku. Segala yang engkau katakan adalah kepunyaan Yang Maha Esa dan dalam keesaan. Ia bukan milik hamba-hamba”. Hamba yang beriman itu berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah menzalimi diriku, aku bersalah, aku berdosa”. Selepas pengakuan itu sekali lagi dia mendengar dari dalam dirinya, “Dan Aku mempunyai keampunan terhadap dirimu. Aku telah hapuskan kesalahan-kesalahan kamu, Aku telah ampun kamu”.
Biar mereka yang beriman tahu dan bersyukur yang segala kebaikan yang mereka lakukan bukanlah dari mereka tetapi melalui mereka, kejayaan datangnya dari Pencipta. Bila mereka bersalah biar mereka tahu bahwa kesalahan mereka datangnya dari diri mereka sendiri, kepunyaan mereka dan mereka boleh bertaubat. Kesalahan datangnya dari keegoan mereka yang batil. Jika kamu memahami ini dan mengingatinya kamu termasuk ke dalam golongan yang disebut Allah:
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal". (Surat Imraan, ayat 135 & 136).
Adalah baik bagi orang yang beriman mengakui yang dirinya sendirilah punca semua kesalahan dan dosanya. Itulah yang akan menyelamatkannya. Itu lebih baik dan lebih benar dari meletakkan kesalahan dirinya kepada Yang Maha Perkasa, Maha Kuasa, Pencipta semua perkara.
Bila Nabi s.a.w bersabda, “Telah diketahui bila seseorang itu berada di dalam kandungan ibunya samada dia akan menjadi baik atau pendosa” baginda maksudkan ‘dalam kandungan ibu’ itu adalah empat anasir yang melahirkan semua kekuatan atau tenaga dan kebolehan lahiriah. Dua dari anasir tersebut adalah tanah dan air yang bertanggungjawab kepada pertumbuhan keyakinan dan pengetahuan, melahirkan kehidupan dan lahir dalam hati sebagai tawaduk (kerendahan diri). Dua anasir lain ialah api dan angin yang bertentangan dengan tanah dan air – membakar, membinasa, membunuh. Kudrat Tuhan yang menyatukan anasir-anasir yang berlawanan dan berbeda menjadi satu. Bagaimana air dan api boleh wujud bersama? Bagaimana cahaya dan kegelapan boleh terkandung di dalam awan?
Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung.Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya”. (Surat ar-Ra’d, ayat 12 & 13).
Satu hari wali Allah Yahya bin Mua’adh ar-Razi ditanya, “Bagaimana mengenali Allah?’ Dia menjawab, “Melalui gabungan yang bertentangan”.
Pertentangan termasuk pada, dan sebenarnya keharusan bagi, memahami sifat-sifat Allah. Dengan menghadapkan diri kepada hakikat Ilahi seseorang menjadi cermin yang membalikkan kebenaran itu, juga sifat Yang Maha Perkasa dibalikkan. Dalam diri manusia terkandung seluruh alam maya. Sebab itu dia dipanggil penggabung yang banyak. Allah menciptakan manusia dengan dua tangan-Nya, tangan kemurahan-Nya dan tangan keperkasaan-Nya, keperkasaan dan kekuasaan. Jadi, manusia adalah cermin yang menunjukkan kedua-dua belah, yang kasar serta tebal dan yang halus serta indah.
Semua nama-nama Ilahi menyata pada manusia. Semua makhluk yang lain hanya sebelah saja. Allah menciptakan iblis dan keturunannya dengan sifat kekerasan-Nya. Dia ciptakan malaikat dengan sifat kemurahan-Nya. Nilai-nilai kesucian dan kebaktian yang berterusan terkandung dalam kejadian malaikat, sementara iblis dan keturunannya yang diciptakan dengan sifat kekerasan-Nya, mempunyai nilai kejahatan, karena itu iblis menjadi takabur, dan bila Allah perintahkan sujud kepada Adam dia ingkar.
Oleh karena manusia mempunyai kedua-dua ciri alam tinggi dan rendah, dan Allah telah memilih utusan-utusan dan wali-wali-Nya dari kalangan manusia, mereka tidak bebas dari kesilapan. Nabi-nabi dipelihara dari dosa-dosa besar tetapi kesilapan kecil harus berlaku pada mereka. Wali-wali pula tidak terjamin dipelihara dari dosa tetapi adalah dikatakan wali-wali itu dekat dengan Tuhan, mencapai maqam kesempurnaan, mereka masuk ke bawah perlindungan Tuhan dari dosa-dosa besar.
Syaqiq al-Baqi berkata, “Terdapat lima tanda kebenaran: perangai yang lemah lembut dan lembut hati, menangis karena menyesal, mengasingkan diri dan tidak peduli tentang dunia, tidak bercita-cita tinggi, dan memiliki rasa hati (gerak hati atau intuisi). Tanda-tanda pendosa juga lima; keras hati, mempunyai mata yang tidak pernah menangis, mencintai dunia dan kesenangannya, bercita-cita tinggi, tidak bermalu dan tidak ada rasa atau gerak hati”.
Nabi s.a.w meletakkan empat nilai pada orang yang baik-baik, “Boleh dipercayai dan menjaga apa yang diamanahkan kepadanya dan mengembalikannya. Menepati janji. Bercakap benar, tidak berbohong. Tidak kasar dalam perbincangan dan tidak menyakitkan hati orang lain”. Baginda s.a.w juga memberitahu empat tanda pendosa, “Tidak boleh dipercayai dan merosakkan amanah yang diberikan kepadanya, mungkir janji, menipu, suka bertengkar, memaki apabila berbincang dan menyakitkan hati orang lain”. Seterusnya pendosa tidak dapat memaafkan kawan-kawannya. Ini tanda tiada iman karena kemaafan menjadi tanda utama orang beriman. Allah memerintahkan rasul-Nya:
“Berilah maaf, dan suruhlah mereka (manusia) berbuat kebaikan, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. (Surat A’raaf, ayat 199).
Perintah ‘maafkanlah’ bukan hanya tertuju kepada Rasulullah s.a.w seorang saja. Ia mengenai semua orang dan tentu saja termasuk mereka yang beriman dengan Rasulullah s.a.w. Perkataan ‘maafkanlah’ bermakna jadikan tabiat memafkan, jadikan sifat atau peribadi. siapa yang ada sifat pemaaf menerima satu dari nama-nama Allah – ar-Rauf – Yang Memaafkan.
“Barangsiapa memaafkan dan membereskan maka ganjarannya (adalah) atas (tanggungan) Allah”. (Surat Syura, ayat 40).
Ketahuilah ketaatan kepada Allah bertukar menjadi ingkar, kejahatan dan dosa menjadi kebaikan, tidak berlaku dengan sendiri, tetapi dengan rangsangan, pengaruh, tindakan serta usaha diri sendiri. Nabi s.a.w bersabda, “Semua anak dilahirkan muslim. Ibu bapanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Setiap orang ada bakat untuk menjadi baik atau jahat, boleh memiliki sifat-sifat baik dan buruk dalam masa yang sama. Jadi, adalah salah menghukum seseorang atau sesuatu sebagai sepenuhnya baik atau buruk. Tetapi benar jika dikatakan seseorang itu lebih banyak kebaikannya dari kejahatannya ataupun sebaliknya.
Ini bukan bermakna manusia masuk syurga tanpa amalan baik, juga bukan dia dihantar ke neraka tanpa amalan buruk. Berfikir cara demikian bertentangan dengan prinsip Islam. Allah menjanjikan syurga kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal salih dan diancam-Nya orang-orang yang berdosa dengan azab neraka.
“Barangsiapa berbuat baik maka (adalah) untuk kebaikan dirinya dan barangsiapa berbuat jahat maka untuk dirinya. Kemudian kepada Tuhan kamulah kamu akan dikembalikan”. (Surat Jatsiah, ayat 15).
"Di hari ini dibalas setiap jiwa dengan apa yang dia telah usahakan. Tidak ada kezaliman pada hari ini. Sesungguhnya Allah cepat menghitung”. (Surat Mukmin, ayat 17).
"Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (Surat Baqaraah, ayat 110).
Sumber : Madzhab Cinta
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
Posting Komentar