Tafakur

Kenapa tak henti-hentinya dirimu melupakan Alloh?, Padahal sedetikpun Dia tak pernah melupakanmu, Kenapa tak henti-hentinya kau puja cinta yang tak sebenarnya?, Sedangkan Sang Maha Cinta tak pernah melepaskan Cinta-Nya darimu.

Menu

Berlangganan

Dapatkan Artikel Terbaru Sufizone

Masukkan Alamat Email Kamu:

Delivered by FeedBurner

Visitor

Apr 26

Tajrid dan asbab merupakan derajat yang ditentukan Alloh. Tajrid bias menjadi jalan wusul kepada Alloh, asbab juga derajat yang bisa menghantarkan wusul kepada Alloh. Yang penting bukan mana diantara keduannya yang lebih baik, akan tetapi, "aku Alloh diposisikan dimana?" Ini yang penting.

Maka, apabila seorang salik pindah dari posisi tajrid menuju posisi asbab, atau sebaliknya, selama perpindahan itu merupakan kehendak Alloh, maka hal itu sama sekali tidak akan mengganggu, asalkan kita dalam posisi tersebut, dalam hati kita selalu ada rasa rumongso
netepi takdir (merasa menjalankan takdir) yang telah ditetapkan Alloh SWT.

Apakah manusia tidak boleh mempunyai cita-cita? Boleh, siapa yang melarang? Cita-cita boleh setinggi langit, tetapi tetaplah takdir Alloh yang terjadi. Dan cita-cita yang pean rancang sebenarnya tidak ada pengaruh apapun terhadap takdir Alloh.

Artinya, Semua yang terjadi itu mutlak takdir Alloh. Ketika Alloh mentakdirkan menciptakan sampean, Alloh yo ora leren rembukan disik karo sampean (Alloh tidak perlu musyawarah dahulu dengan sampean). Sampean moro-moro dadi manungso, ki opo diajak musyawarah disik karo Gusti Alloh (Sampean tahu-tahu jadi manusia, apakah diajak musyawarah dulu oleh Alloh?), kamu mau aku jadikan manusia? Tidak kan, ya tahu-tahu menjadi manusia.

Atau sampena menjadi orang, terus ndilalah (ternyata) dijadikan orang miskin, apa sampean juga diajak musyawarah? Sampean dijadikan orang kaya juga tidak diajak musyarawah. Itu semua harus kita disadari.

Oleh karena itu, apabila kita melihat orang yang mempunyai rancangan yang tinggi dan sukses, cita-citanya berhasil semua, itu tidak berarti cita-cita orang tersebut merubah takdir. Cita-cita tinggi itu pada hakikatnya masuk dalam takdir itu sendiri (ditakdirkan mempunyai cita-cita). Oleh karena itu Syekh Ahmad Ibnu Athoillah As-Sakandari menyatakan dalam kitab Al-Hikam yang ketiga :

سَوَابِقُ الْهِمَّمِ لاَ تُخْرِقُ أَسْرَارَ اْلاَقْدَارِ

Artinya : "Himmah kang banget kuate iku ora biso nerobos takdir"

Himmah yang kuat (semangat yang menggelora) itu tidak bisa menerobos (tirai) takdir.

Sawa biqul himmami: utawi piro-piro disike piro-piro himmah. Ada yang menerjemahkan dengan model dibalik, sawa biqil himmami : utawi cita-cita yang cepat sampai pada tujuannya. Iku, Latuhriqu : ora biso mbedah, ora biso njebol. Aswarol Aqdari : ing piro-piro bates-batese takdir.

Ada orang jawa bilang : Krido ing pakerti ora biso mbedah kutoning pasti. Krido pakertine menungso ora biso mbedah pastining Gusti (Usaha manusia tidak akan bisa menerobos ruang ketetapan Alloh). Hal itu harus diyakini, dan itu kenyataan. Coba diingat, kalau sampean mempunyai cita-cita, yang tidak geseh (sesuai) hanya beberapa persen. Tidak ada cita-cita yang sempurna, pasti ada yang tidak sesuai. Umpama secara jumlah, sesuai. Mungkin secara waktu tidak pas.

Misalnya sampean punya rencana; "Besok saya akan nagih dan mendapat uang satu juta". Mungkin satu jutanya tepat, tapi rencana sampean jam delapan, bisa mundur jam Sembilan. Artinya ada yang tidak tepat. Tidak sesuai dengan yang kita rencanakan.

Apa sebabnya? Manusia itu mau atau tidak mau, pangkatnya tetap Kawulo (hamba), yang namanya kawulo tetap bukan bendoro (tuan). Dan dia tidak mempunyai hak untuk member keputusan. Himmah itu hanya angan-angan, cita-cita, pemusatan keinginan dan pemusatan pikiran.

Tiga Macam Himmah

Pada sarahnya (penjelasannya) kirab Al-Hikam yang berhubungan dengan takdir ini ada yang mengatakan bahwa, himmah itu ada yang dinamakan Himmah Sabiqoh, ada yang dinamakan Himmah Muta'akhiroh.

  1. Yang umum itu Himmah Mutawasithoh. Artinya antara jumlah energy, cita-cita, rencana, semuanya terjadi sesuai dengan rencana tersebut. Meskipun berubah, tidak begitu banyak. Hal itulah yang dinamakan Himmah Mutawasithoh
    (sedang). Berimbang antara ikhtiar dan hasil.
  2. Ada Himmah yang Mutaakhiroh. Artinya Antara cita-cita yang diharapkan dengan kenyataan yang dialami ternyata hanya mundurnya. Misalnya ketika sampean dalam perjalanan, sampean merencanakan sampai di Pasuruan jam satu. Ternyata jam satu sampean masih ditengah-tengah perjalanan (masih jauh dari tujuan rencana). Itulah Himmah Mutaakhiroh Rencana, harapan, dan takdir Alloh jauh berbeda.
  3. Ada Himmah Sabiqoh, Artinya, Antara angan-angan yang ditancapkan (rencana/harapan) dan ikhtiar yang dilakukan dengan hasil yang diterima tidak sama, dan ternyata hasil yang diterima lebih luas, lebih besar dan lebih cepat dari pada rencana itu. Misalnya; Sampean punya krenthek di hati, belum sampai diucapkan sudah kejadian (sudah terjadi)

Ada orang dating ke Tabib, Mbah saya sakit. Sakit apa? Kulo sakit untuk (saya sakit gigi mbah) Gigi yang atas atau yang bawah, Tanya di Mbah. Gigi yang atas Mbah, sudah berapa hari? Sudah satu minggu mbah. Kemudian si Mbah menjawab, Sudah silahkan pulang, nanti akan sembuh. Hanya diberitahu seperti itu (tidak di apa-apakan oleh Mbah), keluar dari pintu, ternyata gigi yang sakit sudah sembuh. Itu namanya Himmah Sabiqoh. Secara lahit tidak ada ikhtiar sama sekali, sebab yang wajar tidak keluar, tapi hasilnya sudah dapat diterima.

Apa seperti itu berarti dia merubah takdir? Tidak. Itu tetap berada di dalam naungan takdir, sebenarnya yang ampuh bukan do'anya, Sing mandi dudu jopone (yang manjur bukan obatnya) yang sukses bukan ikhtiarnya, yang berhasil bukan ikhtiarnya, yang berhasil bukan usahanya. Semua yang terjadi merupakan takdir Alloh. Usaha dinamakan Sebab, Sedangkan Sebab merupakan tempat atau arena penampilan takdir Alloh.


Kehidupan ini seperti hanya pewayangan. Ada perang Barata Yuda antara Pandawa dengan Kurawa. Semua aktifitas dalam pewayangan itu merupakan tampilan Dalang. Bahwa sebenarnya bukanlah wayang yang berperang, semua gerakan wayang sebenarnya adalah gerakan sang Dalang. Ada contoh lain ; antara Janoko dengan Buto Cakil. Buto cakil ditendang Janoko biso jungkir balik, Apa yang kita lihat itu sebenarnya bukan digdayanya Janoko. Janoko tetap menancap pada gedebok (batang pisang) Tangan hanya sekedar melambai , dan seketika itu pula Buto cakilnya dibanting, dikeplerkno, oleh dalangnya, jadi yang sebenarnya membanting bukan Janoko, tapi sang dalang. Hanya saja di dalam tampilan kelir wayang, yang seakan-akan sakti mandraguna adalah Janoko.

Sama halnya dengan kita, ketika sampean jadi dukun sakti. Sebenarnya yang sakti bukanlah dukunnya, tetapi tetap takdir Alloh berlaku. Dukun hanyalah media penampilan Alloh. Hanya ada penisbatan saja. Setinggi apapun cita-cita manusia, meskipun dengan semangat yang menggelora, tidak akan bisa mbedol (menerjang) takdir Alloh.

Oleh karena itu, dalam hal tata krama orang beribadah yang ingin wusul kepada Alloh, cita-cita jangan dijadikan kepastian. Saya tahun sekian harus selesai kuliah, tahun sekian harus menikah, tahun sekian usaha saya harus sukses, tahun sekian sudah harus punya rumah, tahun sekian harus sudah punya mobil, tahun sekian….., Halah, Kok koyo dadi Gudti Alloh dewe (Kok seperti jadi Gusti Alloh sendiri).

Silahkan sampean merancang cita-cita setinggi langit. Tetapi tingkat yang lebih tinggi harus kamu pasang, Insya Alloh. Dan jangan dipastikan, karena sebab dan akibat yang dipahami akal, dengan sebab akibat yang ditetapkan takdir itu sering kali tidak sama. Mulai dari soal kecil sampai besar.

Contoh : ada orang yang merencakan bahwa ; "Barang siapa yang mengaji, nanti akan pandai ilmu nahwu." Ini rancangan akal. Data yang dijumpai akal biasanya seperti itu, kemudian dia membuat perencanaan agar muridnya pandai ilmu nahwu. Namun ternyata takdir Alloh tidak begitu, Anak yang dipaksa pintar ilmu nahwu sorof, malahan pandai ilmu tafsir. Hal seperti ini sering kali terjadi.

Di Pondok Tambakberas Jombang, banyak santri yang cita-citanya ingin menjadi ahli manthiq, balaghoh. Ternyata setelah ia menjadi pegawai negeri, mengajar di Aliyah Negeri malah menjadi guru matematika. Sehingga ia pun heran. "Saya dulu tidak suka matematika, sekarang malah menjadi guru matematika."

Ada lagi yang lucu. Ada orang, dulu ketika sekolah suka tidur. Ngantukan setengah mati. Tetapi dia pandai merayu hati guru. Sehingga nilainya tidak begitu jelek. Setelah tamat Mu'alimin Tambak Beras terus menikah dengan (Mu'alimin adalah sekolah setingkat Aliyah) kemudian dia punya gagasan mendirikan tsanawiyah, kemudian tiga tahun berikutnya mendirikan Aliyah sampai sukses. Padahal dia bukan sarjana pendidikan. Pada suatu hari pernah ditanya, bagaimana caranya mengajar? Yo embuh wong aku dewe yo gumun (ya nggak tahu, saya sendiri juga heran). Dulu tidak ada pelajaran yang saya pahami. Ketika saya menjadi kepala sekolah Tsanawiyah, pada saat ada kelas kosong saya mengisinya, dan saya juga bisa menerangkannya. Ada PMP, IPS, dulu ada PSPB, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. (Padahal) aku biyen ngono-ngono iku ora paham (saya dulu hal semacam itu tidak paham). Sekarang kok jadi paham. Ketika dulu saya diajari tauhid saya tidak pernah paham. Sekarang saya bisa menerangkan Aqidah Akhlaq. Karena aku sudah terlanjur menjadi kepala sekolah, ketika ada guru tidak masuk, saya yang harus menggantikannya. Hal seperti itupun bisa terjadi.

Itulah takdir. Padahal matentenge deweke biyen (kesungguhannya dulu) karena dipaksa oleh orang tuanya. Dipaksa oleh gurunya, tidur tidak tidur yang penting berangkat sekolah. Hanya itu saja. Sehingga tumbuh takdir yang berbeda itu berhubungan dengan soal kenyataan.

Kalau soal yang ahli thoriqoh, orang yang belajar wiridan, silo (duduk bersila) menggelar sajadah, muter (memutar) tasbih, himmah dan cita-citanya bisa merasa nges (nikmat) ketika wiridan. Nges itu bagaimana? Yo nges ngono wae wiridan sehingga bisa sampai tenggelam.

Kadang-kadang orang wirid ingin bisa nges nggak bisa. Semakin dipaksakan semakin tidak bisa. Sholat juga, sholat inginnya khusuk. Tetapi dia mempunyai himmah. Cita-cita pemusatan pemikiran ke sana, pengerahan pikiran, terus ikhtiar itu namanya HIMMAH.

Terkadang justru ketika berada di WC, dzikir dalam hati bunyi dengan sendirinya. Tahu-tahu semuanya terbuka, hati bisa bersenandung dzikir, diberi bisa dzikir Alloh, Alloh, Alloh. Dan terasa nikmat sekali. Ternyata di WC yang tidak diniati malah mendapatkan ngesnya dzikir. Yang berada di atas sajadah, penuh konsentrasi, hati malah ngluyur kemana-mana. Itu berarti himmah tidak bisa menerjang taksir Alloh.

Saya pernah menanyakan sola itu dan dijawab begini, yang menyebabkan tahu-tahunya hati bisa dzikir itu bukan karena kamu di WC tetapi mententeng (konsentrasi) mu ketika kamu sholat tetapi tidak bisa dzikir. Itu berarti oleh Alloh disimpan, kemudian diberikan kepada sampean ketika sampean berada di WC. Seandainya kamu tidak pernah metenteng (konsentrasi dzikir) di atas sajadah, mungkin hati sampean tidak mungkin bisa berbunyi dzikir ketika sampean berada di dalam WC. Artinya apa? Takdir itu tidak harus persis dengan kemauan sampean.

Bersambung…………………………..KH. Imron Jamil.

Related Post



0 komentar

Posting Komentar

Share this post!
Facebook Delicious Digg! Twitter Linkedin StumbleUpon

Share

Share |

Artikel terbaru

Do'a

اللهم إني أسألك إيمانا يباشر قلبي ويقيناً صادقاً حتى أعلم أنه لن يصيبني إلا ما كتبته علي والرضا بما قسمته لي يا ذا الجلال والإكرام

Translation

Artikel Sufizone

Shout Box

Review www.sufi-zone.blogspot.com on alexa.com How To Increase Page Rankblog-indonesia.com blogarama - the blog directory Active Search Results Page Rank Checker My Ping in TotalPing.com Sonic Run: Internet Search Engine
Free Search Engine Submission Powered by feedmap.net LiveRank.org Submit URL Free to Search Engines blog search directory Dr.5z5 Open Feed Directory Get this blog as a slideshow!