Tafakur

Kenapa tak henti-hentinya dirimu melupakan Alloh?, Padahal sedetikpun Dia tak pernah melupakanmu, Kenapa tak henti-hentinya kau puja cinta yang tak sebenarnya?, Sedangkan Sang Maha Cinta tak pernah melepaskan Cinta-Nya darimu.

Menu

Berlangganan

Dapatkan Artikel Terbaru Sufizone

Masukkan Alamat Email Kamu:

Delivered by FeedBurner

Visitor

Download

Halaman ini saya persembahkan bagi rekan-rekan yang ingin mengunduh berbagai file penting…………

Pembelajaran

  1. E-Book Belajar Cepat Baca Alquran (download)
  2. Download berbagai macam bahan ajar (download)
  3. Download buku sekolah elektronik (download)

Perangkat PAI (Sumber MGMP PAI Jateng)

Kelas VII

Kelas VIII

Kelas IX

Aqidah

Al-Quran

Do’a

Fiqih

Hadits

Pernikahan dan Keluarga Islami

Pemikiran Islam

Download Koleksi Wallpaper Islami, klik disini

Perhatian:

  • Seluruh e-book yang tersedia bukan mewakili opini pemilik blog.
  • Seluruh Hak Cipta e-book adalah sepenuhnya kepada pemilik e-book, peran pemilik blog adalah hanya ikut menyebarkan
  • Jika ada yang tidak berkenan dengan dimuatnya e-book di blog ini (pemegang hak cipta), maka pemilik blog akan menghapusnya dari blog ini. Keberatan silakan kirim e-mail ke : zonasufi@gmail.com
READ MORE -

READ MORE - sufizone ; Download MP3, Al-Qur'an, Kitab, Tafsir, dll




PONDOK PESANTREN SUBULUS SALAM
Jl. Syuhada' 73 Ngunut Babadan Ponorogo Jawa Timur Indonesia
Telp. (0352) 482992
Email : muhammadtrihan@yahoo.co.id

READ MORE - CONTACT PERSONE

Janganlah kau tuntut Tuhanmu karena tertundanya keinginanmu, tetapi tuntutlah dirimu sendiri karena engkau telah menunda adabmu kepada Allah.”
Betapa banyak orang menuntut Allah, karena selama ini ia merasa telah berbuat banyak, telah melakukan ibadah, telah berdoa dan berjuang habis-habisan.

Tuntutan demikian karena seseorang merasa telah berbuat, dan merasa perlu ganti rugi dari Allah Ta’ala. Padahal meminta ganti rugi atas amal perbuatan kita, adalah wujud ketidak ikhlasan kita dalam melakukan perbuatan itu. Manusia yang ikhlas pasti tidak ingin ganti rugi, upah, pahala dan sebagainya. Manusia yang ikhlas hanya menginginkan Allah yang dicinta. Pada saat yang sama jika masih menuntut keinginan agar disegerakan, itu pertanda seseorang tidak memiliki adab dengan Allah Ta’ala.

Sudah sewajarnya jika kita menuntut diri kita sendiri, karena Allah tidak pernah mengkhianati janjiNya, tidak pernah mendzalimi hambaNya, dan semua janjinya tidak pernah meleset. Kita sendiri yang tidak tahu diri sehingga, kita mulai intervensi soal waktu, tempat dan wujud yang kita inginkan. Padahal itu semua adalah Pekerjaan Allah dan urusanNya.

Orang yang terus menerus menuntut dirinya sendiri untuk Tuhannya, apalagi menuntut adab dirinya agar serasi dengan Allah Ta’ala, adalah kelaziman dan keniscayaan. Disamping seseorang telah menjalankan ubudiyah atau kehambaan, maka si hamba menuruti perilaku adab di hadapanNya, bahwa salah satu adabn prinsipalnya adalah dirinya semata untuk Allah Ta’ala.

Karena itu Ibnu Athaillah melanjutkan:
“ Ketika Allah menjadikanmu sangat sibuk dengan upaya menjalankan perintah-perintahNya dan Dia memberikan rezeki, rasa pasrah total atas Karsa-paksaNya, maka sesungguhnya saat itulah betapa agung anugerahNya kepadamu.”

Anugerah paling agung adalah rezeki rasa pasrah total atas takdirNya yang pedih, sementara anda terus menerus menjalankan perintah-perintahNya dengan konsisten, tanpa tergoyahkan.
Wahb ra, mengatakan, “Aku pernah membaca di sebagian Kitab-kitab Allah terdahulu, dimana Allah Ta’ala berfirman:
“Hai hambaKu, taatlah kepadaKu atas apa yang Aku perintahkan kepadamu, dan jangan ajari Aku bagaimana Aku berbuat baik kepadamu.

Aku senantiasa memuliakan orang yang memuliakan Aku, dan menghina orang yang menghina perintahKu. Aku tak pernah memandang hak hamba, sehingga hamba memandang (memperhatikan) hakKu.”

Syeikh Abu Muhammad bin Abdul Aziz al-Mahdawi ra, mengatakan, “Siapa pun yang dalam doanya tidak menyerahkan dan merelakan pilihannya kepada Allah Ta’ala, maka si hamba tadi terkena Istidroj dan tertipu. Berarti ia tergolong orang yang disebut dengan kata-kata, “Laksanakan hajatnya, karena Aku sangat tidak suka mendengarkan suaranya.”. Namun jika ia menyerahkan pilihannya pada Allah Ta’ala, hakikatnya ia telah diijabahi walau pun belum diberi. Amal kebaikan itu dinilai di akhirnya…”

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - Sufizone : Kenapa Kau Tuntut Tuhanmu?

Ijabah, dikabulkannya do’a, merupakan janji Alloh yang pasti terjadi. Sebenarnya bagi orang yang berdo’a, pelaksanaan do’a itulah yang penting. Soal Ijabah, “iku dudu penggaweane menungso” (itu bukan wewenang manusia) Ijabah, terkabulnya do’a, “iku penggaweane Alloh” (itu wewengnya Alloh). Akan diberikan dalam bentuk apa ijabah itu, dan akan diberikan kapan ijabah itu, itu seluruhnya wewenang Alloh SWT. Kita harus bisa mengurai apa tugas hamba dan apa wewenang Alloh.

Pemberian Alloh

Jika berpikir tentang pemberian Alloh, janganlah dibatasi, jangan terjebak soal bentuk formal, karena bentuk formal berupa uang, itu yang akan “qodkhan bi basyrotika”. Akan membuat mata batin cacat. Artinya tidak sempurna. Mata batin yang seharusnya bisa melihat sesuatu dengan luas, karena cacat menjadi terbatas.

Yang lebih berbahaya jika sampai mencurigai Alloh, tidak percaya dengan janji Alloh, bahkan menuduh Alloh tidak punya kasih saying. Menuduh Alloh tidak mampu merubah nasib.

Terkadang sampai menvonis, “Gusti Alloh ki wes ora kudu ngowahi nasibku, awit cilik kok sampe sak mene tuweke panggah dadi wong mlarat” (sepertinya Alloh tidak akan pernah mau merubah nasibku, dari kecil sampai tua begini kok tetap menjadi orang miskin).

Secara tidak sadar dia menvonis Alloh, seolah-olah Alloh tidak mampu merubah nasibnya, kalau sudah sampai ketingkat itu, cahaya hati dan iman sudah padam.

Resiko yang kedua, kalau sampai ragu-ragu lalu muncul tuduhan-tuduhan yang tidak enak terhadap Alloh, maka akan menjadi resiko yang kedua, yaitu memadamnya jiwa keimanan kita. Selengkapnya bisa dibaca di Majalah SUFIZONE edisi-1 (Oktober 2009).

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc

READ MORE - sufizone : Ijabah

Kata uzlah sering sekali kita dengar di dunia tasawuf, uzlah sering diartikan pengasingan, menyepi, menyendiri dari keramaian. Hal itu merupakan suatu pola yang sangat perlu dilakukan oleh seorang murid/salik (orang yang menuju jalan Alloh). Dengan mengasingkan diri dari keramaian-keramaian manusia, dan lebih menfokuskan hati kepada Sang Kholiq. Seorang murid akan lebih mudah mencapai Ma’rifatulloh. Namun hal itu sangat sulit dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mempunyai keyakinan dan niat yang tinggi mendekat kepada Alloh.

Betapa tidak?orang yang uzlah secara otomatis akan meninggalkan seluruh kenikmatan-kenikmatan dunia yang banyak dicari dan dikejar-kejar oleh anak adam, apalagi pada zaman Modern seperti ini. Memang secara hakiki menyendiri (mengasing) tidak harus dengan berpisahnya jasad atau jasmani, melainkan yang lebih dititik beratkan adalah memisahkan hati, fikiran dan konsentrasi dari semua hal selain Alloh.

Dilihat dari segi lahiriyahnya, orang yang uzlah seolah-olah harus menjauh atau memisahkan diri dari manusia. Seorang suami yang menjadi pemimpin rumah tangga akan meninggalkan isteri, anak dan keluarganya. Seorang pemimpin atau imam akan meninggalkan masyarakat dan kaumnya. Seorang siswa atau pelajar akan meninggalkan tugasnya menuntut ilmu, dan lain sebagainya.

Bila kita tinjau dari pengertian tersebut, jelas itu akan terasa berat bagi kita bahkan bisa saja kita berfikiran dengan uzlah kita akan meninggalkan kewajiban-kewajiban syari’ah. Sehingga seolah-olah uzlah kita pandang sangat sulit padahal kita belum berusaha memasukinya.

Dikatakan dalam suatu riwayat, ada seseorang dating kepada Iman al-Jurayri dan menanyakan perhal tentang uzlah. Beliau menjawab “uzlah adalah kamu memasuki komponen-komponen orang banyak tetapi engkau masih menjaga hatimu dari bergumam dan berbaur dengan mereka. Hatimu berkomukasi serta berdialog dengan Alloh SWT”.

Dari situ bisa kita petik kesimpulan bahwa beruzlah tidak selamanya harus memisah dan menjauh dari manusia dan keramaiannya. Tetapi beruzlah adalah menjauhkan segala sesuatu (selain Alloh) dari jiwa kita.

Seorang murid yang sudah mempunyai niat serta keyakinan yang teguh untuk meuju ma’rifatulloh, dan kita harus senantiasa berjaga-jaga dari godaan syetan yang tak pernah berhenti. Selengkapnya bisa dibaca di Majalah SUFIZONE edisi-1 (Oktober 2009).

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc

READ MORE - sufizone : Uzlah (sebagai terapi seorang murid)

Subhanalloh, Luar biasa rohmat Tuhan yang tak henti – hentinya mengalir dalam setiap detik kehidupan. Hanya mereka yang buta rasa dan tuli jiwanya yang tidak mau dan mampu merasakan kasih sayang Alloh.

Apalagi yang kita ragukan dengan kebenaran tauhid Sang Rosul. Kita tidak pernah memesan nyawa ataupun jasad, Alloh telah menganugerahkan semuanya. Kita tak pernah memesan bumi dan seisinya, Alloh telah menyediakanya dengan design yang maha agung dan multi manfaat.

Kenapa begitu mudahnya kita melupakan Alloh, padahal sedetikpun Dia tak pernah melupakan kita. Tak pernahkah kita berpikir, seandainya sedetik saja Alloh melupakan kita, kemana nafas harus kita cari, kemana nyawa harus berpenghuni.

Mungkin karena kita memang telah tumpul akal dan buta hati sehingga tak mau dan mampu merasakan rohmat dan kasih sayang Alloh. Pernahkah anda menghitung, seandainya oksigen yang kita hirup setiap hari itu harus kita bayar dengan uang, berapa uang yang dibutuhkan. Anda selalu memisahkan seluruh perkara dengan logika, padahal logika itulah hakekat mistisisme dan keagungan Tuhan yang sama sekali tidak logis bagi logika bodoh.

Ketika akal telah menjadi pujaan dalam naungan nafsu, maka dia akan senantiasa menyeret kita dalam durhaka dan menjerat kita dalam penentangan akan keagungan Tuhan. Dunia menjadi begitu sempit Karena kita melihat dunia hanya dalam satu kamar hidup yang terbatas. Kalau saja anda mau berpikir dengan hati dan logika, maka dunia menjadi keagungan tak terbatas, dan surga telah hadir saat ini juga. Bukan dunia yang akan memperbudak kita, tapi dunialah yang akan melayani kita dalam perjalanan suci menuju istana penghambaan ‘salikin’. Karena hakekat dunia hanyalah rangkaian fasilitas yang disediakan oleh Alloh sebagai sarana penghambaan makhluk termulya yang disebut dengan manusia.

Kenapa surga telah hadir saat ini,

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - Sufizone : Menyikapi Rahmat

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary
“Sepanjang anda menuntut balasan atas amal anda, maka anda pun dituntut agar benar dalam amaliyah itu sendiri. Maka cukuplah bagi orang yang masih ragu atas

balasan Allah, bahwa ia dapatkan keselamatan dari siksa.”

Apabila Allah swt, hendak menampakkan anugerah keutamaanNya padamu, maka Allah menciptakan amal bagimu, dan mengaitkan amal itu kepadamu.

Yakni, Allah menciptkana kemampuan untukmu untuk beramal dan beribadah dan memberikan pertolongan agar dirimu menuju kepadaNya, bahkan mengembalikan amaliyah itu kepadamu. Allah swt, menciptakan ta’at, dan mengaitkan taat itu kepada kita, memberi pahala kepada kita, padahal seseungguhnya itu tidak layak bagi kita.

Anugerah luar biasa, bagaimana sampai Allah swt, memberikan anugerah itu, seakan-akan itu amal baik dan taat kita, padahal itu semua ciptaan Allah Ta’ala pada kita, bukan ciptaan kita, bukan kreasi dan ikhtiar kita.

Disinilah Ibnu Athaillah as-Sakandary mengingatkan:
“Tak habis-habisnya engkau mencaci dirimu, manakala semua itu dikembalikan padamu. Dan tidak habis-habisnya pujianmu manakala Allah swt, itu menampakkan kemurahanNya kepadamu.”

Sebab, diri kita, ditinjau dari eksistensi kita yang asli, tak lebih dari wujud kekurangan, wujud keragu-raguan, wujud kehinaan dan wujud kefakiran. Sedangkan jika dipandang dari segi anugerahNya keada kita, maka segalanya adalah wujud kebajikan dan keutamaan.

Begitu pula kelak di akhirat, manakala yang muncul adalah diri kita, maka kita berada dalam timbangan KeadilanNya, lalu menjadi wajar kalau KeadilanNya yang tampak, justru kita semua masuk neraka, apa pun amal dan ibadah yang kita lakukan. Karena dosa itu, sebesar apa pun sesungguhnya bukan menjadi penyebab seseorang masuk neraka. Manusia masuk neraka karena keadilanNya. Dan jika KeadilanNya yang tampil, maka seluruh kebaikan kita tak berartri, karena sesungguhnya buila ditimbang dengan KeadilanNya, amal perbuatan kita, ternyata bukan dari diri kita, bukan produksi dan ciptaan kita, namun ciptaan Allah swt, kehendakNya dan KuasaNya.

Sebaliknya bila yang dimunculkan adalah Anugerah dan RahmatNya, maka seluruh amal kita yang tampak adalah enugerah Ilahi semua, dan disanalah tiket ke syurga, karena anugerah dan rahmatNya pastilah menyertai perjalanan kita menuju Allah swt. Segala apa pun yang disadari karena bersamaNya, anugerah dan rahmatNya, akan menjadi mudah. Dan sebaliknya apa pun mudahnya kalau kita hanya bersama diri kita, mengandalkan diri dan amal perbuatan kita, pastilah gagal dan mengamali kesulitan luar biasa.

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc

READ MORE - Sufizone : Masihkah Anda Menuntut Allah ?

Subhanalloh, Luar biasa rohmat Tuhan yang tak henti – hentinya mengalir dalam setiap detik kehidupan. Hanya mereka yang buta rasa dan tuli jiwanya yang tidak mau dan mampu merasakan kasih sayang Alloh.

Apalagi yang kita ragukan dengan kebenaran tauhid Sang Rosul. Kita tidak pernah memesan nyawa ataupun jasad, Alloh telah menganugerahkan semuanya. Kita tak pernah memesan bumi dan seisinya, Alloh telah menyediakanya dengan design yang maha agung dan multi manfaat.

Kenapa begitu mudahnya kita melupakan Alloh, padahal sedetikpun Dia tak pernah melupakan kita. Tak pernahkah anda berpikir, seandainya sedetik saja Alloh melupakan kita, kemana nafas harus kita cari, kemana nyawa harus berpenghuni.

Mungkin karena kita memang telah tumpul akal dan buta hati sehingga tak mau dan mampu merasakan rohmat dan kasih sayang Alloh. Pernahkah anda menghitung, seandainya oksigen yang kita hirup setiap hari itu harus kita bayar dengan uang, berapa uang yang dibutuhkan. Anda selalu memisahkan seluruh perkara dengan logika, padahal logika itulah hakekat mistisisme dan keagungan Tuhan yang sama sekali tidak logis bagi logika bodoh.

Ketika akal telah menjadi dewa dalam naungan nafsu, maka dia akan senantiasa menyeret kita dalam durhaka dan menjerat kita dalam penentangan akan keagungan Tuhan. Dunia menjadi begitu sempit Karena kita melihat dunia hanya dalam satu kamar hidup yang terbatas. Kalau saja anda mau berpikir dengan hati dan logika, maka dunia menjadi keagungan tak terbatas, dan surga telah hadir saat ini juga. Bukan dunia yang akan memperbudak kita, tapi dunialah yang akan melayani kita dalam perjalanan suci menuju istana penghambaan salikin. Karena hakekat dunia hanyalah rangkaian fasilitas yang disediakan oleh Alloh sebagai sarana penghambaan makhluk termulya yang disebut dengan manusia.

Kenapa surga telah hadir saat ini, di dunia ini. Jika anda berpikir dan mengimajinasikan surga dengan hamparan taman kenikmatan, beserta ribuan bidadari yang jelita, yang dalam setiap jengkal firdaus adalah kenikmatan ragawi, maka ketahuilah bahwa hal itu akan membawa anda dalam sesat aghyar yang hakiki. Sungguh bebahaya jika setiap amal dan ibadah anda selama ini hanya berharap surga akherat dengan berjuta kenikmatan ragawi. Bukan itu saudaraku, Sungguh surga itu akan kita rasakan saat ini, dalam kehidupan ini jika kita telah menduduki hakekat penghambaan dalam kerajaan cinta Sang Cinta. Karena anugerah kenikmatan surga yang hakiki adalah perjumpaan dan penyatuan dua cinta antara Sang Kholik dan Makhluknya.

Cukuplah bagimu Alloh, sebagai Muara segala sebab dan akibat. Kesadaran akan kekosongan diri bahwa kita hanyalah manusia yang bukan siapa – siapa, tak punya apa – apa, dan sedikitpun tak mampu berbuat apa. Segalanya hanya kuasa dan kehendak Alloh semata.

Kwalitas dan kwantitas kehidupan kita hanya tergantung bagaimana kita menyikapi setiap keadaan yang dikondisikan oleh Alloh untuk kita. Menyadari bahwa semuanya adalah bentuk rohmat yang harus kita songsong dengan senyum penghambaan yang penuh cinta. Bagaimana kita menyikapi rohmat berupa kenikmatan dan kemulyaan hidup, bagaimana kita menyikapi rohmat berupa serba keterbatasan hidup, bagaimana kita menyikapi rohmat berupa nikmat ketaatan, bagaimana kita menyikapi rohmat berupa kealpaan dan belenggu maksiat.

Kesadaran dalam situasi dan kondisi, serta ketepatan dalam penyikapan itulah yang akan menjadi nilai agung dalam genggaman cinta Sang Maha Esa.

Sudahkah anda selalu dan senantiasa mempersiapkan diri untuk menyongsong rangkaian takdir Tuhan. Menenggelamkan diri dalam kesiapan – kesiapan sebagai hamba. Selalu dalam posisi siap menerima segala keputusan Alloh. Sehingga kita selalu siap sewaktu – waktu menerima anugerah harta dari Alloh, sewaktu – waktu menerima kasih sayang berupa kemiskinan, sewaktu – waktu diberi sehat, sewaktu – sewaktu Alloh berkehendak sakit bagi kita, bahkan sewaktu – waktu Alloh memisahkan nyawa dan jasad kita untuk menghadap dalam singgasana kematian, kita senantiasa siap.

Posisi semacam itu hanya akan kita dapatkan ketika kita sigap dan tepat menyikapi takdir Alloh. Berusaha untuk terus memahami dan menghayati kehendak Alloh dengan segala petunjuk yang telah dihadirkan untuk kita.

Setiap saat kita sebenarnya berdiri di atas sirotol mustaqim kehidupan. Setiap detik dan waktu adalah sirotol mustaqim. Ketika sedikit saja kita terpeleset dalam durhaka, maka kita akan senantiasa hidup dalam neraka dunia yang jauh dari pancaran sinar Ilahiyyah. Namun jika kita tegak berdiri, memfokuskan seluruh jiwa dan raga dalam muara rububiyah, berpegang teguh pada jembatan ketaatan, maka surga akan senantiasa menjadi bagian kehidupan kita di dunia. Setiap waktu akan menjadi aliran romantika cinta ilahiyyah. Apalagi yang kita resahkan, ketika setiap waktu dan kejadian adalah nikmat dan bentuk kasih sayang Alloh. Bagaikan senyum Kekasih yang mengurai indah mengiringi setiap jengkal bumi kehidupan.


Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc

READ MORE - Sufizone : Kenapa begitu mudahnya melupakan Alloh

Takdir tidak harus persis dengan kemauan sampeyan. Oleh karena itu, tata krama orang yang mempunyai himah harus mengucapkan insya Alloh. Kalau sampeyan sering mengucapkan insya Alloh, insya Alloh sampeyan tidak mudah setres. Tetapi harus dikembalikan lagi kepada soal I’timad, soal tajrid dan soal asbab yang lalu. Halah, wong semua sudah di takdir (semua kan sudah ditakdir), maka tidak perlu ikhtiar, jangan begitu.
Himah itu pasti ada. Itu sudah memanusiawi. Setiap orang mempunyai himah. Tetapi jangan sekali-kali himahmu itu nglamak (keterlaluan), sampai menyaingi irodah Alloh. jawa; Ojo ndisiki kerso (jangan mendahului kehendak Alloh), Itu penting. Kalau tidak didasari dengan pemahaman seperti itu, pikiran anda akan mudah rancu.
Alloh sering memberikan sesuatu ketika seseorang itu sudah tidak mengharapkan. Terkadang ketika dia sudah tidak memiliki harapan atas sesuatu, barulah dia diberi oleh Alloh. Sebaliknya, ketika orang itu masih karep (berharap) justru tidak diberi. Itulah salah satu bentuk sunattullah, seperti itulah kebiasaan Alloh memberi.
Hal seperti ini juga sulit. Lek ngono aku tak gak karep wae (wah, kalau begitu aku nggak usah berharap sekalian (biar diberi)). Ngono kuwi yo malah karep (seperti itu malah menunjukan harapan yang kuat).
Orang yang sudah tidak berharap, biasanya oleh Alloh malah diberi. Karena Alloh welas (belas kasih) kepada sampeyan. Akan tetapi, jika anda punya keinginan langsung diberi, ketika punya keinginan langsung diberi, punya keinginan langsung terwujud, jangan – jangan sampeyan nanti akan mengaku menjadi “gusti Alloh”. Padahal sampeyan tidak akan mampu bertanggung jawab menjadi “gusti Alloh”. Nanti akan berbenturan dengan kodrat, esensi, atau asli posisi anda sebagai hamba itu hilang. Wong petruk kok dadi ratu (Petruk kok menjadi raja). Petrok itu menjadi punokawan (empat sekawan) saja. Yang menjadi raja biar Kresno atau Puntodewo saja. Itu namanya nglenggono ing urip, nrimo ing pandum (lapang dalam hidup, menerima pemberian apa adanya). Mengerti tugasnya menjadi manusia. (selengkapnya baca sufizone magazine)

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - Sufizone : Takdir tidak harus persis dengan keinginan kita

Al-Qur’an itu termasuk kitab, berarti termasuk kelompok rukun Iman yang ke tiga. Iman pertama kepada Alloh, Iman kepada Malaikat, Iman kepada kita, Iman kepada Rosul, Iman kepada hari akhir dan Iman kepada Qodo’ dan qodar dari Alloh SWT. Artinya kalau kita sudah beriman kepada Alloh, berarti kita meyadarkan kenyataan kehidupan ini hanya bersandar kepada Alloh. Bahkan yang kita anggap sebuah keniscahyaan bahwa umpamanya “nek ora mangan yo ora iso urip” (kalau tidak makan tidak hidup). Artinya kita menyandarkan hidup kepada makan. Sebenarnya hai itu adalah logika-logika terbalik yang seringkali membuat kita menjadi buta. Buta artinya dasar-dasar pemikiran kita menjadi rancu. Karena kenyataannya kan, hidup dulu baru makan, tidak makan baru hidup.

Oleh karena itu, kita perlu membukan kesadaran diri melalui pengajian-pengajian tafsir seperti ini, mudah-mudahan ini bisa menjadi alternative-alternatif pemikiran kita. Kalau salah satunya adalah memperkuat iman kepada Alloh. Walau ada kenyataan-kenyataan semu yang kita tangkap, Misalnya ; kita tahu kalau ada api akan membakar, kalau ada air akan basah, kalau ada kuman bakteri bisa sakit, kalau ada uang bisa nuruti kesenengan, kalau ada makanan bisa hidup, itu sandaran-sandaran semu yang tidak sebenarnya. Semua itu hanya rangkaian-rangkaian ilmu Alloh.

Rangkaian-rangkaian kejadian yang diciptakan oleh Alloh yang saling bersamaan. Jadi buka api yang telah membakar, tetapi kejadian terbakar itu dicipkan Alloh, bersama itu pula Alloh mencipkan api. Bukan makanan yang menghidupkan orang, tapi Alloh menciptakan kehidupan bersamaan pula Alloh menciptakan makanan yang masuk dalam orang yang hidup. Itu namanya menyandarkan segala sesuatu kepada Alloh. Artinya meyakini bahwa Alloh itu Maha Sempurna, Alloh Maha Kuasa, Alloh yang mengatur kehidupan ini secara menyeluruh, Itu sandaran awal. Karena kalau kita tidak percaya dengan keberadaan Alloh yang Maha Kuasa itu, maka kita semua akan memasuki wilayah tak terbatas. Kita akan memasuki kebingungan selanjutnya. Yang akhirnya sampean sendiri bingung.

Ketika lupa akan menimbulkan kebingungan. Karena anda sudah terlanjur membuat kesimpulan bahwa kalau tidak ada uang tidak hidup. Maka ketiak tidak ada uang anda merasa terancam “wah piye iki, duite karek sitik iki” (wah bagaimana ini, uang tinggal sedikit)

1. Padahal sebenarnya uang dan hidup itu tidak saling menguasai. Artinya, meskipun anda tidak punya uang, kalau Alloh memberikan kehidupan, maka tetap akan hidup (meski tanpa uang). Dan selama ini sebenarnya kita kan sudah hidup. Hanya saja kita sering lupa bahwa hidup adalah sebuah kenyataan tersendiri. Dan uang juga barang tersendiri. Selengkapnya bisa dibaca di Majalah SUFIZONE edisi-1 (Oktober 2009).

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc

READ MORE - sufizone : Mukodimah Kitab Al-Hikam

BERHAJAT KEPADA ALLAH S.W.T ADALAH SIFAT SEBENAR ZAT DIRI KAMU, SEMENTARA SEBAB MUSABAB (YANG MENGENAI KAMU) ADALAH PERINGATAN KEPADA SESUATU YANG TERSEMBUNYI DARIPADA DIRI KAMU TENTANGNYA (SIFAT KEASLIAN KAMU) DAN KEADAAN KAMU YANG BERHAJAT (KEPADA ALLAH S.W.T) ITU TIDAK DAPAT DIANGKAT OLEH SESUATU YANG SIFATNYA MENDATANG. SEBAIK-BAIK WAKTU KAMU ADALAH DI MANA KAMU MELIHAT DALAMNYA ADA HAJAT (KEPADA ALLAH S.W.T) DAN KAMU KEMBALI KEPADA KEHINAAN KAMU (MEMPERAKUI PERGANTUNGAN KAMU KEPADA ALLAH S.W.T).

Allah s.w.t menyempurnakan nikmat-nikmat penciptaan dan keberlangsungan kewujudan hamba-hamba-Nya. Wujud makhluk bergantung kepada Wujud Allah s.w.t dan kesinambungan kewujudan makhluk bergantung kepada kurniaan Allah s.w.t. Apa sahaja yang diciptakan oleh Allah s.w.t tidak boleh melepaskan diri dari pergantungan kepada Allah s.w.t. Keadaan berhajat kepada Allah s.w.t ini menjadi sifat asli bagi makhluk. Tidak ada satu pun makhluk yang mampu meneruskan kewujudan dan kehidupannya tanpa sokongan dari Allah s.w.t.
Dalam menjalani kehidupannya seseorang hamba Allah s.w.t didatangi oleh berbagai-bagai sebab musabab. Secara zahirnya kehidupan hamba Allah s.w.t dipengaruhi oleh hukum sebab musabab. Ada anak sebab ada hubungan ibu dengan bapa. Berlaku kematian disebabkan oleh penyakit. Adanya proses pembesaran sebab ada makanan yang berkhasiat. Sesuatu perkara berlaku sesuai dengan sebab yang menghasilkan akibat. Sistem sebab dan akibat ini sangat rapi sehingga manusia dapat menyusun peraturan sebab musabab yang boleh menghasilkan akibat. Kerapian susunan sistem sebab musabab menambahkan lagi pengaruhnya kepada hati manusia. Apabila perhatian hanya tertumpu kepada sistem sebab musabab mereka pun melupai asal kejadian dan sifat asli mereka. Mereka lupa kepada zat mereka iaitu ‘adam yang menerima nikmat kewujudan dan nikmat kesinambungan kewujudan. Mereka tidak dapat melihat bahawa sebab musabab adalah sebahagian daripada nikmat kurniaan Allah s.w.t yang menyambung kehidupan mereka.

Orang yang telah lupa kepada keaslian diri mereka perlu diberi peringatan. Peringatan yang datang kepada mereka juga dalam bentuk sebab musabab. Mereka dibiarkan mengadakan sebab tetapi akibat yang sesuai dengan sebab tersebut ditahan, sebaliknya akibat yang tidak diduga dilepaskan. Mereka dihadapkan dengan keadaan di mana sebab tidak mampu mempengaruhi akibat. Ikhtiar mereka tidak menghasilkan pulangan yang sepatutnya diperolehi. Ini membuat mereka berasa kecewa dengan sebab-sebab. Kekecewaan tersebut mengalihkan pandangan mereka kepada sifat keaslian mereka iaitu berhajat kepada Allah s.w.t yang menguasai semua sebab dan akibat. Mereka dapat melihat dengan jelas bahawa berpegang kepada hukum sebab musabab tidak melepaskan pergantungan mereka kepada Allah s.w.t. Sebab musabab adalah perkara yang datang kemudian sedangkan susunan tadbir Allah s.w.t datang lebih dahulu, menemaninya sejak mula hinggalah sampai bila-bila.

Tidak ada kekuatan sebab musabab yang dapat mengubah apa yang telah diatur oleh Allah s.w.t. Peraturan Allah s.w.t sahaja yang menyambung penghidupan mereka, bukan sebab musabab yang datang kemudian. Orang yang melihat kepada hakikat ini hanya mengambil sebab musabab sebagaimana layaknya sebagai manusia tetapi mereka tidak meletakkan keberkesanannya kepada sebab musabab. Kekuasaan Allah s.w.t sahaja yang menentukan keberkesanan sesuatu sebab. Oleh sebab itu sifat asli hamba yang berhajat kepada Allah s.w.t tidak dapat diangkat oleh sebab musabab yang datang kemudian daripadanya.

Seseorang yang kembali kepada keasliannya mengakui akan keadaan dirinya yang lemah dan berhajat kepada Allah s.w.t. Mereka akan mengisi setiap ruang dan waktu kehidupannya dengan memperteguhkan pergantungannya kepada Allah s.w.t. Zahirnya mengadakan sebab musabab tetapi batinnya berserah kepada Allah s.w.t yang menguasai semua sebab dan menentukan akibat. Dia menghayati nikmat kesinambungan kewujudan sebagai hamba Allah s.w.t. Dia menjalani kehidupan yang penuh dengan sebab musabab tanpa mengalih pandangan daripada as-Samad, Tuhan yang dihajati oleh semua makhluk.
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - sufizone : Munajat Seorang Hamba Kepada Allah

KADANGKALA DIBUKAKAN KEPADA KAMU PINTU TAAT TETAPI TIDAK DIBUKAKAN PINTU MAKBUL PERMINTAAN. KADANGKALA KAMU TERDORONG KE DALAM DOSA TETAPI DOSA ITU MENJADI SEBAB MENYAMPAIKAN KAMU (KEPADA ALLAH S.W.T).
MAKSIAT YANG MELAHIRKAN RASA HINA DIRI (KEPADA ALLAH S.W.T) DAN RASA BERHAJAT KEPADA-NYA LEBIH BAIK DARIPADA TAAT YANG MELAHIRKAN RASA MEGAH DAN TAKBUR.

Allah s.w.t menyediakan beberapa jalan bagi hamba-Nya mendekatkan diri kepada-Nya. Ada jalan positif dan ada jalan negatif. Jalan positif adalah jalan taat dan jalan negatif adalah jalan maksiat. Kedua-dua jalan tersebut berbeza pada permulaannya tetapi mempunyai persamaan pada akhirannya. Walau jalan mana yang dilalui ia tidak sunyi dari ujian. Orang yang melalui jalan taat berkemungkinan diuji dengan permintaannya tidak dimakbulkan. Ujian yang seperti ini baik bagi mendidik rohaninya. Biasanya orang yang mengambil jalan taat cenderung untuk melihat kepada amal ketaatannya. Amal ibadat yang dilakukan dengan banyak sangat menyenangkan hatinya. Dia mudah merasakan ketaatannya itulah yang menyampaikannya kepada Tuhan. Dia melihat perubahan yang berlaku pada dirinya dari malas beribadat kepada rajin beribadat, sifat-sifat yang tidak baik tertanggal darinya, lalu dia mengaitkan kebaikan yang berlaku pada dirinya dengan amal ibadat yang dikerjakannya. Dia meletakkan pencapaiannya pada amalannya. Dia juga mudah merasakan bahawa dirinya sudah suci bersih, sudah hampir dengan Allah s.w.t dan tentu sahaja Allah s.w.t memperkenankan segala permintaannya.

Tanpa dia menyedari perasaan yang demikian menghalang kemajuan rohaninya. Perasaan tersebut memperkuatkan kesedaran diri sendiri kerana dia dikuasai oleh kepentingan diri sendiri. Sifat ini tidak sesuai bagi mendekati Allah s.w.t kerana orang yang hampir dengan Allah s.w.t lebih senang dengan pilihan Allah s.w.t dari kehendak diri sendiri. Bertambah hampir dengan Allah s.w.t bertambahlah dia karam dalam kerelaan terhadap takdir Ilahi, sehingga dia tidak mempunyai kepentingan diri sendiri lagi, semuanya diserahkan kepada Allah s.w.t.

Orang yang masih mempunyai hajat dan permintaan adalah orang yang belum bulat penyerahannya kepada Allah s.w.t. Dia masih dihijab oleh kepentingan duniawi atau ukhrawi. Jika Allah s.w.t berkehendak menyampaikan hamba ini kepada-Nya, maka Dia akan menghancurkan kepentingan dirinya sehingga dia tidak berhajat kepada apa-apa lagi kecuali sampai kepada Allah s.w.t. Dalam proses menghancurkan kepentingan diri itu permintaannya tidak dimakbulkan. Apabila permintaannya tidak dimakbulkan sedangkan amal ketaatannya sangat banyak, dia akan mengalihkan pandangannya dari ketaatannya kepada Allah s.w.t yang memegang hak memberi dan menolak. Dia tidak lagi melihat amal ketaatannya menjadi sebab untuknya sampai kepada Allah s.w.t. Dia akan melepaskan pergantungan kepada amal ketaatan lalu dia menyerahkan dirinya kepada Allah s.w.t. Penyerahan membawanya reda dengan apa yang Allah s.w.t takdirkan untuknya. Apabila dia reda dengan Allah s.w.t dan Allah s.w.t reda dengannya maka dia dibawa hampir kepada-Nya. Masuklah dia ke Hadrat Allah s.w.t tanpa sebarang kepentingan diri sendiri.

Jalan satu lagi adalah jalan orang yang melakukan kesalahan, dosa dan maksiat. Kebanyakan orang yang sampai kepada Allah s.w.t, melalui jalan ini. Syaratnya mereka tidak berputus asa dari rahmat Allah s.w.t. Manusia pertama diciptakan Allah s.w.t, iaitu Adam a.s telah melakukan kesalahan kerana tidak berpegang kepada amanat yang Allah s.w.t pertaruhkan kepadanya. Firman Allah s.w.t:

Kemudian mereka berdua (Adam dan Hawa) memakan (buah) dari (pohon) itu, lalu terdedahlah kepada mereka aurat masing-masing, dan mereka mulailah menutupnya dengan daun-daun dari syurga; dan dengan itu derhakalah Adam kepada Tuhannya, lalu tersalah jalan (dari mencapai hajatnya). Kemudian Tuhannya memilihnya (dengan diberi taufik untuk bertaubat), lalu Allah menerima taubatnya serta diberi petunjuk. ( Ayat 121 – 122 : Surah Taha )

Adam a.s telah melakukan kesalahan tetapi beliau a.s mengakui kesalahan tersebut dan bertaubat kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t menerima taubat beliau a.s dan menjadikan beliau a.s sebagai hamba pilihan dan membimbingnya. Apa yang berlaku kepada Adam a.s seharusnya menjadi teladan kepada umat manusia sekaliannya. Adam a.s tidak berdolak-dalik, tidak mengada-adakan alasan. Beliau a.s mengakui dengan jujur akan kesilapannya dan memohon keampunan dari Allah s.w.t serta berserah diri kepada-Nya. Kesilapan Adam a.s diabadikan di dalam kitab-kitab suci, dibaca oleh semua umat manusia pada semua zaman. Adam a.s tidak terkilan kerana Allah s.w.t mendedahkan kesalahannya kepada sekalian makhluk. Beliau a.s tidak meminta Allah s.w.t menyembunyikan kesalahan yang telah dibuatnya itu. Beliau a.s reda dengan apa juga keputusan Allah s.w.t. Apabila seseorang reda dengan keputusan Allah s.w.t, tidak ada siapa lagi yang ditakutinya kecuali Allah s.w.t.

Sikap yang ditunjukkan oleh manusia umum berbeza daripada sikap yang telah ditunjukkan oleh bapa mereka, Adam a.s. Biasanya ejekan, sindiran dan kata-kata orang ramai mempengaruhi jiwa seseorang yang pernah berbuat salah. Dia akan berikhtiar bersungguh-sungguh untuk menyembunyikan kesalahannya. Jika kesalahannya diketahui oleh orang lain dia akan berasa terhina. Manusia umum malu kepada sesama manusia tetapi tidak malu kepada Allah s.w.t yang sentiasa melihat perbuatannya. Berbeza dengan Adam a.s, malunya kepada Allah s.w.t membuatnya lupa kepada yang lain dan rela dengan apa juga yang Allah s.w.t kenakan kepadanya sebagai hukuman. Beliau a.s diberikan hukuman yang sangat berat, iaitu dikeluarkan dari syurga, tempat yang senang lenang, kepada dunia yang penuh dengan kepayahan. Beliau a.s menerima kehidupan yang sukar ini dan menghabiskan hayatnya di atas muka bumi dengan berbuat taat kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t memuji sikap tersebut:

Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji, atau menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampun akan dosa mereka, dan sememangnya tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah, dan mereka juga tidak meneruskan perbuatan keji yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya). Orang-orang yang demikian sifatnya, balasannya ialah keampunan dari Tuhan mereka, dan syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya; dan yang demikian itulah sebaik-baik balasan (bagi) orang-orang yang beramal. ( Ayat 135 – 136 : Surah a-li ‘Imran ) Kesalahan, maksiat dan dosa sering melahirkan manusia yang insaf, bertaubat dan kembali kepada Allah s.w.t. Mereka menghambakan diri sepenuhnya kepada-Nya. Allah s.w.t senang dengan mereka lalu Dia membawa mereka hampir dengan-Nya. Keadaan mereka jauh lebih baik daripada orang yang pada zahirnya kuat berbuat taat tetapi batinnya diselimuti oleh ujub dan takbur, melihat diri sudah sempurna dan berbangga dengan banyaknya amal yang dikerjakan dan ilmu yang dimiliki. Orang yang ujub dan takbur dijauhkan dari Allah s.w.t, sedangkan mereka menyangka bahawa mereka didekatkan.
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - sufizone : Jalan Menuju Allah

BARANGSIAPA BERIBADAT KEPADA ALLAH S.W.T KERANA MENGHARAPKAN SESUATU ATAU SUPAYA KETAATANNYA DAPAT MENOLAK KEDATANGAN SEKSAAN DARI ALLAH S.W.T, MAKA ORANG ITU TIDAK MENDIRIKAN KEWAJIPAN TERHADAP HAK SIFAT-SIFAT-NYA.

Ketaatan hamba kepada Allah s.w.t dibina di atas tiga dasar:
1: “Wahai Tuhan kami. Kurniakan kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan selamatkan kami dari azab api neraka”.
2: “Ilahi! Engkau jualah maksud dan tujuan kami. Keredaan Engkau jua yang kami cari.
3: “Ilahi! Engkau jua maksud dan tujuan, tiada lain yang kami cari”.

Orang Islam umumnya membina ketaatan mereka di atas dasar yang pertama. Orang yang masih pada peringkat mencari membinanya di atas dasar yang ke dua. Orang yang telah bertemu dengan yang dicari membinanya di atas dasar yang ke tiga. Hikmat di atas mengajak golongan pertama supaya memperbaiki diri mereka dengan cara membina ketaatan seperti golongan ke dua dan seterusnya mencapai peringkat golongan ke tiga.

Orang awam beribadat kepada Allah s.w.t kerana mengharapkan kurniaan dari-Nya yang berupa nikmat kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Mereka membuat andaian bahawa jika mereka berbuat taat tentu Tuhan akan melayannya dengan lemah-lembut, memberikan kepada mereka kebaikan dan menghindarkan dari mereka bala bencana ketika mereka hidup di dunia serta menyelamatkan mereka dari api neraka di akhirat, seterusnya menempatkan mereka di dalam syurga yang abadi. Ketaatan golongan ini bermotifkan kepentingan peribadi. Rasulullah s.a.w bersabda:

Sekiranya tidak ada neraka tentu mereka tidak sujud kepada Allah s.w.t.

Jangan kamu berperangai seperti hamba yang jahat, jika takut, dia bekerja. Jangan kamu menjadi seperti pekerja yang jahat, jika tidak diberi upah, dia enggan membuat kerja.

Golongan kedua pula pergi kepada Islam yang lebih mendalam, dengan berbuat aslim (menyerah diri) kepada Allah s.w.t. Dalam pembentukan sifat aslim ini mereka melakukan ketaatan kepada Allah s.w.t kerana mengharapkan keredaan-Nya. Inilah golongan ahli tarekat . Amal ibadat dilakukan untuk membersihkan hati nurani agar dia dapat mendekati Allah s.w.t. Rasa kasihkan Allah s.w.t telah tumbuh dalam hati mereka. Pemahaman tentang Tuhan juga telah bertambah. Mereka sudah dapat melihat bahawa penyembahan dan ketaatan adalah kewajipan hamba kepada hak ketuhanan Allah s.w.t. Pemberian atau penolakan tidak sedikit pun mengecilkan hak tersebut. Allah s.w.t disembah kerana Dia adalah Tuhan. Dia ditaati kerana Dia adalah Tuhan. Dia bersifat dengan sifat-sifat ketuhanan yang mewajibkan Dia disembah dan ditaati. Tidak perlu lagi kepada sebarang alasan lain. Hamba Allah s.w.t tidak ada pilihan melainkan bergantung kepada-Nya, Allah s.w.t, yang bersifat dengan sifat-sifat iftiqar, yang mewajibkan yang lain bergantung kepadanya. Dia memiliki semua kekuasaan dan kekayaan. Dia yang memberi atau menolak. Segala-galanya adalah milik-Nya dan Dia boleh berbuat apa sahaja terhadap apa yang menjadi milik-Nya. Hamba yang menyedari hakikat ini sangatlah berhajat kepada keredaan Allah s.w.t, iaitu Allah s.w.t menerimanya sebagai hamba yang benar-benar melakukan kewajipan terhadap hak ketuhanan-Nya. Jika Allah s.w.t reda kepadanya Dia tidak akan mengadakan tuntutan kepadanya lantaran kelemahan dan kejahilannya dalam melaksanakan kewajipan terhadap hak ketuhanan tersebut.

Orang awam beramal kerana mengharapkan nikmat dari Allah s.w.t. Ahli tarekat beramal kerana mengharapkan keredaan Allah s.w.t. Bila hati sudah menjadi suci bersih dan jika diizinkan Allah s.w.t, pintu hakikat dibukakan kepadanya. Bila dia berhadapan dengan hakikat, dia tidak melihat amal sebagai kebaikan yang keluar dari dirinya, tetapi dia melihat amal itu adalah anugerah Allah s.w.t kepadanya. Jika Allah s.w.t yang mengurniakan amal, mengapa pula ada tuntutan terhadap amal itu. Pengalaman hakikat yang lebih mendalam membawa seseorang kepada suasana fana. Dalam fana amal dan kurnia tidak terlihat lagi. Keredaan Allah s.w.t juga tidak kelihatan. Mata hati hanya tertuju kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t meliputi segala sesuatu. Dia meliputi keredaan-Nya, kurnia-Nya dan perbuatan-Nya. Walau ke mana pandangan dihalakan di sana kelihatan Allah s.w.t, tidak ada yang selain-Nya. Allah s.w.t berfirman:

Maka ke mana sahaja kamu arahkan diri (ke kiblat untuk menghadap Allah) maka di situlah arah yang diredai Allah; ( Ayat 115 : Surah al-Baqarah )

Dan Ia tetap bersama-sama kamu di mana sahaja kamu berada. ( Ayat 4 : Surah al-Hadiid )

Ahli hakikat tidak melihat kepada dirinya, amalnya, kurniaan Allah s.w.t dan keredaan-Nya. Mereka melihat hikmat kebijaksanaan Allah s.w.t dalam menjalankan takdir-takdir, termasuklah dirinya, amalnya, kurniaan-Nya dan keredaan-Nya.

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - sufizone : Allah Diataati Karena Sifat-sifat-Nya

PEMBERIAN DARI MAKHLUK ADALAH KERUGIAN DAN PENOLAKAN DARI ALLAH ADALAH KEBAIKAN.

Hikmat di atas merupakan ucapan ahli tauhid yang sebenarnya. Orang yang benar-benar bertauhid menghukumkan bahawa sekiranya beliau menerima sebarang pemberian makhluk sedangkan hatinya tidak melihat bahawa pemberian itu sebenarnya dari Allah s.w.t, maka dia menerima pemberian itu tanpa hak

Firman Allah s.w.t:

Allah jualah yang mencipta kamu; kemudian Ia memberi rezeki kepada kamu; sesudah itu Ia mematikan kamu; kemudian Ia menghidupkan kamu semula. Adakah di antara makhluk-makhluk yang kamu sekutukan dengan Allah itu sesiapa yang dapat berbuat sesuatu pun dari segala yang tersebut? Maha Suci Allah dan Tertinggi keadaan-Nya dari apa yang mereka sekutukan (dengan-Nya). ( Ayat 40 : Surah ar-Ruum )

Firman-Nya lagi:

Bertanyalah kepada mereka (yang musyrik itu) : “Siapakah yang memberi rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan? Dan siapakah yang mengeluarkan makhluk yang hidup dari benda yang mati, dan mengeluarkan benda yang mati dari makhluk yang hidup? Dan siapakah pula yang mentadbirkan urusan sekalian alam?” (Dengan pertanyaaan-pertanyaan itu) maka mereka (yang musyrik) tetap akan menjawab (mengakui) dengan berkata: “Allah jualah yang menguasai segala-galanya!” Oleh itu, katakanlah: “(Jika kamu mengakui yang demikian), maka mengapa kamu tidak mahu bertakwa?” ( Ayat 31 : Surah Yunus )

Pegangan tauhid adalah jelas bahawa hanya Allah s.w.t yang berkuasa memberi sementara makhluk hanyalah ejen dalam menyampaikan pemberian itu. Menyambut pemberian dari tangan ejen dengan melupakan Pemberi yang sebenar adalah satu kesalahan yang layak jika dia dikatakan mengambil pemberian itu tidak secara hak. Al-Quran dengan jelas mengajarkan agar tidak berlaku syirik ketika menerima sesuatu, agar pemberian yang diterima itu menambahkan ketakwaan. tauhid juga mengajarkan:

Segala puji tertentu bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam. Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. ( Ayat 1 – 2 : Surah al-Faatihah )

Allah s.w.t sahaja Tuhan sekalian alam. Dia menguruskan sekalian makhluk-Nya dengan kemurahan dan kasih sayang. Jika seorang ibu sangat kasih dan mengambil berat tentang anaknya, maka lebih lagi kasih sayang dan perhatian Allah s.w.t kepada makhluk-Nya. Tanda Allah s.w.t mengasihi dan memberi perhatian kepada makhluk-Nya adalah Dia telah mengadakan ketentuan dan pembahagian sejak azali, lama sebelum makhluk diciptakan. Allah s.w.t telah pun mengadakan persediaan yang lebih dari cukup untuk menyambut makhluk yang akan diciptakan-Nya. Setiap makhluk yang Dia ciptakan, sekali pun sebesar zarah, telah pun ditentukan haknya sebelum ia diciptakan. Apabila makhluk sekaliannya diciptakan, masing-masing sudah dinanti oleh hak masing-masing, sudah ada habuan untuk mereka, hanya menunggu masa untuk menerimanya. Tidak ada makhluk yang diciptakan tanpa perkiraan dan habuan untuknya. Apa juga yang diterima oleh makhluk merupakan apa yang Allah s.w.t telah sediakan untuknya. Oleh itu, sangatlah tidak mengenang budi, sesiapa yang menerima sesuatu pemberian tetapi tidak melihat Allah s.w.t sebagai Pemberi yang sebenar. Allah s.w.t telah memberi jaminan:

Ia telah menetapkan atas diri-Nya memberi rahmat. ( Ayat 12 : Surah al-An’aam )

Jika ada di antara hamba-Nya yang tidak memperolehi apa yang dia inginkan, sebenarnya penolakan itu adalah rahmat juga dari Allah s.w.t.

Dan boleh jadi kamu suka kepada sesuatu padahal ia buruk bagi kamu. Dan (ingatlah), Allah jualah Yang mengetahui (semuanya itu), sedangkan kamu tidak mengetahuinya. ( Ayat 216 : Surah al-Baqarah ) Allah s.w.t menolak permintaan kamu kerana Allah s.w.t mahu menyelamatkan kamu dari kemudaratannya. Kamu tidak mengetahui tetapi Allah s.w.t mengetahui bahaya tersebut. Tanda kasihnya kepada kamu dielakkan bahaya itu daripada kamu walaupun kamu menyangkal. Orang yang mengenali sifat Pemurah dan Penyayang Allah s.w.t akan berasa tenang dan bersyukur tatkala menerima penolakan dari Allah s.w.t kerana dia yakin bahawa Allah s.w.t telah menyelamatkannya dari sesuatu bahaya dengan penolakan itu. Jadi, penolakan itu adalah ihsan Allah s.w.t kepada hamba-Nya yang lemah, jahil, tidak mengetahui apa yang tersembunyi dan tidak kuat menyelamatkan diri sendiri. Hanya Allah s.w.t yang telah mewajibkan Diri-Nya memberi rahmat yang bertindak menyelamatkan hamba-Nya walaupun si hamba itu sendiri tidak menyenanginya. Sekiranya Allah s.w.t menurut sahaja apa yang diingini oleh hamba-Nya tentu sahaja alam ini penuh dengan kebinasaan.
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - sufizone : Penolakan Allah Lebih Baik Dari Pada Pemberian Manusia


Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - sufizone : Penolakan Allah Lebih Baik dari pada Pemberian Makhluk

JIKA ENGKAU BERKEHENDAKKAN KEMULIAAN YANG ABADI JANGANLAH ENGKAU MENCARI KEMULIAAN YANG SEMENTARA.

Manusia mencari kemuliaan melalui berbagai-bagai cara. Mereka mencarinya melalui harta, pangkat dan kekuasaan. Ada yang mencarinya melalui ilmu dan amal. Ada yang mencarinya melalui wajah yang cantik dan suara yang merdu. Ada pula mencarinya melalui tindakan yang mencabar seperti terjun dari tempat yang tinggi. Semua kemuliaan yang diperolehi dengan cara demikian bersifat sementara. Bila orang yang berkenaan berpisah daripada alat yang menjadikannya mulia maka hilang juga kemuliaan yang dimilikinya. Semua kemuliaan tersebut adalah fatamorgana. Orang yang berpangkat, berkuasa dan berharta akan tidak berasa mulia lagi bila berhadapan dengan orang yang tinggi pangkatnya, lebih besar kuasanya dan lebih banyak hartanya. Orang yang dimuliakan kerana kecantikannya tidak dimuliakan lagi apabila wajahnya sudah berkedut. Orang yang dimuliakan kerana kemerduan suaranya tidak dimuliakan lagi bila ada orang lain yang lebih merdu suaranya. Orang yang dimuliakan kerana berani terjun dari tempat yang tinggi tidak dimuliakan lagi bila ada orang lain yang lebih berani terjun dari tempat yang lebih tinggi.

Orang yang memiliki kemuliaan yang bersifat sementara itu tidak dapat merasakan kedamaian kerana bimbangkan kemuliaannya akan dicabar oleh orang lain. Orang yang dimuliakan kerana ilmu juga bimbang takut-takut ada orang lain yang lebih berilmu akan mengambil alih kedudukannya. Orang yang dimuliakan kerana kekuatan amal kebaikannya masih juga bimbang takut-takut orang ramai mendapat tahu akan keburukannya yang lalu atau yang tersembunyi. Semua kemuliaan tersebut akan berakhir apabila manusia mengalami kematian. Jasadnya disemadikan di dalam tanah dan kemuliaannya ditinggalkan di atas kuburnya.

Jika diperhatikan benar-benar didapati bahawa apa yang dikatakan kemuliaan bukanlah apa yang dimiliki dan bukan apa yang diletakkan oleh orang lain kepada seseorang itu. Kemuliaan dan kemegahan adalah perasaan yang timbul di dalam hati. Ada orang yang kuasanya tidak seberapa tetapi sudah merasakan sangat mulia. Ada orang yang hanya menjadi pemandu raja tetapi sudah berasa mulia seperti raja. Ada orang yang namanya disebutkan oleh pembesar negeri di hadapan khalayak ramai, pun sudah merasakan dirinya mulia.

Kalam Hikmat yang lalu telah memberi gambaran tentang aspek zahir serta aspek batin. Alam dalam aspek zahirnya adalah tipu daya. Kemuliaan dan kemegahan yang dibina di atas tapak zahir alam juga bersifat tipu daya, bukan asli dan sama sekali tidak kekal. Kemuliaan dan kemegahan yang demikian hanyalah sangkaan.

Tidaklah patut mereka (orang-orang munafik) mencari kekuatan dan kemuliaan di sisi orang-orang kafir itu, kerana sesungguhnya kekuatan dan kemuliaan itu ialah milik Allah, (diberikan-Nya kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya). ( Ayat 139 : Surah an-Nisaa’ )

Hanya Allah s.w.t yang memiliki kemuliaan. Tidak ada satu pun makhluk yang dapat mengwujudkan kemuliaan. Apa yang dicipta oleh makhluk hanyalah gambaran yang menurut sangkaan. Kemuliaan sejati hanya boleh didapati dari Allah s.w.t. Jalannya adalah dengan mengambil perhatian kepada aspek batin yang bersangkutan dengan ketuhanan. Hamba Allah s.w.t yang tidak tertipu oleh zahirnya alam akan terus berpegang pada aspek batinnya yang memberi peringatan dan petunjuk. Mereka bersabar dalam menempuh gelombang takdir Ilahi sehingga mereka terdampar di pantai keredaan Ilahi.

Di sana dipakaikan kepada mereka pakaian kemuliaan iaitu tauhid yang benar. Tauhidlah kemuliaan yang sejati dan abadi. Tauhid mengajarkan hanya Allah s.w.t Yang Maha Esa, Maha Mulia, tidak yang lain. Apabila hati seseorang sudah dipenuhi oleh tauhid maka ia dipenuhi oleh kemuliaan. Kemuliaan yang dipancarkan oleh tauhid tidak akan rosak binasa. Perpisahan daripada benda-benda alam, pendapat orang lain dan apa sahaja tidak sedikit pun menjejaskan hati yang bertauhid. Hati yang sudah penuh dengan kemuliaan Allah s.w.t tidak lagi menghiraukan penghinaan makhluk. Ia tidak berakhir dengan kematian kerana Allah s.w.t tidak binasa dan kemuliaan-Nya juga tidak binasa. Ia tetap mulia di dalam kuburnya, mulia ketika dibangkitkan dari kuburnya dan lebih mulia lagi di akhirat yang kekal abadi.
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - sufizone : Kemuliaan yang abadi

ADAKALANYA KAMU MENERIMA PEMBERIAN YANG PADA HAKIKATNYA ADALAH PENOLAKAN DAN ADA KALANYA KAMU DITOLAK TETAPI PADA HAKIKATNYA KAMU DIBERI.

JIKA DIBUKA KEPADA KAMU PINTU KEFAHAMAN TENTANG PENOLAKAN NESCAYA BERUBAH PENOLAKAN MENJADI PEMBERIAN.

Sesuatu yang kuat menghalang perjalanan kerohanian seseorang murid adalah kehendak diri sendiri. Dia berkehendakkan sesuatu yang menurut hematnya akan membawa kebaikan kepada dirinya. Kehendak atau hajat keperluannya itu mungkin menyentuh tentang dunia, akhirat atau hubungan dengan Allah s.w.t. Jika hajatnya tercapai dia merasakan yang dia menerima kurniaan Allah s.w.t. Jika hajatnya tidak diperkenankan dia akan merasakan dia menerima penolakan Allah s.w.t dan dijauhkan. Orang yang berada pada peringkat ini selalu mengaitkan makbul permintaan atau doa dengan kemuliaan di sisi Allah s.w.t. Jika Allah s.w.t mengabulkan permintaannya dia merasakan itu adalah tanda dia hampir dengan-Nya. Jika permintaannya ditolak dia merasakan itu tandanya dia dijauhkan. Anggapan begini sebenarnya tidak tepat. Tidak semua penerimaan doa menunjukkan pendekatan dan tidak semua penolakan menunjukkan dijauhkan. Bagi orang yang masih dalam perjalanan dia tidak seharusnya membesarkan hajat keperluannya. Dia perlu menghancurkan nafsu dan keinginan dirinya supaya dia dapat masuk ke dalam suasana berserah diri kepada Allah s.w.t. Kehendak dan hajat menghalangnya dari berserah diri kepada Allah s.w.t. Pemberian yang sesuai dengan hajat dan permintaannya menambahkan kekuatan halangan tersebut. Keadaan ini menambahkan lagi hijab antaranya dengan Allah s.w.t. Dalam segi ini, pemberian yang diterimanya walaupun mempunyai manfaat tetapi sebenarnya merupakan kerugian kerana tertutup jalan menuju Allah s.w.t. Jadi, pemberian itu merupakan penolakan yang tidak disedarinya.

Orang yang hajatnya ditolak akan mengalami keadaan yang berbeza daripada orang yang hajatnya dimakbulkan. Orang yang mempunyai keinginan terhadap sesuatu mempunyai hubungan hati dengan apa yang diingini itu. Hatinya cenderung atau kasih kepadanya. Jika keinginannya sangat kuat dan tidak dapat dikawalnya, dia akan sanggup berkorban apa sahaja untuk mendapatkan apa yang diingininya itu. Jika dia bermohon kepada Tuhan maka dia akan meminta dengan bersungguh-sungguh. Harapannya bulat tertuju kepada Allah s.w.t. Sekiranya dia mampu tentu dipaksanya Allah s.w.t agar memberi apa yang dia hajati itu. Apa akan terjadi sekiranya Allah s.w.t menolak permintaannya dan membiarkan harapannya itu musnah? Dia akan menghadapi perpisahan dengan apa yang dia ingini itu. Pada mulanya dia akan merasakan beban yang sangat berat menghimpit jiwanya, tetapi kemudiannya dia mendapat tenaga untuk bertahan. Dia dapat bersabar menghadapi penolakan tersebut. Akhirnya dia berputus asa terhadap apa yang pernah diingininya. Dia menjadi reda dengan penolakan yang diterimanya. Bila dia reda dengan lakuan Allah s.w.t, dia akan dibawa kepada keredaan Allah s.w.t. Semua orang mahukan keredaan Allah s.w.t, tetapi sedikit sekali yang reda dengan Allah s.w.t. Bagaimana kita boleh memperolehi keredaan-Nya jika kita tidak reda dengan lakuan-Nya? Hamba yang menerima penolakan Allah s.w.t, kemudian dibawa kepada reda dengan lakuan-Nya, dibayar dengan keredaan-Nya. Bukankah ini jauh lebih baik dari apa yang dia inginkan dahulu? Jadi, penolakan yang pada mulanya dirasakan pahit sebenarnya merupakan kurniaan yang sangat besar.

Seseorang yang telah mencapai darjat yang tinggi dalam bidang kerohanian akan selalu ditolak permintaannya, sehingga dia benar-benar memperolehi keteguhan. Penolakan itu adalah sebagai mendidik rohaninya agar terus tegak dalam ubudiyah yang kuat, tidak menjadi terlalu yakin dengan diri sendiri yang boleh menyebabkan kurang pergantungan kepada Allah s.w.t. Penolakan membuatnya mengerti betapa lemahnya dirinya dan betapa dia berhajat kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t memperkenalkan bahawa Dia yang terkaya dari sekalian makhluk dan sekalian makhluk tidak lepas dari bergantung kepada-Nya.

Hamba yang dibuka pintu pemahaman tentang penolakan tidak berasa cemas atau curiga menghadapi penolakan tersebut. Sebaliknya dia akan terus berserah diri kepada Allah s.w.t dan membuang tuntutan memilih. Dia tahu bahawa keinginan yang datang ke dalam hatinya adalah ujian Allah s.w.t. Jika Allah s.w.t tidak memenuhi hajatnya, dia tahu Allah s.w.t menambahkan beban ujian tersebut. Allah s.w.t yang mendatangkan ujian maka Dia jua yang mendatangkan kesabaran kepada hamba-Nya untuk menanggung beban ujian tersebut. Allah s.w.t yang menolak permintaan hamba-Nya Dia juga yang menjadikan si hamba itu reda dengan penolakan tersebut. Penolakan mendatangkan dua nikmat kepada seseorang hamba iaitu nikmat sabar dan reda. Kedua-dua nikmat ini jauh lebih berharga dan berguna dari apa yang diingini oleh hatinya. Sabar dan reda menjadi pintu kepada berbagai-bagai nikmat yang lain yang besar-besar, sehingga si hamba tidak terkilan langsung lantaran menerima penolakan pada mulanya.
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - sufizone : Hikmad Pemberian dan Penolakan

BUKANLAH ORANG ARIF ORANG YANG MEMPEROLEHI ISYARAT LALU MERASAKAN ALLAH S.W.T LEBIH DEKAT DARI ISYARATNYA. ORANG ARIF ADALAH ORANG YANG TIDAK MENYEDARI ISYARAT KERANA FANA DALAM WUJUD ALLAH S.W.T DAN DILIPUTI OLEH SYUHUD (PENYAKSIAN) KEPADA ALLAH S.W.T.

Hikmat yang lalu menggambarkan keadaan orang awam yang dihijab oleh cahaya dunia dan syaitan sehingga mereka tidak jadi untuk berbuat taat kepada Allah s.w.t. Hikmat 87 ini pula menggambarkan keadaan orang yang berjalan pada jalan Allah s.w.t dan sudah pun mengalami hakikat-hakikat tetapi cahaya hakikat masih menjadi hijab antaranya dengan Allah s.w.t. Pengalaman tentang hakikat menurut istilah tasauf dipanggil isyarat tauhid. Isyarat-isyarat tersebut apabila diterima oleh hati maka hati akan mendapat pengertian tentang Allah s.w.t. Isyarat-isyarat demikian membuatnya berasa hampir dengan Allah s.w.t. Orang yang berasa hampir dengan Allah s.w.t tetapi masih melihat kepada isyarat-isyarat tersebut masih belum mencapai makam arifbillah. Orang arifbillah sudah melepasi isyarat-isyarat dan sampai kepada Allah s.w.t yang tidak boleh diisyaratkan lagi. Makam ini dinamakan fana-fillah atau lebur kewujudan diri dalam Wujud Mutlak dan penglihatan mata hati tertumpu kepada Allah s.w.t semata-mata, iaitu dalam keadaan:

Tiada sesuatu sebanding dengan-Nya.

Tidak ada nama yang mampu menceritakan tentang Zat-Nya. Tidak ada sifat yang mampu menggambarkan tentang Zat-Nya. Tidak ada isyarat yang mampu memperkenalkan Zat-Nya. Itulah Allah s.w.t yang tidak ada sesuatu apa pun menyerupai-Nya. Maha Suci Allah s.w.t dari apa yang disifatkan.

Murid yang berjaya dalam perjalanannya mengalami berbagai-bagai hal. Pengalaman tersebut datang sebagai isyarat-isyarat yang tiba-tiba sahaja tercetus di dalam hati, dan hati tiba-tiba sahaja dapat menangkap sesuatu yang ghaib dan berkaitan dengan ketuhanan. Pengalaman hati tersebut mencetuskan daya tafakur. Hasil dari tafakur dapatlah dia memahami tentang Tuhan. Pengetahuan tentang ketuhanan itu membuatnya merasakan hampir dengan Tuhan. Murid pada peringkat ini dapat melihat kelebihan tauhid yang Allah s.w.t kurniakan kepadanya. Ini menunjukkan dia masih berdalilkan pengalaman kerohaniannya secara tidak sedar bagi mendapat penjelasan tentang tauhid.

Berbeza keadaannya daripada orang arifbillah yang tidak lagi melihat kepada tauhid kerana dia sendiri telah fana di dalam tauhid. Orang arifbillah mencapai kefanaan yang mutlak setelah melalui empat peringkat kematian, dipanggil mati tabii, mati maknawi, mati surri dan mati hisi. Mati cara ini bukanlah kematian tubuh badan tetapi ia adalah pelenyapan segala sesuatu selain Allah s.w.t secara berperingkat-peringkat dari alam kebatinan seseorang. Ia diistilahkan sebagai mati kerana pengalaman demikian hanya berlaku setelah rohani seseorang dapat melepasi kurungan duniawi dan masuk ke alam kebatinan yang mendalam atau dikatakan dia terjun ke dalam dirinya sendiri. Rohani manusia bukanlah satu ruang seperti ruang-ruang yang ada di dunia. Rohani adalah Latifah Rabbaniah, perkara ghaib yang sangat seni dan dinisbahkan kepada Allah s.w.t, hanya Allah s.w.t mengetahui hakikatnya. Rohani boleh dihalusi kepada beberapa peringkat. Peringkat pertama dinamakan Latifah Kalbu (hati) yang menjadi asas kepada semua Latifah-Latifah. Ia juga dinamakan tubuh batin. Peringkat yang lebih mendalam dinamakan Latifah Roh yang dibahasakan sebagai roh haiwani iaitu nyawa yang menghidupkan tubuh badan. Latifah Roh menjadi batin kepada Latifah Kalbu. Batin kepada Latifah Roh pula dinamakan Latifah Sir yang dibahasakan sebagai roh insani, yang membekalkan bakat kehidupan kepada roh haiwani dan seterusnya menghidupkan jasad. Batin kepada Latifah Sir dinamakan Latifah Khafi dan batin yang paling dalam dinamakan Latifah Akhfa.

Bila terbuka medan Latifah kalbu, hati merasakan mati tabii. Kematian cara ini membuat fikiran tidak aktif. Hati mendapat keasyikan tentang alam ghaib dan dalam keasyikan itu pendengaran zahir tidak memberi kesan kepada hati dan fikiran. Dia tidak mendengar apa-apa lagi kecuali suara hatinya yang menyebut Allah, Allah, Allah! Kemudian, tanpa dipaksa-paksa lidahnya menyebut Allah, Allah, Allah! Setiap kali dia menyebut Allah hatinya merasakan seolah-olah Allah menjawab seruannya itu. Pada peringkat ini kesedaran diri lenyap di dalam lakuan Allah s.w.t. Pemikiran, perasaan dan keinginan tidak berfungsi lagi. Semua perkara terhapus, yang ada nur iman dan tauhid. Hatinya menghayati:
Tiada yang berbuat sesuatu melainkan Allah s.w.t.

Dalam keadaan demikian dia menghayati firman Allah s.w.t:

“Padahal Allah menjadikan kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu!” ( Ayat 96 : Surah as-Saaffaat )
Dan tidaklah akan berkehendak, kecuali jika dikehendaki oleh Allah, ( Ayat 29 : Surah at-Takwiir)

Orang yang memasuki alam kebatinan peringkat ini melihat pergerakan yang terjadi pada dirinya berlaku tanpa dia merancang dan juga dia tidak mampu menyekatnya dari berlaku. Keadaannya sama seperti orang yang melihat dirinya di dalam mimpi. Dia tidak berkuasa menyuruh atau melarang apa yang dirinya lakukan di dalam mimpi itu. Dia seakan-akan melihat orang lain, bukan dirinya sendiri. Pengalaman yang seperti di dalam mimpi itu dialami secara jaga oleh orang yang mencapai fana peringkat pertama atau memasuki suasana mati tabii. Oleh sebab dia melihat dengan jelas dan yakin akan perbuatan dirinya terjadi di luar bidang kekuasaannya, maka perbuatan itu dinafikan keluar dari dirinya dan diisbatkan kepada perbuatan Allah s.w.t. Dia menghayati bahawa Allah s.w.t jualah yang melakukan segala perkara.

Setelah melepasi medan Latifah kalbu seseorang itu masuk kepada medan Latifah Roh dan jika diizinkan Allah s.w.t dia berpeluang mengalami suasana mati maknawi. Dalam suasana mati maknawi, penglihatan mata zahir dikuasai oleh penglihatan mata hati. Mata zahir tidak lagi tertarik kepada alam benda. Dia seolah-olah melihat cermin yang ditembusi cahaya, maka sifat-sifat alam benda tidak berbekas pada pandangannya ketika mata hatinya memandang kepada sifat Allah s.w.t Yang Maha Sempurna dan Kekal. Kesedarannya terhadap sifat dirinya hilang dan dia dikuasai oleh suasana sifat Allah s.w.t. Penghayatan hatinya pada ketika ini adalah:

Tiada yang hidup melainkan Allah s.w.t.

Kefanaan pada peringkat ini membuat seseorang melihat kepada keabadian. Dia tidak lagi melihat kepada jasad yang akan binasa dan tidak juga kepada dunia yang bersifat sementara. Dia dikuasai oleh suasana rohani yang tidak akan binasa kerana rohani hidup menumpang Hayat Allah s.w.t.

Setelah melepasi medan Latifah Roh dia masuk kepada medan Latifah Sir dan jika Allah s.w.t izinkan dia dapat merasakan suasana mati surri. Dalam suasana mati surri, segala kewujudan yang sementara dan sifat kemanusiaan terhapus dari alam kebatinannya. Dia masuk ke alam ghaib yang penuh dengan Nur Ilahi. Nama Allah s.w.t berbekas pada hatinya dan dia menghayati kenyataan:
Tiada yang terpuji melainkan Allah s.w.t.

Orang yang mengalami kefanaan ini sudah terputus dari sifat-sifat kemanusiaan maka lahirlah perwatakan yang ganjil dan aneh, tidak secucuk dengan tatasusila dan adab masyarakat. Cara dia berpakaian, makan dan minum tidak seperti orang ramai lagi. Percakapannya sukar dimengerti dan kadang-kadang menyinggung perasaan orang lain. Mungkin juga terkeluar dari mulutnya ucapan yang pada zahirnya bersalahan dengan syariat.

Setelah melepasi Latifah Sir seseorang itu masuk ke dalam medan Latifah Khafi dan jika diizinkan Allah s.w.t dia berpeluang memasuki susana mati hisi. Dalam suasana ini apa juga yang mengisi alam ini lenyap dari alam perasaannya Tidak ada lagi pemikiran, perasaan, bahasa, ruang, masa, ukuran dan rupa bentuk. Dia mengalami suasana yang kosong, tiada isi, tiada rupa, tiada bahasa dan tidak boleh diperkatakan apa-apa. Dia menghayati suasana:

Tiada yang maujud secara mutlak melainkan Allah s.w.t.

Semua yang lain dari Allah s.w.t binasa, Wujud Allah s.w.t yang tidak binasa. Keadaan kerohanian pada peringkat ini adalah:

Zat yang kosong dari makhluk, yang maujud hanya Allah s.w.t.

Setelah melepasi suasana kematian dalam empat Latifah itu seseorang itu masuk kepada batin yang paling dalam iaitu Latifah Akhfa. Dia sudah melepasi suasana fana dan masuk kepada suasana baqabillah atau kekal bersama-sama Allah s.w.t. Dia sentiasa bersama-sama Allah s.w.t baik ketika jaga mahu pun ketika tidur. Segala gerak gerinya merupakan ibadat. Mata hatinya sentiasa memandang kepada Allah s.w.t. Kesibukannya dengan apa jua urusan tidak melindungi penglihatan hakiki mata hatinya. Tampak nyata baginya:
Tiada yang berkuasa melainkan Allah s.w.t; tiada yang berkehendak melainkan apa yang dikehendaki Allah s.w.t; tidak ada daya dan upaya melainkan daya dan upaya yang dari Allah s.w.t. Segala sesuatu datangnya dari Allah s.w.t dan kembali kepada-Nya.

Mata hatinya melihat bahawa segala kewujudan selain Zat Allah s.w.t, sifat Allah s.w.t, perbuatan Allah s.w.t dan asma’ Allah s.w.t hanyalah kewujudan yang tidak berhakikat. Inilah makam arifbillah, iaitu orang yang benar-benar mengenal Allah s.w.t.
Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc
READ MORE - sufizone : Tujuan Arifbillah

Dalam setiap aktivitas rintangan itu akan selalu ada. Hal ini dikarenakan Tuhan menciptakan syetan tidak lain hanya untuk menggoda dan menghalangi setiap aktivitas manusia. Tidak hanya terhadap aktivitas yang mengarah kepada kebaikan, bahkan terhadap aktivitas yang sudah jelas mengarah menuju kejahatan pun, syetan masih juga ingin lebih menyesatkan.

Pada dasarnya kita diciptakan oleh Tuhan hanya untuk beribadah dan mencari ridla dari-Nya. Karena itu kita harus berusaha untuk berjalan sesuai dengan kehendak atau syari’at yang telah ditentukan. Hanya saja keberadaan syetan yang selalu memusuhi kita, membuat pengertian dan pelaksanaan kita terkadang tidak sesuai dengan kebenaran.

Dengan demikian, kebutuhan kita untuk mencari seorang pembimbing merupakan hal yang essensial. Karena dengan bimbingan orang tersebut, kita harapkan akan bisa menetralisir setiap perbuatan yang mengarah kepada kesesatan sehingga bisa mengantar kita pada tujuan.

Thariqah
Thariqah adalah jalan. Maksudnya, salah satu jalan menuju ridla Allah atau salah satu jalan menuju wushul (sampai pada Tuhan). Dalam istilah lain orang sering juga menyebutnya dengan ilmu haqiqat. Jadi, thariqah merupakan sebuah aliran ajaran dalam pendekatan terhadap Tuhan. Rutinitas yang ditekankan dalam ajaran ini adalah memperbanyak dzikir terhadap Allah.

Dalam thariqat, kebanyakan orang yang terjun ke sana adalah orang-orang yang bisa dibilang sudah mencapai usia tua. Itu dikarenakan tuntutan atau pelajaran yang disampaikan adalah pengetahuan pokok atau inti yang berkaitan langsung dengan Tuhan dan aktifitas hati yang tidak banyak membutuhkan pengembangan analisa. Hal ini sesuai dengan keadaan seorang yang sudah berusia tua yang biasanya kurang ada respon dalam pengembangan analisa. Meskipun demikian, tidak berarti thariqah hanya boleh dijalankan oleh orang-orang tua saja.

Lewat thariqah ini orang berharap bisa selalu mendapat ridla dari Allah, atau bahkan bisa sampai derajat wushul. Meskipun sebenarnya thariqah bukanlah jalan satu-satunya.

Wushul
Wushul adalah derajat tertinggi atau tujuan utama dalam ber-thariqah. Untuk mencapai derajat wushul (sampai pada Tuhan), orang bisa mencoba lewat bermacam-macam jalan. Jadi, orang bisa sampai ke derajat tersebut tidak hanya lewat satu jalan. Hanya saja kebanyakan orang menganggap thariqah adalah satu-satunya jalan atau bahkan jalan pintas menuju wushul.

Seperti halnya thariqah, ibadah lain juga bisa mengantar sampai ke derajat wushul. Ada dua ibadah yang syetan sangat sungguh-sungguh dalam usaha menggagalkan atau menggoda, yaitu shalat dan dzikir. Hal ini dikarenakan shalat dan dzikir merupkan dua ibadah yang besar kemungkinannya bisa diharapkan akan membawa keselamatan atau bahkan mencapai derajat wushul. Sehingga didalam shalat dan dzikir orang akan merasakan kesulitan untuk dapat selalu mengingat Tuhan.

Dalam sebuah cerita, Imam Hanafi didatangi seorang yang sedang kehilangan barang. Oleh Imam Hanafi orang tersebut disuruh shalat sepanjang malam sehingga akan menemukan barangnya. Namun ketika baru setengah malam menjalankan shalat, syetan mengingatkan/mengembalikan barangnya yang hilang sambil membisikkan agar tidak melanjutkan shalatnya. Namun oleh Imam Hanafi orang tersebut tetap disuruh untuk melanjutkan shalatnya.

Seperti halnya shalat, dzikir adalah salah satu ibadah yang untuk mencapai hasil maksimal harus melewati jalur yang penuh godaan syetan. Dzikir dalam ilmu haqiqat atau thariqat, adalah mengingat atau menghadirkan Tuhan dalam hati. Sementara Tuhan adalah dzat yang tidak bisa diindera dan juga tiak ada yang menyerupai. Sehingga tidak boleh bagi kita untuk membayangkan keberadaan Tuhan dengan disamakan sesuatu. Maka dalam hal ini besar kemungkinan kita terpengaruh dan tergoda oleh syetan, mengingat kita adalah orang yang awam dalam bidang ini (ilmu haqiqat) dan masih jauh dari standar.

Karena itu, untuk selalu bisa berjalan sesuai ajaran agama, menjaga kebenaran maupun terhindar dari kesalahan pengertian, kita harus mempunyai seorang guru. Karena tanpa seorang guru, syetanlah yang akan membimbing kita. Yang paling dikhawatirkan adalah kesalahan yang berdampak pada aqidah.

Mursyid
Mursyid adalah seorang guru pembimbing dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat. Mengingat pembahasan dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat adalah tentang Tuhan yang merupakan dzat yang tidak bisa diindera, dan rutinitas thariqah adalah dzikir yang sangat dibenci syetan. Maka untuk menjaga kebenaran, kita perlu bimbingan seorang mursyid untuk mengarahkannya. Sebab penerapan Asma’ Allah atau pelaksanaan dzikir yang tidak sesuai bisa membahayakan secara ruhani maupun mental, baik terhadap pribadi yang bersangkutan maupun terhadap masyarakat sekitar. Bahkan bisa dikhawatirkan salah dalam beraqidah.

Seorang mursyid inilah yang akan membimbing kita untuk mengarahkannya pada bentuk pelaksanaan yang benar. Hanya saja bentuk ajaran dari masing-masing mursyid yang disampaikan pada kita berbeda-beda, tergantung aliran thariqah-nya. Namun pada dasarnya pelajaran dan tujuan yang diajarkannya adalah sama, yaitu al-wushul ila-Allah.

Melihat begitu pentingnya peranan mursyid, maka tidak diragukan lagi tinggi derajat maupun kemampuan dan pengetahuan yang telah dicapai oleh mursyid tersebut. Karena ketika seorang mursyid memberi jalan keluar kepada muridnya dalam menghadapi kemungkinan godaan syetan, berarti beliau telah lolos dari perangkap syetan. Dan ketika beliau membina muridnya untuk mencapai derajat wushul, berarti beliau telah mencapai derajat tersebut. Paling tidak, seorang mursyid adalah orang yang tidak diragukan lagi kemampuan maupuan pengetahuannya.

Sumber : www.sufinews.com

Sufizone & Hikamzone By Pondok Pesantren Subulus Salam : www.ppsubulussalam.co.cc

READ MORE - sufizone : Mursyid

Share

Share |

Artikel terbaru

Do'a

اللهم إني أسألك إيمانا يباشر قلبي ويقيناً صادقاً حتى أعلم أنه لن يصيبني إلا ما كتبته علي والرضا بما قسمته لي يا ذا الجلال والإكرام

Translation

Artikel Sufizone

Shout Box

Review www.sufi-zone.blogspot.com on alexa.com How To Increase Page Rankblog-indonesia.com blogarama - the blog directory Active Search Results Page Rank Checker My Ping in TotalPing.com Sonic Run: Internet Search Engine
Free Search Engine Submission Powered by feedmap.net LiveRank.org Submit URL Free to Search Engines blog search directory Dr.5z5 Open Feed Directory Get this blog as a slideshow!